wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Polda Kalimantan Barat memulai pemeriksaan legalitas kebun kelapa sawit milik Surya Darmadi di Sambas. Desakan Bupati Sambas ini disampaikan kepada Gubernur Kalbar Sutarmidji dan Menteri LHK, karena dinilai beroperasi di dalam kawasan hutan. Surya Darmadi dituduh merugikan keuangan negara senilai Rp103 triliun, korupsi terbesar sepanjang sejarah. Berupa penyerobotan kawasan hutan jadi kebun kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatera. Surya Darmadi bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga, selain divonis 15 tahun penjara, didenda didenda Rp1 miliar, sebagai korupsi terbesar sepanjang sejarah Indonesia (www.dio-tv.com 10/07/2023).
Surya Darmadi alias Apeng terhitung licin. Sejak 2014 sebenarnya Apeng telah tersandung kasus suap Gubernur Riau Annas Maamun, juga terkait izin perkebunan. Masalahnya, begitu jadi tersangka, Apeng langsung buron. Namanya sudah masuk DPO Interpol, tapi hingga detik ini KPK yang memegang kasusnya masih gagal menangkap Apeng. Tidak hanya kasus di Kalbar tetapi juga daerah lain seperti Riau, ia punya kasus yang sama.
Bahkan menurut perhitungan Kejagung saat itu, akibat penyerobotan lahan itu negara dirugikan sebesar Rp78 triliun, membuat kasus ini dinyatakan beberapa media sebagai skandal korupsi dengan nilai kerugian terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia. Ternyata kasus di Kalbar ini lebih memperparah jejak korupsi yg dilakukan oleh si Apeng yang merugikan negara Rp. 103 trilyun. Itulah sistem kapitalisme. Saat ini memberi peluang selebar-lebarnya kepada individu atau sekelompok orang untuk menguasai hak yang menjadi kepemilikan umum. Pada akhirnya merugikan negara.
Lain halnya dengan sistem Islam. Hutan termasuk harta kepemilikan umum yang dapat dinikmati masyarakat secara bersama sesuai dengan koridor syariat. Rasul saw bersabda, “Kaum muslim bersekutu (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).
Maka dari itu, Islam melarang penguasaan harta kepemilikan umum yang jumlahnya tidak terbatas untuk diserahkan kepada individu maupun swasta. Di dalam Islam, negara berhak mengelola hutan sebagai harta kepemilikan umum yang kemudian hasil pengelolaannya didistribusikan untuk kemaslahatan masyarakat. Sedangkan harta kepemilikan umum yang kemudian diperbolehkan untuk dikelola swasta dan jumlahnya terbatas, akan senantiasa dipantau pengelolaannya oleh negara agar tidak menyalahi syariat.
Selain itu, negara juga memberlakukan sanksi tegas terhadap pelanggaran hutan seperti pembakaran hutan, pembalakan liar dan penebangan pohon diluar batas yang bertentangan dengan syariat. Sanksi yang dikenakan bisa berupa denda, cambuk, penjara, bahkan hukuman mati bergantung pada tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkannya. Sistem sanksi Islam yang tegas semacam ini tentu saja akan memberi efek jera terhadap pelaku agar tidak mengulangi kembali perbuatannya.
Dengan demikian, Islam menjamin pengelolaan harta kepemilikan umum yang secara maksimal didistribusikan untuk kemaslahatan umat dan bukan hanya untuk kepentingan kaum kapital. Di sisi lain, Islam mewajibkan negara untuk menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku perusak hutan dan merubah hutan untuk kepentingan bisnis pribadi.
Afifah
Pontianak, Kalbar
Views: 6
Comment here