Oleh: Anisa Rahmi Tania, S.Pd
wacana-edukasi com, OPINI– Ramai diberitakan UMKM bakal ketar ketir karena kebanjiran produk asing. Dilansir dari laman medcom.id (10/7/2023), saat ini TikTok tengah mengembangkan proyek untuk mengetahui data produk terlaris di suatu negara yang kemudian akan diproduksi di Tiongkok, proyek ini dinamakan Project S. Hal ini tentu mengancam keberlangsungan usaha lokal, produk dalam negeri Indonesia. Karena ketika pasar Indonesia diserbu barang impor, yang akan maju adalah negara tempat produksi barang. Jika benar-benar terjadi, tentu sangat kontras dengan slogan-slogan yang digaungkan pemerintah untuk mencintai produk buatan dalam negeri.
Walaupun pihak Tiktok membantah, bahkan menyatakan akan selalu memberdayakan penjual lokal dan UMKM di Indonesia dengan membuat program TikTok Jalin Nusantara dan akan meneruskan investasi di Indonesia (cnnIndonesia.com, 13/7/2023). Namun, gelagat jual beli digital hari ini yang semakin ambisius tentu tidak bisa dipungkiri. Apalagi dengan semakin ketatnya persaingan. Dalam sistem ekonomi yang liberal hari ini, rasanya naif jika mempercayai platform sebuah perusahaan asing yang mengungkapkan keinginannya untuk membantu dengan cara berinvestasi atau langkah lainnya.
Sebagaimana slogan No free lunch. Tidak ada yang gratis di zaman sekarang. Bisnis selalu berbicara untung dan rugi. Kerjasama dalam bentuk apapun, pastinya berbicara keuntungan bukan dalam rangka bakti sosial.
Jika menelusuri latar belakang dari maraknya produk impor, kita akan mendapati fakta Indonesia memang telah terjebak dalam permainan ekonomi liberal sejak bertahun-tahun silam. Salah satunya ketika Indonesia bergabung dalam Perjanjian perdagangan bebas dengan sepuluh negara anggota ASEAN dan lima negara mitra pada 2020 lalu. Dengan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) ini dikatakan akan membuka peluang dan akses istimewa bagi bisnis di kawasan.
Perjanjian ini mencakup akses pasar untuk barang, jasa, dan investasi untuk 16 negara. Tidak sampai di sana, cakupannya meliputi trande remedies customs procedure and trade facilitation, ketentuan standarisasi, dan lain-lain. Disebutkan dalam Perjanjian RCEP ini salah satunya adalah tentang cakupan dan komitmen yang diperluas di area baru seperti E-Commerce, kebijakan persaingan, dan Hak Kekayaan Intelektual. Kemendag.go.id (2/1/2023)
Lantas apa yang kini terjadi? Indonesia memang tengah kebanjiran produk impor. Inilah dampak yang dahulu telah dikhawatirkan berbagai pihak saat Perjanjian RCEP telah rampung disepakati. Produk lokal kalah telak. Sumber daya manusia pun tidak bisa berbuat banyak dalam persaingan. Kalaupun Indonesia saat ini telah mempunyai E-Commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee dll, nyatanya produk yang dijual 90 persennya adalah produk luar. Sebagaimana yang dikemukakan Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) (Merdeka.com, 2021)
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menuturkan bahwa banyaknya produk impor ke negeri ini karena tidak adanya kebijakan konkrit dalam menurunkan ketergantungan impor, khususnya dari platform e-commerce. Bahkan ia menilai pemerintah seakan takut digugat China jika menghambat produk impor di marketplace.
Beginilah dampak dari penerapan sistem kapitalisme. Salah satu efek samping jangka panjang yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat luas. Dipandang secara dangkal, segala bentuk perjanjian ekonomi yang digadang-gadang akan menumbuhkan perekonomian masyarakat, pada faktanya hanya bisa dinikmati kalangan bermodal besar. Alih-alih menyejahterakan masyarakat. Pada akhirnya masyarakat negeri ini hanya menjadi target market.
Begitu pula para investor luar yang bertandang ke negeri ini seperti kawan baik yang mengulurkan tangan memberi bantuan. Padahal di balik senyum manis dan uluran tangan tersebut tersimpan sejuta rencana untuk meraup untung tanpa peduli derita yang ditimbulkan. Masihkah layak sistem ekonomi kapitalis liberal ini diterapkan?
Ekonomi Islam solusi total
Dalam Islam, kesejahteraan masyarakat adalah salah satu hal utama yang menjadi perhatian. Karena penguasa adalah pengurus rakyat, sehingga bertanggung jawab akan segala aspek kehidupannya, termasuk urusan kesejahteraan.
Untuk mencapai poin itu, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dengan seksama. Salah satunya dengan menyiapkan lapangan kerja seluas-luasnya bagi para laki-laki. Lapangan pekerjaan ini bisa berupa pendirian berbagai industri kebutuhan dalam negeri. Industri ini berada di bawah perlindungan negara. Bahkan menempatkannya di bawah pengawasan departemen dalam Negeri.
Sehingga dalam sistem Islam, problematika banjir produk luar negeri adalah suatu hal mustahil terjadi. Karena industri yang ada merupakan pemasok utama kebutuhan masyarakat dalam negeri. Karena fokus utama dari pendirian industri bukanlah bisnis tapi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Begitulah ketika Islam menempatkan AlQuran dan sunnah Rasulullah saw sebagai panduan. Penguasa hadir untuk mengayomi rakyatnya. Mencari cara dan metode untuk bisa memenuhi hak rakyatnya. Setiap kebijakan yang bertentangan dengan nash syara, maka tidak boleh diterapkan. Sehingga, baik penguasa dan rakyatnya bisa bahu membahu menjalankan syariat-Nya untuk memperoleh keberkahan dunia dan akhirat.
Sejarah telah mencatat, pada masa kekhilafahan abbasiyah. Selama lima abad kekuasaannya, khilafah Abbasiyah telah menyumbangkan banyak kemajuan pesat utamanya dalam bidang perdagangan, industri, dan pertanian. Khususnya bidang industri, beberapa industri yang berdiri adalah industri sutra, kapas, kain wol, satin, brokat, sofa, dan karpet di sebelah barat Baghdad. Perhatian negara pada industri kala itu terlihat dengan majunya industri tekstil Abbasiyah bahkan menjadi salah satu yang paling maju di dunia dan menjadi rujukan berbagai negara seperti Spanyol, Perancis, dan Italia (Kompas.com, 22/2/2022)
Para penguasa Islam tidak akan dengan mudah membuka pintu kerjasama perdagangan atau lainnya jika hal tersebut malah akan mempersulit rakyatnya. Karena kekuasaan adalah amanah, dan amanah akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Para penguasa dalam sistem Islam sadar betul terhadap hal tersebut. Oleh karena itu, para penguasa tidak akan sibuk memperkaya diri. Tetapi, sibuk menjalankan amanah yaitu memenuhi kebutuhan asasi rakyat.
Wallahu’alam
Views: 18
Comment here