Penyakit LSD pada hewan ternak khususnya sapi yang merupakan penyakit menular disebabkan oleh virus dari keluarga “Poxviridae”. Penyakit LSD ini ditandai munculnya benjolan pada kulit sapi terutama pada bagian leher, punggung dan perut. Sapi yang terkena penyakit LSD ini akan mengalami demam, kehilangan nafsu makan dan mengalami penurunan produksi susu.
Oleh: Nunik Krisnawati (Muslimah Musi Banyuasin)
wacana-edukasi.com, OPINI– Tahun lalu dunia peternakan dihadapkan penyakit ternak PMK yang berbahaya, kini muncul penyakit Lumpy Skin Diseases (LSD) yang tak kalah mengkhawatirkan. LSD ini menyerang ternak sapi terutama bagian kulit. Sapi yang terpapar penyakit LSD akan mengalami harga jual yang rendah sampai 30 persen karena bagian kulit tidak bisa dijual.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang Purus Subendro mengatakan penyakit LSD sudah masuk ke Indonesia sejak Februari 2022 dan menjadi virus endemi di Indonesia. Penyakit LSD ini juga tak kalah merugikan dibanding Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) walaupun penyebarannya terbilang lambat (kumparanbisnis, 05/08/2023).
Dengan menyebarnya penyakit ternak LSD ini, Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengambil langkah pencegahan penyebaran dengan menangguhkan impor sapi dari empat fasilitas di Austraslia. Kepala Barantan, Ir. Bambang mengatakan penangguhan impor sapi ini dilakukan sampai dengan hasil investigasi temuan penyakit LSD lebih lanjut (voaindonesia.com, 01/08/2023)
Kebutuhan Daging Meningkat
Kita ketahui bersama bahwa harga daging sapi setiap tahun bergejolak di pasar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan sapi lokal dibanding pertumbuhan konsumsi daging secara nasional. Fakta permintaan daging sapi yang setiap tahun terus meningkat menjadikan daging sapi sebagai komoditas pangan yang strategis dan patut diperhitungkan. Meningkatnya konsumsi daging sapi ini kemudian berdampak pada tingginya harga dan keran impor diambil sebagai jalan pasokan utamanya.
Industri peternakan di Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Padahal, permintaan sapi domestik semakin tinggi. Kebutuhan akan konsumsi daging sapi ataupun susu sapi setiap tahun makin meningkat, akan tetapi pemenuhannya kecil. Hal Ini dikarenakan peternak sapi masih terkendala oleh modal dan teknologi dalam usaha ternaknya. Cara beternak yang seadanya, dan perawatan yang terbatas juga membuat lambatnya pertumbuhan sapi.
Ditambah lagi dengan ketidaksiapan peternak ketika menghadapi virus yang menyerang hewan ternak mereka. Akibatnya hasil peternakan tidak optimal, dan keuntungannya pun tidak maksimal. Selain itu peternakan juga masih didominasi oleh peternak tradisional dan di sebagian masyarakat, ternak sapi dimanfaatkan untuk tabungan jangka panjang, bukan sebagai sapi pedaging.
Maka, kebijakan pengurangan volume impor dengan peningkatan sapi lokal dirasa kurang tepat sehingga harus diselesaikan dengan segera. Sayangnya, kebijakan yang ditetapkan tak berpihak pada peternak lokal, namun justru condong pada kepentingan para importir.
Penanganan Lamban Rugikan Peternak
Pemerintah berkoordinasi dengan Departemen Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (DAFF) Australia sebagai langkah awal untuk menyelidiki temuan LSD pada empat peternakan di Australia yang kini ditangguhkan. Namun langkah yang diambil pemerintah ini dirasa lambat. Vaksinasi pun belum diambil sebagai langkah untuk menekan penyebaran LSD, dengan alasan penyebarannya terbilang lambat dan dianggap sebagai penyakit yang tidak berbahaya. Padahal vaksinasi tersebut adalah upaya efektif untuk mencegah menyebarnya penyakit LSD ini. Terlebih lagi impor sapi hidup dari Australia saat ini masih terus berjalan di 56 peternakan lain dari 60 peternakan yang terdaftar.
Meskipun mustahil menghentikan impor sapi, pemerintah harusnya membuat kebijakan tegas. Hal ini terkait penyakit ternak yang sangat mengkhawatirkan. Kebijakan karantina sapi impor dan vaksinasi ternak lokal memang telah dilakukan, tetapi selama keran impor masih dibuka selama penangguhan, tak ayal lagi bahwa pemerintah bertindak spekulatif dan kurang hati-hati dalam menangani urusan publik terutama di sektor peternakan.
