Opini

Bacaleg Bekas Napi Korupsi, Pantaskah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Melani N

wacana-eduksi.com, OPINI– Euforia pemilihan semakin hangat, nama nama calon dari masing masing partai sudah mulai terpasang, para pemain lama pun tak ketinggalan untuk mencalonkan kembali, wajah wajah baru pun bermunculan juga. Bagai suara katak dimusim hujan, riuhnya pemilihan semakin nyaring hingga pelosok kampung.

Namun bagi sebagian rakyat saat ini, memilih wakil rakyat, menjadi hal yang sangat penting, apalagi untuk sekedar mengetahui kriteria calon yang akan mereka pilih. Mereka berpikir ini adalah moment sejarah penentuan nasib mereka untuk 5 (lima) tahun ke depan. Jangan sampai mereka memilih kucing dalam karung.

Indonesia Corruption Watch, merilis 12 nama calon anggota legislatif (caleg) mantan terpidana korupsi yang akan ikut berkontestan dalam pileg 2024 yang akan datang. Kurnia Ramadhan, peneliti ICW mengatakan terdapat 12 nama caleg hasil temuan dari daftar calon sementara (DCS) yang dirilis pada tanggal 19 Agustus 2024. (Kompas.com, 25 Agustus 2023).

Dalam UU no.7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, disebutkan pada pasal 240 ayat 1 huruf g, diketahui bahwa izin soal narapidana menjadi caleg. Dalam pasal tersebut, tidak ada larangan khusus bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar sebagai caleg DPR dan DPRD. Dan jika seorang mantan koruptor ingin mendaftarkan diri menjadi caleg, hanya diwajibkan untuk mengumumkan diri ke publik terlebih dahulu bahwa dirinya pernah dihukum penjara dan telah menjalani hukuman. (CNN Indonesia, 22 Agustus 2023).

Pro dan kontra pun terjadi di tengah masyarakat, pasalnya saat ini untuk melamar pekerjaan di dalam perusahaan atau instansi manapun diwajibkan untuk melapirkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai salah satu syarat wajib bagi pelamar pekerjaan. Sungguh miris, ketidak adilan di negeri ini begitu sangat nyata. Bagaimana seorang legislatif sebagai representasi dari rakyat suatu negara, yang harusnya mempunyai catatan bersih dari tindak korupsi, justru mendapatkan porsi istimewa menjadi wakil rakyat kembali, meskipun mereka pernah mempunyai catatan kriminal.

Demikian undang undang yang berlaku saat ini, adalah buah dari keputusan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pada akhirnya menjadi sebuah pertanyaan, sebetulnya mewakili siapakan para caleg tersebut? Sehingga catatan kriminal yang mereka sandang menjadi terabaikan.

Menengok kembali pemilihan umum yang pernah diselenggarakan ditahun 2019. KPU secara gamblang pernah membuat peraturan yang melarang mantan narapidana korupsi mendaftar sebagai calon legislatif (DPR,DPRD,DPD). Akan tetapi aturan tersebut digugat oleh MA (Mahkamah Agung) karena pembatasan hak politik bagi mantan narapidana korupsi dan bertentangan dengan UU no.7 tahun 2017 tentang pemilu. Walhasil, hingga hari ini pun beberapa mantan narapidana korupsi yang terlibat, lolos menjadi anggota legislatif dan situasi ini menyebar di berbagai daerah di negri ini. Alih alih memberantas korupsi, justru semakin subur, angkanya pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian lolosnya mantan korupsi menjadi caleg, juga semakin mengokohkan para mantan korupsi bertindak leluasa dengan memainkan regulasi di negara ini.

Asas kebebasan berpendapat merupakan buah dari sistem Demokrasi yang telah lama dianut oleh negri ini. Demokrasi juga merupakan cikal bakal kemaksiatan dan kerusakan dalam suatu negara. Undang undang yang dibuat pun dengan mudah, mereka ubah sesuai kehendak nafsu mereka, tanpa memperhatikan pihak pihak yang dirugikan. Lantas siapa lagi kalau bukan rakyat jelata, yang dulunya pernah menaruh harapan besar kepada para legislatif tersebut.

Para legislatif dalam demokrasi pun lupa, bahwa setelah memperoleh suara dan mendapat kursi, seakan akan apa yang mereka dapatkan saat ini, tidak ada andil dari rakyat. Semua bagai angin lalu yang berhembus entah kemana dan tidak meninggalkan bekas apapun. Sementara rakyat akan diabaikan setelah mereka terpilih .

Namun, bagaimana Islam dalam menetapkan wakil rakyatnya. Islam memandang wakil rakyat adalah amanah yang harus diemban sebaik mungkin. Seorang wakil rakyat adalah orang yang bersungguh sungguh mewakili rakyat dalam memberikan pendapat. Juga sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan dan nasehat dalam berbagai urusan. Segala amanah yang dibebankan pada mereka akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT kelak dihari penghisapan.

Masyarakat yang hidup dalam sistem Islam juga tidak akan memilih wakil yang pernah mempunyai catatan tindak kriminal, karena mereka akan memilih wakil rakyat yang siap menjalankan syariat Islam. Pun mejelis rakyat atau wakil rakyat di sistem Islam akan dengah ikhlas memegang amanah yang di emban.

Oleh karena itu hanya sistem Islam saja yang dapat menjadikan negara bersih dari wakil wakil rakyat yang terlibat praktik korupsi. Karena kewenangan pembuat aturan hanya mutlak milik Allah SWT semata. Dan aturan yang dibuat oleh Islam bersifat tegas bagi siapa saja yang melanggar. Bukan aturan yang berlaku saat ini, yaitu aturan yang dibuat oleh manusia, hasil dari kong kalikong pihak yang berkepentingan di negara ini.

Lantas masihkah kita menggunakan undang undang yang hanya menguntungkan pihak pihak yang memiliki kepentingan untuk dirinya maupun golongannya sendiri? Atau akankah kita beralih kepada sistem Islam. Yaitu sistem yang benar benar menjauhkan para wakil rakyatnya dari tindakan kriminal.
Wallahu’alam bi’shawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here