Opini

Rapuhnya Generasi, Buah Sekularisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Munawwarah Rahman, S.Pd

wacana-edukasi.com, OPINI– Miris, mungkin kata inilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi generasi muda saat ini. Label Agent of Change yang telah disematkan kepada mereka tampaknya hanya sebuah julukan yang berbanding terbalik dengan fakta. Pasalnya, tidak sedikit dari mereka yang begitu rapuh ketika dihadapkan dengan berbagai persoalan, hingga ada yang memilih bunuh diri untuk menyelesaikan masalah.

Seperti yang terjadi pada Inisial ID (28), seorang pria yang nekat gantung diri di kediamannya, Desa Bonda, Kecamatan Papalang, Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa (11/07/2023. Kejadian itu dibenarkan oleh Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Kalukku, IPTU Judtson Betteng saat dikonfirmasi oleh pihak Tribun-Sulbar.com melalui telfon seluler, Kamis 13 Juli 2023.

Judtson Betteng menyebut, diduga korban mengakhiri hidupnya setelah bertengkar dengan kekasihnya yang bekerja sebagai (TKW) di Arab Saudi. Korban sempat dibawa ke RSUD Mamuju, namun tidak tertolong,” ucap IPTU Judtson.

Sebelumnya kasus bunuh diri juga terjadi pada Inisial RK (17) di Garo’go, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene. Awalnya RK ditemukan oleh pamannya dalam kondisi gantung diri menggunakan seutas tali nilon berwarna biru pada hari Ahad (18/06/2023) malam.

“Berdasarkan informasi dari saksi, korban diduga bunuh diri karena putus cinta,” kata Budi Adi Kasat Reskrim Polres Majene.

Dugaan itu mencuat ketika pihak keluarga mengecek ponsel korban. Didalamnya berisi chat terakhir yang bertengkar dengan seorang perempuan. Diduga kuat adalah kekasih korban,” ujar AKP Budi Adi. Tribunsulbar.com
Selain dua kasus tersebut, masih banyak lagi kasus serupa yang sempat menghiasi media Sulbar beberapa waktu lalu.

Irfan S Kep Ns M Kep, pemegang program kesehatan jiwa Puskesmas se Kabupaten Majene menyatakan, “Sulbar menjadi salah satu provinsi dimana sekitar 81 persen terjadi kasus percobaan bunuh diri. Sedangkan tingkat bunuh diri tertinggi adalah Jawa Tengah.”

Irfan menambahkan dalam kasus bunuh diri terkait erat oleh kesehatan jiwa seseorang. Sehingga dibutuhkan langkah-langkah untuk menguatkan seseorang terkait kesehatan jiwa. “Jika kesehatan jiwa terganggu, maka akan muncul ide bagaimana cara untuk mengakhiri hidup saja, hingga akhirnya melakukan upaya percobaan bunuh diri,” ungkapnya.

Sementara itu, Boby Nurmagandi Ns M Kep Sp Kep J, turut berkomentar seputar faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan bunuh diri, diantaranya: Faktor ekonomi, putus cinta, kehilangan dukungan sosial, kejadian negatif dalam hidup, penyakit kronis, perceraian, hingga korban kekerasan dan lain-lain,” ucap keduanya dalam workshop bertajuk Pencegahan Bunuh diri yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Sulawesi Barat, Kamis (23/6/2023).

Ustadzah Iffah Rochmah, melalui akun youtube Muslimah Media Center (MMC), mengungkapkan, “Kasus bunuh diri seolah menjadi wabah kronis yang terjadi di seluruh pelosok negeri hingga ke penjuru dunia. Bahkan organisasi kesehatan dunia WHO menetapkan hari anti bunuh diri.

PBB mencatat setiap detik ada 4 orang yang meninggal akibat bunuh diri, belum termasuk 20 orang lainnya yang mencoba melakukan bunuh diri, jika ditotal sekitar 800 ribu orang yang meninggal dunia akibat bunuh diri setiap tahunnya. Ini merupakan kondisi buruk yang semestinya mendapat perhatian serius dari semua pihak khususnya pemerintah. Sebab merekalah yang bertanggung jawab penuh atas kondisi generasi saat ini.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw,
“Imam atau (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Harus dipahami adanya kasus bunuh diri menjadi bukti betapa rapuhnya generasi saat ini. Keimanan mereka lemah terutama ketika dihadapkan pada suatu masalah. Mereka lupa setelah kematian, hidup tidak akan berakhir begitu saja melainkan akan ada akhirat, tempat dimana semua perbuatan manusia akan dimintai pertanggung jawaban.

Selain keimanan yang lemah, juga dipicu oleh penerapan sistem sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Islam tidak lagi dijadikan sebagai standar hidup melainkan pada hawa nafsu. Sistem sekuler kapitalisme juga membuat negara berlepas tangan untuk memberikan pemahaman yang benar, generasi kemudian terbiasa memisahkan agama dari kehidupan sehingga mereka tidak paham tujuan hidup dan tidak tau solusi apa yang harus mereka gunakan dalam menyelesaikan persoalan hidup. Wajar jika output yang dihasilkan adalah generasi yang rapuh, gampang stress dan memilih untuk bunuh diri.

Padahal bunuh diri dalam Islam adalah tindakan yang tercelah, sebagaimana firman Allah swt:

“Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu” (TQS. An-Nisa : 29).

Selain itu, pelaku bunuh diri akan mendapat azab yang sangat pedih di yaumul akhir:

Dari Abu Hurairah RA, ia mengatakan, Nabi SAW bersabda, “Siapa yang terjun dari gunung untuk bunuh diri, maka ia kelak di neraka jahannam akan tetap terjun untuk selama-lamanya. Dan siapa yang makan racun untuk bunuh diri, maka racun itu akan tetap berada di tangan dan dijilatnya dalam neraka jahannam untuk selama-lamanya. Dan siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan senjata besi, maka besi itu akan tetap di tangannya untuk menikam perutnya dalam neraka jahanam untuk selamanya.”

Islam tidak hanya mencela perilaku bunuh diri tetapi juga memberikan solusi agar generasi tidak jatuh pada tindakan tersebut, baik melalui upaya edukasi pembinaan yang dilakukan dalam keluarga, masyarakat, dan negara semuanya saling bersinergi.

Sistem Islam akan memahamkan bahwa tujuan hidup hanya untuk beribadah kepada Allah, sehingga ketika ada masalah maka akan paham bahwa semua itu adalah ujian hidup dari Allah SWT. Dengan pemahaman itu generasi akan tegar dalam menghadapi segala ujian, tidak akan ambil pusing jika kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasinya, jika itu terkait naluri nau semuanya akan disikapi sesuai apa yang dibenarkan dalam Islam. Dia akan tetap bertahan dengan kesabaran dan menempuh jalur untuk menggapai ridha Allah.

Ketika pemahaman ini berhasil ditanamkan pada generasi muslim, maka tidak seorang pun akan mengalami kebuntuan solusi atas masalah-masalah yang dihadapinya karena senantiasa bergantung pada Allah SWT untuk menyelesaikan segala persoalannya. Semua ini hanya akan terwujud ketika sistem Islam kembali tegak dalam kehidupan ini, sistem yang akan mewujudkan tatanan berbangsa dan bernegara yang minim stress, maupun depresi.

Wallahu A’lam Bi Ashawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 36

Comment here