Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akhirnya mengungkap nama-nama mantan narapidana yang terdaftar sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR dan calon anggota DPD Pemilu 2024. Total terdapat 67 eks narapidana atas berbagai jenis kasus, termasuk perkara korupsi, yang akan ikut kontestasi menjadi wakil rakyat. Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, 67 mantan narapidana itu sudah memenuhi syarat (MS) menjadi bakal calon anggota DPR dan DPD, termasuk syarat ikut pemilihan legislatif bagi mantan terpidana sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka terdiri atas 52 bacaleg DPR dan 15 bakal calon anggota DPD. Bacaleg DPR mantan narapidana tersebar di hampir semua partai politik peserta Pemilu 2024, kecuali Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Diantara daftar 52 bacaleg DPR mantan terpidana itu diantaranya: Yansen Akun Effendy, bacaleg PKB Dapil Kalimantan Barat II, Mashur, bacaleg Partai Golkar Dapil Kalimantan Barat I, Munir, bacaleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dapil Kalimantan Barat I dan Rudy, bacaleg PAN Dapil Kalimantan Barat II.
Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan analisa mandiri terhadap dokumen Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR dan DPD yang diumumkan KPU RI. Dari dokumen berisikan sembilan ribu lebih nama caleg DPR dan DPD itu, ICW menemukan 15 nama mantan terpidana kasus korupsi.
Sebagaimana yang masyarakat ketahui dari daftar nama tersebut, misalkan ada nama Yansen Akun Effendy yang mengajukan syarat bacaleg PKB Dapil Kalimantan Barat II adalah mantan NAPI korupsi pengadaan tanah tempat pembuangan akhir TPA. Atau misalkan Mashur pun mendaftar bacaleg Partai Golkar Dapil Kalimantan Barat I padahal pernah jadi NAPI kasus Pemerasan dan penipuan terhadap terdakwa kasus pungutan liar di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong. Tentu hal ini menodai rasa keadilan pada masyarakat atas azas kedudukan yang sama di mata hukum.
Secara regulasi, mendaftarnya mantan NAPI ini menjadi Caleg ternyata memang legal. Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023 memperbolehkan mantan terpidana yang melakukan tindak pidana dengan ancaman kurang dari lima tahun penjara menjadi caleg DPR/DPRD dan DPD. Bagi mantan terpidana yang melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara lima tahun atau lebih, diperbolehkan menjadi caleg DPR/DPRD dan DPD setelah melewati masa tunggu lima tahun sejak bebas.
Inilah sistem politik demokrasi. Atas nama hak asasi manusia tak ayal memberikan kebolehan mantan napi korupsi mendaftarkan diri menjadi Caleg. Hal ini menunjukkan tidak ada lagi rakyat yang layak mengemban amanah disaat realita kekuatan modal harus menjamin ‘menghidupi’ calon karena membutuhkan modal yang sangat besar. Tak heran akan bertumpu pada popularitas dan kekayaan serta kongkalikong oligarkinya. Sekulerisme hanya menyuburkan pemimpin yang menjanjikan politik kering dari nilai-nilai agama sekaligus hanya ingin keuntungan materi sebanyak-banyaknya melalui kedudukan dan kekuasaannya. Ketika hukum ditegakkan, para pelaku korupsi hanya mendapat hukuman berupa penjara, memungkinkan mendapat remisi dan peluang jadi caleg setelah keluar.
Dalam sistem Islam, penguasanya akan menjadikan aturan-aturan Allah sebagai satu-satunya sumber hukum dan kebijakan negara. Syariat Islam Kaffah akan mencegah munculnya individu-individu di tengah masyarakat yang gemar melakukan kemaksiatan dan tidak mungkin dihargai kemaksiatannya. Kepribadian Islam dan jiwa kepemimpinan dibentuk oleh Islam melalui sistem Pendidikan dan sistem politik yang sehat. Dalam mencegah korupsi amat tegas akan larangan menerima suap dan hadiah, adanya perhitungan kekayaan, pengawasan masyarakat hingga sanksi yang tegas membuat pelaku bertaubat atas hukuman dalam Islam yang berfungsi sebagai zawajir atau pencegah dan jawabir atau penebus dosa. Wallahu’alam bishowab.
Yeni (Pontianak, Kalbar)
Link: https://news.republika.co.id/berita/s01q6f409/kpu-ungkap-67-eks-napi-termasuk-terpidana-kasus-korupsi-jadi-caleg-ini-daftarnya
Views: 5
Comment here