Surat Pembaca

Keluarga Aman dari Kekerasan Seksual, Cukupkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummu Choridah Ummah

(Aktivis Muslimah)

wacana-eduakasi.com, OPINI– Indra Gunawan sebagai staf Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkapkan pencegahan kekerasan seksual harus dimulai dari keluarga, dan masyarakat bisa berkontribusi dalam TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) (republika.com, 27-08-2023). Sementara itu kasus kekerasan seksual banyak dilakukan oleh anggota keluarga itu sendiri, lantas bagaimana keluarga menjadi pelindung bagi anak?

Ratri Kartikaningtyas Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), mengatakan peran keluarga sangat penting dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak, namun tidak sedikit kasus kekerasan ini dilakukan oleh satu anggota keluarga, maka untuk mencegah kekerasan seksual, kolaborasi dan sinergi dari seluruh pihak sangat dibutuhkan (idtimes.com, 26-08-2023).

Selama periode bulan Januari sampai Juni 2023 tercatat sebanyak 307 kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak di Lampung. Fitrianita Damhuri sebagai Kepala Dinas PPPA Lampung menjelaskan bahwa dari 307 kasus tersebut didominasi oleh anak. Fitri menjelaskan rata-rata kasus kekerasan maupun pelecehan seksual pada anak terjadi di wilayah terdekat yakni di lingkungan keluarga. (detik.com, 9-08-2023)

Faktor Pemicu Kekerasan Seksual

Kasus kekerasan seksual pada anak merupakan kasus yang sangat kompleks dan rumit, lantaran pelaku kekerasan saat ini tidak hanya dilakukan oleh orang tidak dikenal, melainkan oleh anggota keluarga itu sendiri. Ayah terhadap anak, kakak terhadap adik, ibu terhadap anak, kakek terhadap cucu dan seterusnya. Maka hal ini tidak bisa hanya dilakukan pencegahan dari keluarga saja, perlu melihat akar masalah dari kasus-kasus ini.

Maraknya video game yang dimainkan orang dewasa sampai anak-anak seringkali menampilkan prilaku animasi yang tidak pantas untuk dilihat. Tokoh animasi pun banyak sekali memperlihatkan bentuk tubuh dengan pakaian terbuka. Jelas game yang dimainkan secara terus menerus membuat pemain merasa ketagihan dan ingin terus memainkannya sehingga menjadi sebuah rutinitas dalam hidup.

Selain itu, begitu banyakanya video pendek yang menampilkan seseorang melakukan tarian-tarian yang menampakkan anggota tubuhnya di sosial media. Bahkan iklan di televisi juga tidak ketinggalan melakukan hal serupa, demi meraup konsumen sebanyak-banyaknya, produk diiklankan dengan menggunakan wanita berbusana seksi berlenggak-lenggok mempromosikan produknya. Saat ini jangkauan media sosial sangat mudah diakses oleh anak-anak.

Lebih ironinya, industri film porno saat ini meraup keuntungan jauh lebih besar dari keuntungan industri hollywood. Dari sini kita bisa membayangkan, betapa banyaknya peminat film porno. Lagi-lagi kemudahan mengakses film porno ini dapat juga dilakukan oleh anak-anak hanya dengan modal handphone dan kuota internet.

Kemudian kita dapat berpikir dengan fakta yang ada, apakah mungkin tindak pidana kekerasan seksual ini bisa dicegah dengan hanya ruang lingkup keluarga saja? Apakah mungkin anak kita akan aman ketika di dalam rumah terasa sudah baik? Tentu kita akan menjawab tidak.

Bayangkan saja, berawal dari tokoh animasi dengan busana terbuka, kemudian konten konten tarian yang menampakkan anggota tubuhnya, sampai kepada film porno yang banyak dan mudah diakses. Semua hal ini merupakan fakta nyata yang bisa menjerumuskan seseorang berapapun usianya, apapun latar belakang pendidikannnya, untuk terpancing melakukan kekerasan seksual. Bagaimana tidak, ketika seseorang secara terus menerus mendapatkan dorongan naluri seksual pada akhirnya akan merasa ingin segera memenuhi kebutuhan seksual tersebut. Sehingga ia tidak akan dapat berpikir dengan jernih siapa target yang akan memuaskan nalurinya. Maka tidak heran ketika kita membaca berita ayah memperkosa anaknya dan lain sebagainya.

