Opini

Teror Pinjol, Bikin Horor

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Ammarazza

wacana-edukasi.com, OPINI– Jeratan pinjaman online (pinjol) di masyarakat semakin marak dan memprihatinkan. Cara penagihan pinjol yang tak manusiawi berakibat fatal hingga menyebabkan seseorang depresi, trauma hingga bunuh diri.

Seorang warga Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogori, Jawa Tengah berinisial WI (38) nekat bunuh diri akibat pinjaman online. WI diduga tak mampu melunasi utangnya sekaligus menghadapi teror pinjol. (5/10/2021). Kasus serupa juga terjadi pada OS (36), warga Perumahan Patimura, Tulungagung, Jawa Timur, tewas bunuh diri karena diduga depresi dengan tagihan pinjaman online (Pinjol) yang mencapai belasan juta rupiah pada Rabu (23/6/2021).

Demikian juga Kisah malang datang dari guru TK di Malang, Jawa Timur yang terlilit utang pinjol. Sebab, dirinya diteror 24 debt collector dan diancam dibunuh pada bulan Mei lalu. Warga Malang lainnya yang terlibat pinjol adalah pemuda berusia 20 tahun dari Desa Ampeldento, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang juga ditemukan meninggal gantung diri pada Oktober 2021 lalu. Pada bulan dan tahun yang sama, warga Kelurahan Bareng, Kecamatan Klojen juga ditemukan gantung diri di dekat kantin kolam renang Stadion Gajayana. Dan masih banyak kasus serupa di beberapa daerah yang berujung bunuh diri akibat terror pinjol. Bahkan, Selama dua bulan terakhir misalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang mencatat ada 34 aduan dari masyarakat terkait perbuatan tak mengenakkan dari pihak pinjol ilegal. Jenis aduan bermacam-macam, mulai dari penagihan pinjaman secara kasar hingga diancam data pribadi disebar ke publik. Benar-benar terror pinjol membuat horror.

Pertanyaannya adalah, ketika terror pinjol sangat meresahkan dan jatuh banyak korban, mengapa banyak orang datang ke pinjol? Bukan menjadi rahasia lagi bahwa, kehidupan saat ini menjadikan setiap warganya harus mengupayakan semua kebutuhan sendiri, seperti kebutuhan dasar (sadang, pangan, papan), pendidikan dan kesehatan mahal, dimana tidak terjangkau kalangan masyarakat menengah bawah. Hanya orang-orang yang memiliki modal / uang (kapital) yang bisa menikmati. Kondisi inilah yang akan terjadi pada negara yang menerapkan kapitalisme.

Hal ini sangat berbeda dengan negara yang menerapkan islam, di mana penguasa akan menjadi pengayom dan pelayan rakyat. Sebagaimana di contohkan pada masa Rasulullah dan para Khalifah (Khulafaur Rasyidin) sepeninggal Rasulullah. Rakyat bisa merasakan kesejahteraan karena adanya pelayanan Kesehatan, Pendidikan dan keamanan dengan biaya terjangkau bahkan gratis. Pembiayaan fasilitas umum, dalam negara islam berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang melimpah. Ketika ada masyarakat yang kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan, maka negara akan memfasilitasi kemudahan mendapatkan lapangan pekerjaan.

Sungguh, kondisi yang berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme saat ini, di mana kebutuhan makin banyak dan makin mahal, cari pekerjaan sulit, akhirnya Pinjaman Online (Pinjol) sering menjadi pilihan tercepat masyarakat agar mudah mendapatkan pinjaman untuk memenuhi kebutuhannya. Terlebih pinjaman online memberikan tawaran seperti cepatnya proses pengajuan pinjaman, persyaratan mudah tanpa berbelit-belit, dana bisa cair secepat kilat, tenor singkat, serta tidak adanya kewajiban memberi agunan menjadi beberapa alasan masyarakat banyak yang tergiur. Inilah kondisi masyarakat sesungguhnya. Utang menjadi jalan instan agar bisa bertahan hidup.

