Penulis : Alesha Maryam (Aktivis Kampus)
wacana-edukasi com, OPINI– Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat penyebaran uang melalui transaksi judi online meningkat tajam. Pada 2021 nilainya mencapai Rp. 57 Triliun dan naik signifikan pada 2022 menjadi Rp. 81 Triliun. Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan hal tersebut sangat mengkhawatirkan. Apalagi masyarakat yang ikut judi online tidak hanya dewasa, tetapi ada anak kecil yang masih Sekolah Dasar (SD).
Menurutnya, dari data kenaikan transaksi keuangan yang ditemukan oleh PPATK ini, artinya pada saat pandemi makin banyak masyarakat yang ikut judi online. Tapi hal tersebut sangat wajar karena saat awal pandemi banyak yang menghabiskan waktu hanya di rumah. Kondisi tersebut bahkan membuat banyak rumah tangga yang rusak. Sebab, penghasilan yang tidak seberapa yang harusnya digunakan untuk kebutuhan, justru dipakai untuk judi online. Jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait judi online yang masuk ke PPATK juga meningkat. Pada 2021 jumlahnya sebanyak 3.446 dan pada 2022 melonjak menjadi hingga 11.222 laporan. Pada Januari 2023, tercatat sebanyak 916 laporan, Februari sebanyak 831 laporan, dan pada Mei naik menjadi 1.096 laporan. Bisa dikatakan Indonesia tengah darurat judi online (CNN Indonesia, 9-9-2023).
*Kegagalan Sistem Ekonomi*
Persoalan judol bukan hanya dialami oleh bangsa Indonesia, di Negara lain pun sama, makin meresahkan dan dampaknya begitu nyata. Banyak kasus kriminalitas bersumber dari judol. Pemicu terbesar individu terlibat judol adalah faktor ekonomi. Banyaknya warga miskin yang bermain judol demi mendapatkan harta, sejatinya sedang menunjukan kepada dunia atas kegagalan sistem ekonimi kapitalisme. System ekonomi ini gagal menyejahterakan warga sehingga warga merasa tergiur untuk mendapatkan harta melimpah dengan instan. Kesalahan fatal sistem ini terletak pada asasnya yang sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Judi yang telah jelas diharamkan agama menjadi legal di banyak Negara. Kendatipun di beberapa negeri muslim, termasuk Indonesia, judi masih terlarang, tetapi individu-individunya sudah memiliki cara pendang kehidupan yang sekuler.
Judi menjadi salah satu bentuk usaha yang menjadikan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Walhasil, ibarat menabur garam di lautan, seberapa pun besarnya usaha yang dilakukan pemerintah untuk memberantasnya, semua itu seperti sia-sia. Situs-situs judi online akan selalu bermunculan dan akan selalu tersedia cukong-cukong politik yang siap memuluskan bisnis mereka.
Sistem ini pun memandulkan peran pemerintah dalam memberantas judi, termasuk judol. Hal ini karena persoalan hulunya, yaitu kemiskinan, mustahil diberantas selama negara hanya berfungsi sebagai regulator dan menyerahkan seluruh urusan rakyatnya kepada swasta. Misalnya saja kebutuhan pangan yang kini makin sulit terpenuhi, faktor terbesarnya adalah karena seluruh sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti air, minyak, gas, dll. dikuasai swasta.
Wajar saja distribusi harta tidak merata, harta hanya mengalir kepada warga yang kaya. Sedangkan rakyat miskin harus menerima nasib yang kian nelangsa. Bagaimana tidak, saat pekerjaan sangat sulit, tarif listrik, air, BBM, dan harga pangan pokok terus menjulang. Bukankah kondisi ini yang menyebabkan banyak warga berputus asa lalu berharap judol bisa menolong mereka?
