Oleh : Ismawati
wacana-edukasi.com, OPINI– Dilansir dari Kompas.com (30/7), sebanyak enam orang warga meninggal dunia akibat kekeringan melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Enam orang di antaranya adalah anak-anak. Para korban ini meninggal usai mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala. Selain itu, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam, Kemensos Adrianus Alla menyebut sebanyak 7.500 jiwa terdampak kekeringan dan berimbas pada kelaparan.
Kekeringan melanda Papua sebagai dampak Badai El Nino sejak awal Juni 2023. Fenomena hujan es yang terjadi pada awal Juni menyebabkan tanaman warga yaitu umbi yang merupakan makanan pokok menjadi layu dan busuk. Setelah tidak turun hujan sehingga tanaman warga mengalami kekeringan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengklaim bahwa telah memberitahu pemerintah akan adanya musim kemarau sejak 2023.
Kekayaan Alam Papua
Di tengah kesulitan hidup yang dialami warga papua, sejatinya Papua adalah wilayah yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, Indonesia memiliki tambang emas seluas 1.181.071,52 hektare (ha). Tambang tersebut tersebar di 25 provinsi. Papua memiliki tambang emas terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 229.893,75 ha.
Selain emas, tembaga merupakan SDA yang dimiliki oleh Papua dengan total produksi tembaga Freeport-McMoRan mencapai 3,84 miliar pon. Sementara untuk perak Papua memiliki sebanyak 1.76 juta ton biji perak dan 1.875 juta ton biji untuk cadangan perak. Berdasarkan data Booklet Perak yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, ini cadangan sumberdaya yang dimiliki tanah Papua, (cnbcindonesia.com, 12/1/23).
Sayangnya, kekayaan alam lari pada perusahaan asing yang ada di tanah Papua. PT Freeport asal Amerika Serikat berhasil mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia di tahun 1967 dan baru bisa benar-benar menambang emas dan tembaga di Papua pada tahun 1973 hingga sampai saat ini. Sudah lebih dari jutaan ton emas diangkut oleh perusahaan milik asing ini. Di mana perharinya bisa menghasilkan emas sebanyak 240kg.
SDA yang tak kalah menggiurkan di Papua adalah tembaga, emas, batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, minyak bumi dan gas alam. Cadangan gas alam di wilayah Teluk Bintuni, Papua mencapai lebih dari 500 miliar, dengan potensi mencapai 800 miliar yang banyak diekspor ke Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok.
Kendala Penyaluran Bantuan
Seharusnya berkaca dengan kekayaan alam sebanyak itu, masyarakat Papua bisa hidup sejahtera. Bahkan, bisa saja seluruh Indonesia dan dunia jika betul-betul dikelola dengan baik oleh negara. Tidak akan ditemui masyarakat miskin yang mati karena kelaparan di negeri kaya SDA seperti dalam kasus ini.
Hanya saja, dalam penyaluran bantuan ternyata masih ada kendala karena faktor keamanan dan akes. Wilayah bencana yakni Distrik Lambewi dan Distrik Agandume hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki dari Distrik Sinak. Cara lain adalah dengan pesawat terbang, namun penyalur bantuan kesulitan mendapatkan layanan penerbangan lantaran faktor ancaman keberadaan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata). Sebab, wilayah itu masuk dalam kawasan perlintasan KKB.
Dilematis memang. Di satu sisi ancaman kelaparan akibat bencana kekeringan makin mengkhawatirkan, di sisi lain ancaman keamanan aparat yang ingin menolong dari KKB. Kelompok ini kerap menyendera bahkan melakukan kekerasan. Terbaru, penyanderaan seorang Pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, disandera KKB pimpinan Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023 sesaat setelah mendaratkan pesawatnya di Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.
Cengkeraman Asing
Gemerlap kekayaan SDA nyatanya menarik mata dunia, terkhusus para kapitalis asing. SDA di Papua bak gadis cantik yang membelalakan mata. Tak ayal, perusahaan asing banyak yang berlomba-lomba menanam saham mereka untuk dapat mengeruk sumber SDA. Sementara masyarakat yang tidur di atas tanah kaya, hanya bisa gigit jari melihat harta mereka diangkut oleh para kapitalis.
