Oleh Arlina Dari, S. Pd.
wacana-edukasi.com, OPINI– Pergaulan bebas di Indonesia, makin hari keadaannya makin mengkhawatirkan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tindakan aborsi yang dilakukan oleh generasi muda dan bermunculannya klinik ilegal aborsi di tengah masyarakat. Tentu saja kejadian ini membuat kita miris.
Kebablasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis, sudah bukan hal tabu lagi di zaman sekarang ini. Tidak ada rasa malu bagi sebagian remaja, bahkan orang dewasa untuk mengumbar gaya pacaran yang intens, layaknya hubungan suami istri. Pergaulan bebas inilah yang menyebabkan sebagian mereka hamil di luar nikah.
Terjadinya kehamilan tanpa adanya pernikahan adalah sebuah aib di masyarakat. Maka, solusi cepat yang mereka ambil ketika terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan adalah dengan jalan menggugurkannya. Banyak pertimbangan mengambil langkah aborsi, di antaranya karena belum siap menjadi orangtua di usia muda. Di mana mereka belum siap menikah, pacar tidak mau bertanggung jawab, belum siap jadi orang tua, emosi masih labil, dan belum memiliki penghasilan untuk membesarkan anak.
Mirisnya saat ini, selain pergaulan remaja yang tidak mengenal batasan saat berinteraksi dengan lawan jenis, mereka juga diberikan kemudahan untuk mengakses pornografi. Mulai dari musik, film, game, bacaan, semuanya membangkitkan syahwat. Otak mereka menjadi liar dan rusak, akhirnya mencari penyaluran syahwatnya dengan cara yang salah.
Maraknya kehamilan di luar nikah yang berujung dengan melakukan praktik aborsi, dibuktikan dengan bermunculannya klinik aborsi ilegal yang berulang kali di grebek polisi. Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini, di grebeknya klinik aborsi yang ada di Jakarta Selatan.
“Polisi melakukan penggerebekan di sebuah klinik aborsi illegal yang ada di Kemayoran. Menurut keterangan pelaku, klinik tersebut baru beroperasi selama 1,5 bulan. Pelaku yang berinsial SM, mengaku sudah mengaborsi sebanyak kurang lebih 50 pasien di rumah tersebut. Di jalan Mirah Delima 4 Nomor 14, dan bayi hasil aborsinya dibuang ke kloset dan septic tank,” (detiknews, 3/7/2023.)
Bermunculannya klinik aborsi illegal di negeri ini, membuktikan bahwa banyak sekali peminat untuk melakukan tindakan aborsi. Munculnya klinik tersebut, merupakan problem yang berulang dan dilakukan oleh orang itu-itu saja. Lemahnya hukuman yang didapat oleh pelaku, membuat mereka tidak jera untuk membuka klinik aborsi illegal kembali, meskipun membuka kliniknya di tempat yang berbeda. Biasanya, untuk mencari pasiennya, mereka menawarkan jasanya via internet.
Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi di Indonesia mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. (hellosehat, 30/11/2022).
Banyaknya remaja melakukan tindakan aborsi, seperti fenomena gunung es. Jumlah yang tidak terdata kemungkinan jumlahnya jauh lebih banyak dan ini merupakan PR besar bagi pemerintah. Wacana untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045, bisa jadi tidak akan terjadi, jika remaja yang akan jadi penerus masa depan bangsanya rusak digerus liberalisme. Menuju Indonesia Emas, negara butuh pemuda yang memiliki iman yang kuat, terhindar dari seks bebas, narkoba, dan pornografi.
Negara dalam kapitalisme, abai menjaga generasinya dari pergaulan bebas. Hal ini terbukti dengan banyaknya generasi muda yang hamil di luar nikah. Negara tidak berdaya untuk menutup situs-situs pornografi secara keseluruhan, karena di belakangnya ada pengusaha yang berkecimpung di bisnis pornografi dengan keuntungan yang cukup fantastis. Maka, hal wajar jika Indonesia pernah dijuluki sebagai pengakses pornografi kedua di dunia, pada tahun 2018. Prestasi yang memalukan!
Kementerian Pemberdayaan perempuan dan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan bahwa 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual pornografi melalui media daring.
