Oleh : Izzatus Shanum (Anggota Ngaji Diksi Aceh)
wacana-edukasi.com Innalillahi, layanan pinjaman online (pinjol) semakin banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah pengguna pinjol di Tanah Air. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jumlah rekening aktif penerima pinjaman online di Indonesia mencapai 17,68 juta akun. Jumlah ini terhitung mengalami peningkatan sebesar 15,28% bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Sedangkan untuk total pinjaman (utang yang belum dibayar) pengguna aktif pinjol di RI mencapai Rp 51,46 triliun, di mana Rp 40,07 berasal dari pengguna di pulau Jawa dan sisanya sebesar Rp 11,38 triliun dari luar Jawa. Dan di Jakarta sendiri jumlah rekening aktif penerima layanan pinjol saat ini mencapai 2,31 juta akun dengan total pinjaman sebesar Rp 10,54 triliun. Dikutip finance.detik.com, Minggu (23/7/2023)
Luar biasa, trend pinjol di negeri ini, angka nya semakin meningkat, dilakukan oleh individu masyarakat. Penyebabnya adalah kesempitan hidup yang menimpa kita dalam negeri ini, karena sampai hari ini lebih dari 26 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Maka pinjol menjadi solusi termudah yang dipilih untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Di antara kita ada yang mencoba peruntungan di usaha mikro dan menengah (UMKM), ya tentunya membutuhkan modal, maka jadilah pinjol sebagai pilihan.
Kenapa ini terjadi? karenanya kesimpatan hidup yang di alami masyarakat tidak lepas dari buah yang dilahirkan oleh sistem kapitalisme yang disuburkan di negeri ini. Sistem busuk ini telah melegalkan liberalisasi ekonomi. Maka hasilnya segala komunitas dikapitalisasikan atau dibisniskan. Mulai dari pendidikan, perdagangan, serta kesehatan.
Dengan demikian rakyat menjadi kesulitan mengakses kebutuhan-kebutuhan pokoknya, karena harganya yang mahal. Selain itu juga cara pandang sekuler dan kapitalis yang diadopsi masyarakat juga telah menjerat mereka pada pinjol yang tidak ada habisnya, mewarnai kehidupan masyarakat dengan gaya hidup hedonis dan materialistis. Masyarakat sekarang memandang sumber kebahagiaan ada pada materi dan kesenangan duniawi semata.
Padahal, mengejar kesenangan materi juga membutuhkan rupiah yang tidak sedikit, gaya hidup materialis kita diperkuat lagi dengan gempuran media yang secara terus menerus memicukan masyarakat untuk hidup hedon. Masyarakat yang jauh dari pemahaman Islam tidak mau lagi memedulikan apakah harta yang digunakan itu halal atau haram untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ataukah bertentangan dengan aturan Allah. Sebagaimana pinjol yang disertai riba. Lalu negara pun abai terhadap persoalan rakyatnya ataupun kesejahteraannya. Dan celakanya negara juga melegalkan praktik pinjol dengan perizinan lembaga pinjol.
Maka untuk mewujudkan masyarakat bersih dari riba tentunya membutuhkan peran negara, untuk menjauhi riba dalam segala bentuknya. Daulah khilafah sebagai sistem pemerintahan yang berlandaskan penerapan Al-Qur’an dan Sunnah tidak akan membenarkan praktik riba berlangsung di negeri ini. Penerapan syariat Islam secara kaffah akan menghapuskan praktik riba, untuk mencagah fenomena pinjam-meminjam, Khilafah akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok setiap individu masyarakat melalui sistem ekonomi Islam.
Maka dari itu negara akan melarang pendirian lembaga pinjol dengan riba atau aktivitas sejenisnya. Di sisi lain sistem pendidikan Islam mencatat masyarakat yang memiliki akidah Islam yang kuat dan berorientasi akhirat. Sehingga amal-amalnya tidak berputar pada bagaimana memenuhi kesenangan duniawi semata, tetapi justru dihiasi dengan amal shaleh. Demikianlah sistem Islam mewujudkan masyarakat tanpa riba, sehingga kehidupan menjadi berkah karena kita semata-mata hanya mengharap ridho Allah, Inilah indahnya hidup dibawah sistem Islam, yaitu Daulah khilafah. Wa’alaikumsalam
Views: 8
Comment here