Selain itu, persoalan yang tak kalah urgen adalah kerugian peternak sapi lokal. Ternak yang sudah terpapar penyakit LSD akan memerlukan pengobatan dah butuh waktu lama penyembuhannya. Sedangkan sapi yang sudah terjangkit penyakit LSD akan mengalami penurunan kualitas kulit sehingga tak laku dijual. Ini jelas menambah kerugian bagi peternak sapi lokal.
Beginilah ketika negara diatur oleh sistem buatan manusia yang bernama Sistem Kapitalis. Sistem ini membuat negara menghitung-hitung dalam mengurus kebutuhan rakyat, sebab sistem ini dibangun atas asas untung dan rugi.
Vaksinasi tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di sisi lain, kapitalisme membuat pemilik modal bebas mengembangkan dan mengelola kebutuhan masyarakat sebagai bahan komersil. Akibatnya vaksinasi dan obat-obatan dikuasai industri swasta bukan dikendalikan oleh negara seutuhnya. Jadilah vaksinasi yang menjadi langkah efektif untuk pencegahan penyakut LSD ini belum masif dilakukan. Padahal langkah ini adalah langkah yang harus segera diambil agar peternak tidak mengalami kerugian dan pasokan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewan tetap terjaga.
Pengelolaan Peternakan Sapi dalam Islam
Islam menetapkan negara sebahai pihak yang bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Rasulullah Saw. sampai memberi ancaman jika pemerintah tidak melakukan pengurusan atau periayahan yang baik sebagaimana yang diperintahkan oleh syariat. Rasulullah Saw. bersabda: “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku, kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia, dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkalah ia” (HR. Muslim dan Ahmad).
Maka jika sedari awal sudah terdeteksi penyakit LSD pada hewan ternak sapi, walaupun masih gejala, Khilafah akan mengambil langkah pencegahan dan antisipasi sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai pengelola urusan rakyat.
Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Islam bab Qodha dan Qodar menjelaskan ” bahwa Allah Ta’ala telah memberikan kepada setiap makhluk nya qadar (khasiat). Pada umumnya virion (partikel virus) memiliki qadar virulen (penyebab penyakit). Virus Poxviridae menyebar melalui gigitan nyamuk atau lalat. Masa inkubasi virus ini selama 5- 14 hari sebelum timbul gejala. Penyebaran dapat terjadi secara cepat ketika ada sapi dalam satu kandang terjangkit penyakit LSD ini atau kandangnya yang berdekatan.
Penyakit LSD pada hewan ternak khususnya sapi yang merupakan penyakit menular disebabkan oleh virus dari keluarga “Poxviridae”. Penyakit LSD ini ditandai munculnya benjolan pada kulit sapi terutama pada bagian leher, punggung dan perut. Sapi yang terkena penyakit LSD ini akan mengalami demam, kehilangan nafsu makan dan mengalami penurunan produksi susu.
Dengan mengetahui qadar dari penyebab LSD, sebenarnya LSD mampu ditangani dengan cepat. Diantaranya dengan pemberian vaksin pada hewan ternak, karantina agar tidak menular kepada sapi yang sehat, pengobatan kepada sapi yang terserang penyakit dan pengendalian serangga yang dilakukan secara intensif dengan menggunakan insektisida serta menjaga kebersihan kandang.
Dalam Khilafah negara akan menjadi garda terdepan untuk memastikan setiap upaya pencegahan dan penanganan penyakit pada ternak. Khilafah akan dibantu oleh Departemen Kemaslahatan umat, Biro Peternakan, Dokter Hewan, dan para ahli. Para peternak pun akan mendapatkan vaksin juga pengobatan gratis untuk ternak mereka. Edukasi yang masif dari dokter hewan dan para ahli dan hal-hal yang mampu memberikan jaminan kesehatan pada hewan ternak. Bila hewan ternak khususnya sapi dalam kondisi sehat, para peternak akan terhindar dari kerugian. Pada akhirnya, kebutuhan masyarakat akan daging sebagai sumber protein hewani juga akan tercukupi.
Demikianlah langkah pencegahan dan antisipasi yang dilakukan oleh Khilafah sebagai wujud tanggungnya dalam mengurus urusan umat.
Waallahu alam bi showab
Views: 3
Comment here