Surat Pembaca

Tes DNA, Apakah Solutif?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Media sosial kembali ramai membincangkan kasus permintaan tes DNA dari seorang wanita kepada seorang selebriti populer. Sebelumnya kasus serupa telah terjadi, juga melibatkan seorang aktor terkenal.

Dalam kedua kasus tersebut, pihak wanita sama-sama mengharapkan adanya legitimasi dan pengakuan pasca tes DNA, bahwa anak yang dihasilkan dari hubungan gelapnya adalah benar anak dari selebriti yang dimaksud. Bahkan pada kasus yang terakhir, meskipun hasil tes DNA tidak cocok, pihak perempuan masih menghendaki tes DNA kedua dan rencananya akan dilakukan di suatu RS di luar negeri.

Tes DNA merupakan prosedur yang digunakan untuk mengetahui informasi genetika seseorang sehingga seseorang bisa mengetahui garis keturunan (nasab) dan risiko penyakit tertentu. Pengetahuan nasab ini selanjutnya digunakan untuk berbagai keperluan hukum, seperti persoalan warisan, perwalian anak, tunjangan anak, adopsi, imigrasi, dan forensik.

Secara garis besar, pemanfaatan tes DNA dalam syariah ada dua tujuan, yaitu untuk menafikan nasab atau untuk menetapkan nasab. Untuk menafikan nasab, semisal suami tidak mau mengakui anaknya dan menuduh istrinya berzina. Maka dilakukan tes DNA untuk membuktikan bahwa anak itu bukan anaknya.
Pemanfaatan dengan tujuan ini hukumnya haram dan tidak boleh menurut syariah karena itu akan menghapuskan prosedur li’an ( sumpah suami yang menuduh istrinya berzina, sementara ia tidak bisa menghadirkan empat orang saksi) yang merupakan satu-satunya metode syariah untuk menafikan nasab.

Sebagaimana ditegaskan oleh ayat li’an dalam Al-Qur`an, yaitu surah An- Nuur ayat 7 sampai 9. Kalaupun tes DNA dilakukan dan hasilnya membuktikan seorang anak bukan anak biologis seorang pria, maka tes DNA itu hanya dianggap sebagai qarinah (indikasi) yang memperkuat li’an, bukan sebagai bukti legal untuk menafikan nasab.

Adapun pemanfaatan tes DNA untuk menetapkan nasab, hukumnya boleh ( jawaz) dalam kondisi-kondisi tertentu, berdasarkan bolehnya al qiyaafah, yaitu salah satu cara penetapan nasab yang disahkan oleh jumhur ulama (kecuali mazhab Hanafi) sebagai penghubungan nasab seorang anak dengan ayahnya atau kerabatnya berdasarkan ciri-ciri atau kemiripan fisik yang ada di antara mereka.

Kondisi tertentu itu ada 3. Pertama, terjadinya sengketa mengenai nasab yang _majhul_, yaitu nasab yang tidak diketahui dengan jelas, karena berbagai sebab, misalnya dua pria menggauli wanita yang sama lalu menghasilkan anak. Kedua, terjadinya kemiripan bayi-bayi di rumah sakit, atau di tempat penitipan bayi, termasuk juga kemiripan bayi-bayi hasil teknologi bayi tabung, dan sebagainya. Ketiga, hilangnya anak atau bayi disebabkan oleh perang atau konflik sehingga sulit diketahui siapa ayah ibu mereka, juga kasus ditemukannya mayat yang rusak karena perang atau kecelakaan, dan sebagainya.

Nasab juga terikat dengan akad dan darah. Dengan adanya akad menjadi sebab adanya nasab. Baru setelah itu ikatan darah. Seseorang bisa saja memiliki ikatan darah, tapi belum tentu punya hubungan nasab. Anak yang terlahir dari perzinaan meskipun secara darah (biologis) ada ikatan darah dengan ayah biologisnya, namun secara nasab dia terputus, sehingga tidak bisa dinisbatkan nasabnya ke ayah biologisnya meskipun memiliki DNA yang sama.

Karena itulah Islam memberikan pengaturan yang sempurna terhadap segala bentuk interaksi sosial yang terjadi antara pria dan wanita. Larangan pacaran, khalwat, tabarruj dan sebagainya merupakan bentuk penjagaan yang bersifat preventif, yang akan menghindarkan setiap orang dari perbuatan yang keji semisal zina dan kerusakan yang ditimbulkannya semisal hilangnya nasab.

Rahmi Wijaya
Bogor

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 27

Comment here