Dalam sebuah seminar Psikolog Elly Risman mengatakan film porno ini akan merusak otak manusia, rusaknya sama seperti seseorang kecelakaan mobil. Pornografi merusak otak sehingga membuat seseorang berkelakuan seperti binatang. Ketika seseorang menonton film porno akan masuk ke dalam pusat perasaan dan pusat perasaan akan mengeluarkan cairan yang bernama dopamine yang membuat orang fokus, bergairah tetapi membuat kecanduan. Maka tidak heran ketika sudah pernah melihat sekali ingin terus melihat lagi. Dopamin ini akan mengecilkan bagian otak yang berfungsi mengontrol diri, menahan nafsu, mengendalikan emosi, membuat perencanaan, mengetahui akibat dan mengambil keputusan. Maka ketika seseorang sudah kecanduan, ia tidak bisa mengontrol diri, maka terjadilah pemerkosaan, seks bebas dan lain lain.

Kemen PPPA mengatakan keluarga harus memberikan edukasi kepada anak, sehingga anak dengan rasa aman dan berani untuk menceritakan jika terjadi kekerasan seksual. Pernyataan ini jelas bukan sebuah pencegahan, anak bisa saja aman di dalam rumah, apakah anak akan selamanya saja di dalam rumah? Tentu tidak. Anak akan bertemu banyak orang yang tidak bisa kita cegah. Baru-baru ini kita mendengar kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru kepada siswanya di salah satu pondok pesantren. Ini jelas membuktikan anak bisa saja tidak aman berada di sekolah sekalipun.

Bisa kita katakan anak-anak kita berada di situasi yang sangat tidak aman, di mana pun itu. Ketidak amanan ini tercipta karena sistem sekuler, sistem yang memisahkan kehidupan dengan agama. Sistem yang menjunjung tinggi kebebasan, karena terlalu bebas sampai-sampai seseorang bebas melakukan kekerasan seksual pada anak sekalipun, dan hukuman yang diberikan oleh sistem sekuler sangat tidak sebanding dengan perbuatannya.

Bagaimana Islam Mencegah Kekerasan Seksual?

Ketika Islam menjawab segala permasalahan hidup pasti akan mengurai permasalahan dari akarnya. Maka, Islam mengajarkan kita untuk menjauhi segala perbuatan zina, seperti dalam surah Al-Isra : 32

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Artinya: ” _Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”_

Zina bukan hanya berhubungan badan, namun bisa juga melalui mata. Maka perlu kita jaga mata dan perbuatan kita dari mendekati zina.

Kita sepakat bahwa kekerasan seksual tidak bisa hanya dicegah dari dalam rumah saja atau di dalam lingkup keluarga saja, namun perlu peran lain yang lebih besar untuk mendukung keamanan bagi kehidupan anak di luar rumah, maka, perlu peran masyarakat yang saling mendukung dalam keamanan dan edukasi seksual kepada anak. Masyarakat perlu memiliki satu pemikiran dalam menciptakan lingkungan yang baik.

Selain itu kita juga memerlukan peran yang lebih besar, yaitu negara. Negara perlu menyeleksi segala peluang terjadinya tindak kekerasan seksual, terutama dari tayangan dan game yang beredar saat ini. Mewajibkan edukasi seksual kepada anak dan menjamin kesejahteraan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan.

Dalam Islam, sanksi atau hukuman yang diberikan bersifat _jawabir_ yaitu menghapus dosanya di dunia, dan bersifat _jawazir_ yaitu pencegahan terjadinya tindak kriminal yang baru karena sanksi yang diberikan akan memberikan efek jera. Ketika Islam ditegakkan jelas akan menjadi upaya pencegahan terwujud nyata dan terjaminnya perlindungan bagi warga negara.

Maka bukan hanya keluarga yang harus melakukan pencegahan, namun tiga pilar ini (keluarga, masyarakat dan negara) perlu bekerja sama dalam menciptakan kehidupan yang aman dari kekerasan seksual. Kita juga perlu menegakkan hukum Islam di muka bumi ini, demi terciptanya kesejahteraan bermasyarakat. Maka perlu peran kita semua untuk mendakwahkan Islam kaffah.

Wallahualam Bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 86

Comment here