Fenomena maraknya seks bebas di kalangan remaja disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya latar belakang pendidikan di dalam rumah (interaksi anak dan kedua orang tua), dan minimnya pembekalan dari orang tua tentang pergaulan dengan lawan jenis kepada anak-anak
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Saat ini remaja Indonesia berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di samping terjerat berbagai kasus tawuran dan narkoba, mereka juga terjerumus dalam seks bebas. Dampak seks bebas turut menyumbang tingginya penderita HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya.
BKKBN telah mengungkapkan bahwa setiap tahunnya sekitar lima puluh ribu anak mengalami kehamilan di luar nikah (CNN, 18/01/23). Sungguh kondisi yang amat memprihatinkan. Remaja yang seharusnya memiliki masa depan sebagai penerus generasi bangsa, rusak oleh pergaulan bebas.
Belum lama publik juga digegerkan dengan berita pernikahan dini di Ponorogo, di mana didapati sebanyak 191 pemohon dispensasi perkawinan anak. Sementara itu, di kota Bandung jumlah permintaan dispensasi menikah oleh anak di bawah umur mencapai 193 pemohon di tahun 2021, dan banyak lagi kasus yang serupa.
Upaya BKKBN dalam pencegahan terjadinya pernikahan dini belum membuahkan hasil yang maksimal. Tingginya angka pelaku hubungan seksual pada anak-anak, adalah karena tingginya angka kasus pencabulan, pernikahan dini, hingga berujung pada kasus penjualan atau pembuangan bayi yang terus terjadi.
Fenomena maraknya seks bebas di kalangan remaja disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya latar belakang pendidikan di dalam rumah (interaksi anak dan kedua orang tua), dan minimnya pembekalan dari orang tua tentang pergaulan dengan lawan jenis kepada anak-anak. Faktor lain yang berpengaruh besar adalah adanya akses media internet yang menyajikan fakta tentang pergaulan bebas. Didukung pula oleh gaya pacaran remaja saat ini yang sudah tanpa malu, karena mencontoh dari apa yang mereka lihat di internet.
Upaya dari pemerintah hanya sebatas himbauan dan meminta kepada para orang tua untuk mengawasi pergaulan anak-anaknya, dan memberi himbauan pada remaja untuk mendapatkan edukasi tentang seksualitas dan reproduksi melalui sekolah-sekolah agar anak-anak mengenal bahaya seks bebas. Tentu saja ini tidak efektif, jika negara tidak menutup akses situs yang berbau pornografi maupun pornoaksi. Inilah bentuk berlepas tangannya pemerintah dalam urusan pergaulan pria dan wanita, yang dianggap sebagai urusan pribadi. Ini adalah konsekuensi diambilnya prinsip sekulerisme oleh negara, di mana sekulerisme mengharuskan disingkirkannya peran agama dalam kekuasaan.
Fakta semacam ini adalah bukti nyata bahwa perzinahan merupakan buah dari penerapan ide sekulerisme, di mana aturan agama tidak dipakai sebagai pengatur kehidupan dunia. Agama hanya diambil sebagai pengatur urusan ibadah (spiritual). Berdasarkan sekulerisme, dipahami bahwa perzinahan adalah cara pemuasan untuk mendapatkan kebahagiaan dari sebuah hubungan. Maka wajar jika banyak generasi muda terjerumus dalam pergaulan bebas. Mereka menganggap bahwa seks di luar nikah bukan hal yang tabu, asal suka sama suka. Padahal sebenarnya perzinahan akan mendatangkan petaka dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.
Perzinahan juga dapat menimbulkan persoalan baru seperti aborsi, pelacuran, penyakit kelamin dan pembuangan janin tak berdosa. Oleh karena itu, tidak boleh dianggap enteng persoalan seks di luar nikah ini. Harus ada solusi tuntas yang dapat menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh, dengan cara pandang yang menyeluruh dan cemerlang, yaitu dengan penerapan sistem yang berasal dari Pencipta yang Maha Kuasa, Allah SWT.
Islam memiliki aturan yang khas dalam mencegah terjadinya seks bebas agar tidak merusak generasi, diantaranya: Pertama, memerintahkan pria dan wanita untuk menundukkan pandangan. Kedua, pria dan wanita diwajibkan menutup auratnya secara syar’i, dan melarang wanita bertabarruj (menonjolkan kecantikannya). Ketiga, wanita yang hendak bepergian, maka harus ditemani oleh mahramnya. Keempat, dilarang berduaan antara pria dan wanita kecuali ditemani oleh mahramnya. Kelima, melarang wanita keluar rumah tanpa seizin suami atau walinya. Keenam, tidak bercampur baur pria dan wanita (ikhtilat). Ketujuh, membolehkan kerja sama pria dan wanita dalam urusan yang bersifat umum, seperti muamalah.
Itulah aturan yang harus dipahami dan diterapkan oleh generasi saat ini. Untuk itu diperlukan edukasi massif khususnya kepada remaja, agar mereka memiliki pemahaman dan kesadaran dalam masalah pergaulan ini. Diperlukan pula dukungan keluarga, masyarakat, dan negara agar semua aturan tersebut diterapkan dalam kehidupan praktis sehari-hari.
Wallahu A’lam bishshowwab.
Anti Riyanti
Indramayu
Views: 87
Comment here