Tak jarang pula di luar alasan ekonomi, ternyata ada pula yang terjerat pinjol karena tuntutan gaya hidup. Budaya hedonis yang makin merebak di tengah masyarakat, sementara pada saat yang sama, pola berpikir pragmatis pun makin menguat. Gaya hidup konsumtif membuat masyarakat tanpa berpikir panjang tergiur dengan tawaran pinjaman ribawi tersebut. Dalam kapitalisme, yang memiliki asas sekularisme(memisahkan agama dari kehidupan) menyuburkan gaya hidup hedonisme, sehingga muncul rasa malu jika terlihat ‘miskin’, akhirnya datang ke pinjol untuk membeli barang branded seperti iphone, skincare, dll. Sedangkan jika kita menjadikan Rasulullah sebagai teladan, beliau mendorong kita untuk hidup bersahaja dalam penampilan, dan tidak menjadikan kebahagiaan jasadiyah (duniawi yang bersifat materi) yang utama, karena tujuan hidup seorang muslim untuk beribadah.

Tampak jelas bagaimana kehidupan dalam negara kapitalisme hanya mendorong hidup mengejar kebahagiaan duniawi/jasadiyah semata, sementara Islam dalam bingkai khilafah mengaruskan hidup untuk mencari kebahagiaan hakiki yaitu mencari ridho sang Pencipta.

Banyaknya masyarakat yang terjerat pinjol bukan semata disebabkan faktor individu, tetapi juga kondisi ekonomi negara yang kian sulit. Dalam kapitalisme ketika hidup dalam kesempitan, yang pertama kali terpikirkan adalah berhutang. Dengan alasan membayar hutang, akhirnya membuat orang lebih rajin bekerja. Inilah penyubur pinjol berbasis riba. Di samping itu, Kapitalisme dalam teori ekonominya menyatakan akumulasi modal menjadi faktor penting dari pertumbuhan ekonomi, jadi wajar jika negara juga memberi contoh ‘suka berhutang’.

Dalam Islam, ada mekanisme skala prioitas dalam memenuhi kebutuhan, jika memang ada rakyat yang terpaksa berhutang karena faktor kemiskinan maka negara punya mekanisme untuk menyeselesaikan agar bisa keluar dari kemiskinan.
Rakyat tidak akan terkena pinjol bila mereka paham riba serta semua kebutuhan pokoknya terpenuhi. Jauhnya individu dari akidah Islam membuat mereka tak peduli haramnya riba dalam praktik pinjaman. Bila terlanjur terjerat dan tak bisa keluar dari jeratan itu, bunuh diri adalah jalan terakhir untuk mengakhiri terror.

Jeratan pinjol tak akan kunjung selesai bila upaya hanya sebatas individual, sebab ini juga tanggung jawab negara. Bukannya membantu rakyat dari jerat kemiskinan, pemerintah saat ini justru menambah beban rakyat dengan berbagai pajak. Ini semua terjadi akibat syariat Allah SWT ditinggalkan dan memilih hukum buatan manusia untuk mengatur kehidupan manusia yakni kapitalisme. Sehingga menyelesaikan pinjol harus diselesaikan dari akar masalahnya, yakni sistem kapitalisme yang menghimpit kehidupan manusia harus di tinggalkan.

Kita membutuhkan sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan Islam secara kaffah, yakni khilafah. Khilafah akan melarang berdirinya lembaga keuangan ribawi, baik berupa lembaga fintech, perbankan, leasing, dan lain-lain. Selain itu, khilafah akan memastikan rakyatnya tidak kesulitan ekonomi, karena negara akan memastikan kesejahteraan merata bagi setiap individu warga negaranya.

Lapangan pekerjaan dibuka lebar sehingga para lelaki tak kesulitan mencari nafkah. Lembaga negara yaitu Baitul Mal akan memberikan bantuan keuangan bagi rakyat yang membutuhkan, baik berupa zakat, santunan, hibah, maupun pinjaman tanpa riba. Sesama umat Islam juga akan terdorong untuk saling meminjami saudaranya sesama muslim yang membutuhkan pinjaman tanpa riba. Semua permasalahan yang kita hadapi hari ini akan kita temukan solusinya dalam Islam. Inilah indahnya hidup di bawah sistem Islam, yakni khilafah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here