Opini

Gawat! Indonesia Darurat Pencabulan Anak

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Aydina Sadidah

Wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus pencabulan anak yang melanda tanah air tercinta kita ini telah menunjukkan sinyal merah tanda darurat. Ternyata sekarang tak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban pencabulan, Anak-anak di zaman modern inipun banyak pula yang menjadi korban. Bayangkan, Anak-anak yang seharusnya bisa merasakan masa menyenangkan bersama teman sebayanya justru dipaksa menjadi budak pemuas nafsu. Lebih mengerikannya lagi, kasus yang terdata sebagai pencabulan anak ini telah mencapai jumlah yang fantastis. Berdasarkan pada data terbaru dari detik.com pada 4 Juni 2023 lalu telah terjadi 4.280 kasus pencabulan anak di tanah air dan ada kemungkinan meningkat setelah beberapa bulan berlalu. Untuk usia korban pencabulan anak sendiri berkisar antara umur 13 tahun hingga 17 tahun. Bahkan ada beberapa kasus tertentu yang korbannya jauh lebih muda.

Dengan mewabah nya kasus pencabulan anak jelas membuat para orang tua resah. Khawatir ketika anaknya keluar untuk bermain ada pelaku pencabulan yang menargetkan anaknya sebagai mangsa. Sebab pelaku pencabulan bisa datang darimana, siapa, dan mana saja. Bahkan orang yang terdekat sekalipun keluarga, tidak dapat menjamin bebas dari potensi menjadi pelaku pencabulan. Seperti yang terjadi di kabupaten cirebon pada April 2023 lalu. Ada seorang bapak yang mencabuli anak tirinya yang masih berumur 11 tahun hingga hamil. Sang anak mengaku diancam oleh bapak tirinya. Bila Sang anak tak menuruti apa yang dikatakan oleh bapak tirinya, ia diancam tak akan diberi uang jajan. Maka dengan memanfaat kesempatan ini, Sang bapak telah mencabuli anaknya selama satu tahun sejak April 2022 lalu dengan ancaman yang sama secara berulang.

Orang tuapun dipaksa untuk waspada kepada siapapun. Masyarakat manjadi resah dan bingung. Resah sebab para pelaku pencabulan yang berkeliaran lewat jalur bawah tanah alias sembunyi-sembunyi. Serta bingung mencari cara agar anak bisa terbebas dari kasus pencabulan tanpa mengganggu proses tumbuh dan berkembangnya. Lingkungan sekitar menjadi tak aman, sebab kasus pencabulan bisa terjadi mana saja, tanpa memandang tempat dan usia.

Sungguh miris Indonesia sekarang ini, bagaimana bisa mereka melakukan hal sekeji itu kepada anak kecil? Hukum diterobos, bahkan anaknya sendiripun rela dikorbankan. Bahkan akal pun terburamkan, seakan eksistensinya tak pernah ada, tertutup oleh nafsu yang menggelora ganas. Namun perlu diingat, ada asap berarti ada api. Pencabulan anak tak mungkin tiba-tiba muncul tanpa sebab. Pasti ada faktor pendorong dibaliknya.

Faktor yang paling terlihat dari para pelaku pencabulan adalah karena nafsu. Namun tak hanya nafsu saja yang berperan, tapi yang namanya kesempatan juga turut andil dalam terjadinya kasus pencabulan. Dengan nafsu yang membujuk dan bisa jadi pengawasan orang tua sedang menurun, saat itulah setan membisiki. Maka tak heran bila cara apapun akan mereka tempuh sebab tujuan mereka hanya satu, yaitu memuaskan nafsu. Pun bila pelaku melihat adanya kesempatan untuk menjalankan aksinya, jelas mereka akan semakin berani dan tak ambil pusing lagi akan adanya resiko ketahuan. Apalagi di era sekarang yang mana para orang tua sibuk bekerja mencari nafkah, sedang anaknya berakhir di tempat penitipan. Minimnya kesadaran dan pengawasan orang tua, sehingga memunculkan kesempatan bagi para pelaku pencabulan untuk melakukan aksinya.