Sedangkan menurut hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) mengungkapkan bahwa 34,5 persen anak laki-laki pernah terlibat pornografi atau mempraktikan langsung kegiatan seksual, dan 25 persen anak perempuan. Angka tersebut menunjukkan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan sudah pernah melakukan langsung kegiatan seksual, baik pencabulan maupun hal lainnya. (suarasurabaya.net, 30/11/2021)
Rapuhnya ketahanan keluarga, membuat generasi muda mengalami dekadansi moral, sehingga mereka terjerumus pada pergaulan bebas. Pondasi agama yang lemah memperparah mereka terseret dalam kungkungan gaya hidup yang salah. Tidak ada kedekatan antara orang tua dan anaknya, juga menjadi penyebab remaja kehilangan arah. Kerusakan seorang anak kebanyakan berawal dari rumah. Sedangkan lingkungan dan pergaulan, itu hanya akumulasi dari banyaknya kekecewaan anak pada kedua orang tuanya, dan rumah tidak menjadi tempat paling nyaman untuk mereka pulang. Mereka kehilangan figur terbaik di rumahnya sendiri. Bahkan banyak rumah tak ubahnya seperti neraka.
Praktik Aborsi dalam Islam
Beberapa ulama berbeda pandangan dalam menghukumi praktik aborsi. Sebagian dari mereka ada yang mengharamkan secara mutlak dengan berhujah pada Al-Qur’an dan Sunah. Ada yang membolehkan, tapi harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang sudah disepakati ulama. Namun, ada juga sebagian ulama yang memakruhkan, tetapi dilakukan dengan beberapa syarat dan dilaksanakan dalam kondisi dharurat.
Para ulama sepakat bahwa melakukan aborsi, dengan alasan membunuh janin yang sudah lebih dari 120 hari bersemayan dalam Rahim ibunya merupakan bagian dari pembunuhan. Apalagi jika tidak ada kondisi darurat yang mengancam keberlangsungan hidup sang ibu. Aborsi boleh dilakukan, dengan syarat ada alasan medis, dikarenakan nyawa sang ibu terancam kehidupannya, memiliki riwayat penyakit tertentu, sehingga harus ada salah satu pihak yang dikorbankan.
Menurut kaidah fikih, menyelamatkan nyawa sang ibu lebih utama. Namun, itu pun harus ada ikhtiar terlebih dahulu untuk menyembuhkan kesehatan ibunya, lalu mencari cara untuk menyelamatkan anaknya. Jika tidak bisa menyelamatkan keduanya, maka dipilih salah satunya. Sedangkan menggugurkan janin yang baru memasuki 40 hari, hukumnya makruh. Jika mau melakukannya harus ada keridhaan dari pihak suami dan istri, serta rekomendasi dari dua dokter spesialis aborsi dan tidak menimbulkan kemudharatan bagi ibunya.
Ulama yang mutlak melarang aborsi baik usia janin baru 40 hari atau 120 hari adalah Imam Gazali. Karena menurut pendapatnya menggugurkan kandungan mutlak hukumnya adalah haram, ini sama dengan perbuatan pidana pembunuhan terhadap bakal calon janin manusia.
Aborsi yang dilakukan oleh banyak kalangan remaja dan dewasa saat ini, dilakukan dengan penuh kesadaran diri, semata-mata untuk menutupi aib, bukan karena membahayakan nyawa ibunya. Maka, hukumnya haram. Bahkan jika memaksakan melakukan aborsi malah beresiko membahayakan kesehatan para pelakunya.
Larangan membunuh jiwa dalam Islam meski masih berupa janin sangat dilarang, sebagaimana firman Allah Al-Qur’an surah Al-Maidah: 32 yang artinya :
” …. barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”
Solusi untuk memberantas maraknya aborsi di masyarakat hanya bisa dilakukan oleh negara, tidak bisa dilakukan dengan mencukupkan pada perbaikan individu. Sebab, akar kemaksiatan itu bermula, karena negara menerapkan sistem ideologi yang rusak, sehingga menghasilkan generasi yang sekular yang menjunjung tinggi kebebasan atas nama HAM.
Kewajiban negara adalah menutup segala akses yang berkaitan dengan segala kemaksiatan, seperti menjaga generasinya dari seks bebas, narkoba, tontonan yang tidak mendidik, menutup semua situs yang menayangkan pornografi dan porno aksi, menutup lokalisasi, maka praktik aborsi akan bisa dihentikan dengan sendirinya.
Kunci dari berhentinya segala kemaksiatan yang merajalela di muka bumi ini, adalah menerapkan sangsi yang tegas, demi terjaganya keberlangsungan hidup manusia. Solusi tuntas pada tataran ideologi, yakni menjadikan hukum Allah sebagai sumber peraturan hidup, dengan menegakan syari’at Islam secara kaffah. []
Penulis: Arlina Fazri, S.Pd
Views: 26
Comment here