Jika kita cermati, generasi saat ini mengalami penurunan kualitas mental akibat paham liberalisme. Paham yang mendewakan empat kebebasan mulai dari kebebasan berbicara/berpendapat, kebebasan berperilaku, kebebasan memiliki dan kebebasan beragama.
Oleh: Siti Muslikhah
wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus perundungan di institusi pendidikan makin marak terjadi. Dalam catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) selama Januari hingga Juli 2023 telah terjadi 16 kasus perundungan. Pada tahun ajaran sekolah 2023/2024 yang baru saja di mulai pada Juli 2023 telah terkaji empat kasus perundungan. Di kabupaten Cianjur, terjadi perundungan terhadap 14 siswa SMP berupa kekerasan fisik yaitu dijemur dan ditendang oleh kakak kelas yang sudah duduk di bangku SMA/SMK karena terlambat ke sekolah. Di kota Bengkulu, seorang siswi SMAN yang didiagnosa autoimun mengalami perundungan dari empat guru dan sejumlah teman sekelasnya. Di Samarinda, salah satu siswa SMA korban bully menusuk siswa yang diduga kerap membullynya. Dan belum lama ini di Rejang lebong, Bengkulu, seorang guru olah raga yang menegur peserta didik karena kedapatan merokok lantas menendang anak tersebut. Karena tidak terima, orang tua si anak membawa ketapel dan menyerang mata si guru hingga pecah dan mengalami kebutaan permanen.
Menurut Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti dari 16 kasus perundungan di satuan pendidikan tersebut 25 persen terjadi pada tingkat SD dan SMP dan 18,75 persen di SMA dan SMK, sedangkan di madrasah tsanawiyah dan pondok pesantren masing-masing 6,25 persen. Sedangkan jumlah korbannya pada peserta didik 41 orang dan guru 2 orang. Pelaku perundungan didominasi oleh peserta didik yaitu sebanyak 87 pelaku, pendidik 5 orang, orang tua siswa 1 orang dan kepala madrasah 1 orang. Perundungan di satuan pendidikan ini terjadi di 8 provinsi dan 15 kabupaten/kota negeri ini (voaindonesia.com, 5/8/2023).
Sungguh kejadian ini membuat hati miris. Institusi pendidikan yang sejatinya menjadi tempat pembentukan karakter mulia namun nyatanya justru sebaliknya, sadis dan bengis. Nawacita berbasis Pendidikan karakter yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter juga Program Profil Pendidikan Pancasila yang tertuang dalam Permendikbud RI Nomor 22 tahun 2020 belum juga membuahkan hasil.
Jika kita cermati, generasi saat ini mengalami penurunan kualitas mental akibat paham liberalisme. Paham yang mendewakan empat kebebasan mulai dari kebebasan berbicara/berpendapat, kebebasan berperilaku, kebebasan memiliki dan kebebasan beragama. Kasus perundungan yang sering terjadi tak lepas dari kebebasan berperilaku sehingga mudah bagi generasi untuk mengekspresikan perilaku buruk sekalipun. Bahkan generasi saat ini juga bangga membuat video atau konten-konten yang dirasa unik termasuk video perundungan. Perkembangan teknologi saat ini ibarat pisau yang bemata dua. Di satu sisi mampu memberikan hal positif tapi juga bisa merusak mereka.
Generasi saat ini telah menjadi korban dari buruknya penerapan sistem sekuler di negeri ini. Sebab sistem ini telah menjauhkan agama dari kehidupan termasuk dalam dunia Pendidikan. Agama hanya dipelajari sebatas hafalan sehingga tak mampu membentuk kepribadian Islam pada generasi. Akibatnya, ketakwaan hilang dari generasi kaerena mereka tak lagi menjadikan halal dan haram sebagai patokan dalam segala aktivitasnya.
Islam sangat menentang perilaku perundungan atau kekerasan. Larangan ini terdapat dalam firman Allah Swt. Q.S Al-A’raff ayat 33: “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah Swt. dengan sesuatu yang Allah Swt. tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
Dalam riwayat Muslim dari Jabir bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Takutlah engkau semua – hindarkanlah dirimu semua – akan perbuatan menganiaya, sebab menganiaya itu akan merupakan berbagai kegelapan pada hari kiamat.”
Di dalam syariah Islam, pelaku kekerasan diberi sanksi tegas sehingga memberi efek jera bagi pelakunya. Hal ini akan membuat kasus perundungan/kekerasan bisa teratasi dengan sempurna. Hukuman qishas akan dijutuhkan kepada pelaku perundungan/kekerasan yang sampai menghilangkan nyawa atau adanya kerusakan terhadap sebagian anggota tubuh. Namun apabila tidak sampai berupa kekerasan fisik namun berupa kekerasan non fisik seperti ancaman, teror, pelanggaran kehormatan, pelanggaran kemuliaan, maka hukuman yang akan dijatuhkan berupa takzir yang kadar sanksinya ditetapkan oleh khalifah.
Sistem Islam mampu memberikan keamanan dan juga penjagaan terhadap kehormatan warga negaranya termasuk generasi muda. Sistem ini terbukti mampu melahirkan generasi muda berkualitas seperti Muhammad Al-Fatih, Imam As-Syafi’i, Ibu Sina dan masih banyak lagi yang lainnya. Mereka adalah sosok unggul, ilmuwan saleh, dan pahlawan muslim yang cerdas secara aqliyah dan terpuji nafsiahnya.
Kualitas sebuah generasi sangat ditentukan oleh sistem yang diterapkan sebuah negara. Sistem sekuler telah nyata hanya menghasilkan generasi yang lemah dan rusak. Maka satu-satunya cara agar terlahir generasi berkualitas sebagaimana generasi Islam terdahulu, kita harus mengganti sistem negeri ini menjadi sistem yang berasal dari Allah Swt. pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta ini yaitu sistem Islam. Sudah saatnya kita satukan langkah dan bahu membahu dalam perjuangan menegakkan sistem Islam agar keberkahan dari langit dan bumi meliputi negeri ini.
Wallahu a’lamu bishawab.
Views: 14
Comment here