Kemudian faktor negara pun tak luput dari mewabah nya kasus pencabulan di tanah air ini. Kurangnya kepedulian negara terhadap kasus pencabulan itulah faktornya yang sebenarnya paling berpengaruh. Kurangnya kepedulian negara bisa dilihat dari banyaknya pornografi yang masih bertebaran terutama di jejaring internet. Bahkan pop-up yang sering muncul di internet tak jarang memuat gambar yang menampilkan wanita berpakaian kurang bahan. Pornografi pun sekarang ini bisa diakses dengan mudah dan sesukanya. Berapapun umurnya asalkan tahu caranya bisa mengaksesnya dengan mudah. Disinilah peran negara dipertanyakan. Padahal jika negara mau, mereka bisa mengerahkan orang untuk memberantas dan memblokir situs-situs pornografi yang bertebaran di jejaring internet. Bahaya situs pornografi bukan hanya bahaya tingkat rendah. Dengan tayangan pornografi yang ditonton jelas akan ada orang yang ka tagihan dan menjadikan panutan. Dari pornografi sebagai panutan, maka jangan heran bila lahir dari masyarakat orang-orang yang berani berbuat cabul terhadap siapapun, negara punya kekuasaan untuk menghentikan dan mengadili. Bagaimana dengan sanksi dari negara sendiri? Meski negara telah mengeluarkan undang demi undang untuk menjerat para pelaku pencabulan dengan hukum, namun tetap saja tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sanksi yang diharapkan mampu menurunkan tingkat pencabulan di Indonesia, justru digampangkan. Alhasil makin bertambahnya hari, bukannya kasus pencabulan anak menurun, tapi justru di lambungkan setinggi-tingginya.

Terbukti bahwa negara dan sistemnya saat ini tak mampu lagi kita andalkan. Sebab mereka hanya memihak kepada segelintir orang saja. Maka bila tidak kepada negara. Kepada siapa lagi kita bisa bersandar?

Islam sebagai sebuah ideologi yang memiliki aturan menyeluruh dalam aspek kehidupan manusia menawarkan solusi sempurna dari Alloh SWT Dzat Yang Maha Sempurna. Tiadalah satu manusia manapun yang mampu menandingi hukum yang diciptakan oleh Tuhan. Islam telah mengajarkan kepada orangtua, khususnya wanita yang menyandang gelar ummu warobatul bait untuk mendidik dan mengawasi anaknya. Wanita memiliki gelar ummu warobatul bait dan gelar itu bukan sebatas gelar. Ia membawa kewajiban kepundak wanita yang mana tak boleh ditinggalkan olehnya. Maka bila bekerja melalaikan ia dari anaknya maka ia harus meninggalkan pekerjaan yang digelutinya kemudian mulai mendidik dan mengawasi anaknya dengan penuh kasih. Wanita boleh bekerja, namun apabila ia sudah bisa membagi atau menyelesaikan tugasnya sebagai ummu warobatul bait.

Kemudian sistem pidana dalam islam bukanlah pidana yang neko-neko. Serta bisa menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Contohnya hukum bagi para pelaku zina yang belum menikah. Islam menghukumnya dengan cambukan di depan khalayak. Mungkin memang terlihat tidak manusiawi. Namun bila dilihat dari alasan itu masuk akal. Alasan pertama adalah agar pelaku yang ingin melakukan kejahatan memikirkannya lagi, apakah ia akan mengalami hal serupa bila tindak kejahatannya ditangkap kedua, menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Dan yang terakhir, jelas. Hukum yang ada itu jelas, sama rata yang kaya, miskin atau bahkan anak pak Sultan sekalipun akan dihukum sama bila melakukan tindakan kejahatan serupa. Makana tak akan ada praktek ‘amplop’ dalam sistem islam. Maka masihkah kita percaya dengan negara kita saat ini yang acuh tak acuh dengan rakyatnya? Atau kita akan berpaling dan bejuang bersama menapaki jalan berbatu untuk menegakkan aturan Tuhan?.
Wallahu a’lam bi ash shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here