Memang, di satu sisi bencana kelaparan Papua adalah akibat perubahan musim dan cuaca karena saat ini dampaknya begitu terasa di beberapa wilayah Indonesia. Namun, faktor tak kalah penting dari bencana kelaparan Papua dalah hadirnya para kapitalis-neoliberal yang menduduki negeri-negeri kita. Mereka mengangkut kekayaan SDA dengan sukarela, dan warganya jauh dari kata sejahtera. Mulailah muncul beragam krisis melanda negeri kaya SDA ini.
Belum lagi keberadaan KKB pada warga yang sejatinya sesama etnis Papua. Mereka mengklaim ingin merdeka dari Papua. Penyelesaiannya tak kunjung ada titik terang hingga hari ini. Butki bahwa negara dalam sistem kapitalisme tidak mampu menyatukan warga negara. Akankah kehadiran KKB hanya sebatas kamuflase untuk melanggengkan keberadaan Freeport di tanah Papua?
Sejatinya, terlalu sempit memahami kelaparan di Papua adalah soal cuaca dan keamanan. Mengingat, persoalan kelaparan dan kesulitan makanan sudah ada sejak bertahun-tahun lalu. Ini jelas karena kuatnya cengkraman kapitalis asing yang menjajah pulau kaya SDA itu. Buruknya sistem pengelolaan ekonomi dan kekayaan menjadi faktor utama kelaparan Papua belum bisa teratasi.
Islam adalah Jawaban
Jika kapitalisme sudah jelas-jelas membawa kerusakan, maka dibutuhkan sistem sahih yang membawa umat dalam kesejahteraan. Yakni sistem Islam sebagai satu-satunya agama yang diciptakan oleh Allah Swt. sangat sempurna dan paripurna. Bumi ini adalah milik Allah Swt. seharusnya kebijakan yang lahir di bumi ini sejalan dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. saja.
Dalam Islam, negara adalah pelayan rakyat yang bertanggung jawab atas segala urusan rakyat. Sebagaimana dalam hadist Nabi Saw. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Jika sampai terjadi bencana kelaparan, negara akan mengoreksi total sistem kebijakan ekonomi negara. Mulai dari kebijakan ekonomi hingga distribusi makanan pada warga negaranya. Tidak harus menunggu korban dulu baru ada penyelesaian. Upaya pencegahan juga akan dilakukan negara Islam dalam menanggulangi kelaparan.
Seperti misalnya melarang adanya para kapitalis asing yang mengelola SDA negeri Islam. Terlebih, tambang emas yang ada di Papua merupakan kekayaan alam yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat. Kekayaan alam tersebut jika dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan untuk mengurusi kebutuhan rakyat. Sayangnya, hanya bisa dilakukan saat negeri ini menerapkan sistem ekonomi Islam.
Keamanan negara seharusnya lebih canggih saat ini. Kita memiliki aparat keamanan bersenjata lengkap yang seharusnya bisa menyelesaikan problem KKB. Tidak membiarkannya berlarut hingga akhirnya akan muncul korban kelaparan lagi di Papua.
Berkaca pada Papua, sesungguhnya problem kelaparan dan kemiskinan di Provinsi lain di Indonesia juga sama, terkhusus wilayah Sumatera Selatan (Sumsel). Yakni karena langgengnya oligarki dan cengkeraman kuat para kapitalis dalam menguasai kekayaan alam negeri. Di mana seharusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat, justru diambil untuk menyuap perut-perut besar para pemilik modal.
Sejatinya, kebutuhan negeri ini pada sistem pemerintahan Islam (khilafah) adalah sangat penting dan genting untuk segera terwujud. Agar, tidak terjadi lagi korban kelaparan di tengah kayanya SDA. Betapa banyak Allah Swt. memberikan kekayaan alam di bumi ini, tapi warganya masih hidup dalam kemiskinan yang berlarut-larut. Semoga Allah Swt. menyegerakan pertolongan-Nya dengan tegaknya Khilafah sebagai sebuah sistem yang menyejahterakan rakyat. Aamiin.
Wallahua’lam bisshawab.
Views: 7
Comment here