*Kegagalan Sistem Pendidikan*
Banyaknya Gen Z yang terjebak judol menunjukan kegagalan sistem pendidikan sekuler hari ini yang meremehkan ajaran agama. Sistem ini menjadikan pelajaran agama sebagai sampingan yang hanya cukup diberikan dua jam per pecan. Walhasil, tidak tumbuh dalam diri mereka keimanan yang mengakar, padahal keimanan akan melahirkan ketakwaan yang kuat. Ketakwaan akan menghindarkan anak dari judol sebab ketika paham agama, ia tidak akan terjebak judol yang telah haram hukumnya. Warga dewasa pun merupakan hasil dari produk sistem pendidikan sekuler hari ini. Mereka dengan entengnya melakukan kemaksiatan hanya karena persoalan perut atau gaya hidup.
Kegagalan terbesar sistem pendidikan sekuler adalah ketidakmampuannya mencetak generasi berkepribadian Islam. Buktinya, para pejabat yang korupsi bukan orang yang tanpa gelar pendidikan. Kepintarannya telah menyebabkan malapetaka bagi dirinya dan rakyat di bawahnya. Sungguh kegagalan yang amat nyata kala penguasa tidak paham agama.
Akibat pendidikan sekuler pula, judol merajalela, menjangkiti semua warga, termasuk ibu rumah tangga dan remaja. Dampaknya, kehidupan makin sulit dan kriminalitas makin tinggi. Lihatlah kasus para penjudi yang jatuh miskin dengan seketika, juga kasus kejahatan yang terjadi akibat judi.
Oleh karena itu, persoalan hilir pun akan sulit diselesaikan. Misalnya membekuk artis yang mempromosikan judol atau menjerat aparat yang terlibat. Semua itu wajar sulit dilakukan sebab implementasi kebajikan pemberantasan judol pasti akan tersendat dengan personal yang tidak paham agama. Bukan barang baru, jika aparat sangat mudah kena suap, bahkan beredar rumor judol dilindungi oknum jenderal. Lagi-lagi kondisi yang demikian tidak bisa dilepaskan dari kegagalan system pendidikan sekuler yang telah berhasil melahirkan manusia-manusia yang hidup tanpa tuntunan agama dan hanya mengejar kebahagian dunia.
*Judol Haram*
Keharaman judi ataupun judi online sudah sangat jelas. Bagi siapa pun yang memiliki ketakwaan dalam dirinya, maka ia akan berusaha untuk menjauhinya. Namun demikian, keimanan kaum muslim saat ini yang setipis tisu dan kondisi kehidupan yang amat memprihatinkan, menjadikan sedikit saja stimulus akan menjadi godaan yang begitu besar. Sayangnya, pemerintah seperti tidak bersungguh-sungguh memberantas judol hingga banyak warga, termasuk pada remaja, terjebak di dalamnya.
Kondisi tersebut sungguh berbeda dengan sistem pemerintahan dalam Islam yang aturannya berlandaskan Al-Qur’an dan Sunah, pemberantasan judol bukan hanya dilihat dari mudaratnya, melainkan karena ini perintah Allah Swt. Dengan demikian, segala bentuk judi dilarang agama. Negara akan berupaya sungguh-sungguh untuk memberantasnya.
Persoalan kemiskinan misalnya, pemerintah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam mengatur urusan umat. Begitu pun regulasi kepemilikan dalam Islam yang melarang swasta menguasai kepemilikan umum, akan menjadikan umat tercukupi kebutuhannya sehingga rakyat tidak akan melirik judol.
Begitu pun persoalan kebijakan, implementasinya akan optimal karena penguasanya amanah dan kapabel. Penguasa seperti ini hanya akan lahir dari sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah sebagai fondasi utamanya. Selain itu, sistem pendidikan Islam pun akan melahirkan para pengusaha yang paham agama sehingga mereka tidak akan melirik usaha haram, kendatipun menguntungkan.
Pemberantasan judol harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Sistem ekonomi kapitalisme dan sistem pendidikan sekuler telah terbukti menjadi biang keladi atas persoalan judol yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, agar generasi kita terlindungi dari marabahaya, sudah selayaknya sistem Khilafah diterapkan. Dengan demikian, kehidupan umat Islam tenteram dan mulia.
Views: 13
Comment here