Oleh Mahrita Julia Hapsari
(Muslimah Aktivis Dakwah)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Indonesia dianugerahi kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Seluruh dunia mengakui keberlimpahan SDA yang dimiliki Indonesia. Namun sayang, kekayaan SDA itu tak dirasakan oleh seluruh rakyat. Hanya segelintir orang yang menikmati, si golongan 1%.
Satu diantara SDA adalah minyak dan gas. BBM adalah produk turunannya. Hingga hari ini, rakyat harus berjuang mendapatkan BBM, berjuang dengan fisik dan harta. Antrian panjang mengular dan harga BBM yang selalu naik.
Pemerintah kembali mengumumkan kenaikan harga BBM. Penyesuaian harga BBM dilakukan menyusul kenaikan harga minyak dunia. Pemerintah mengklaim telah melakukan berbagai upaya untuk menahan kenaikan harga BBM. Namun ternyata tetap tidak bisa. Dan per 1 September 2023 harga BBM resmi naik (cnbcindonesia.com, 03/09/2023).
Ada empat jenis BBM nonsubsidi yang mengalami kenaikan harga. Dikutip dari cnnindonesia.com (01/09/2023), untuk kawasan Jabodetabek, Pertamax Turbo naik dari Rp14.400 per liter menjadi Rp15.900 per liter. Pertamax juga naik dari Rp12.400 per liter menjadi Rp13.300 per liter. Dexlite dari Rp13.950 per liter menjadi Rp16.350 per liter, dan Pertamina Dex dari Rp14.350 per liter menjadi Rp16.900 per liter.
Meskipun keempat jenis BBM itu adalah yang nonsubsidi namun tetap akan memberatkan rakyat. Sebab imbasnya pada transportasi yang dijadikan angkutan berbagai komoditas. Ini yang akan mengakibatkan naiknya harga-harga barang. Besar kemungkinan, tarif angkutan umum pun akan ikut naik.
Salah Tata Kelola BBM
Pengelolaan SDA termasuk minyak dan gas di sistem kapitalisme telah salah dari asasnya. Kapitalisme tidak membatasi kepemilikan terhadap suatu komoditi, termasuk minyak dan gas. Selama memiliki modal dan mampu membelinya, maka ia akan bisa memiliki apapun.
Kapitalisme tidak memandang bahwa minyak dan gas sebagai milik umum. Dan memberikan kekuasaan pada negara untuk mengelolanya langsung atau menyerahkannya kepada swasta, baik individu atau korporasi, pribumi maupun asing.
Awam diketahui, apabila swasta yang mengelola maka orientasinya adalah bisnis alias mencari keuntungan. Jika sudah demikian maka lagi-lagi rakyat yang akan menjadi korban.
Pedihnya, sistem politik demokrasi kapitalisme meniscayakan negara memberi karpet merah pada swasta untuk mengelola SDA. Mahalnya biaya pesta demokrasi membuat penguasa berutang modal pada pengusaha. Utang itu dibayar dengan berbagai kebijakan yang memudahkan para kapital mengembangkan bisnis seluas-luasnya. Termasuk menguasai SDA dan sektor publik demi menambah pundi-pundi kekayaan sang kapital dan mengokohkan posisi penguasa.
Parahnya lagi, negara berlindung dibalik kata “subsidi”. Seolah-olah sudah bekerja untuk rakyat. Padahal, lepas tangan dan mencari keuntungan dari pengelolaan BBM. Semestinya rakyat masih bisa mendapatkan BBM lebih murah dari harga subsidi bahkan gratis.
Walhasil, sistem kapitalisme takkan mampu mengelola SDA demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pengelolaan BBM di Sistem Islam
Islam sebagai sebuah ideologi memiliki seperangkat aturan yang bersumber dari Allah SWT. Yang jika aturan tersebut diterapkan secara praktis oleh sebuah negara maka mampu menyolusi berbagai problematika umat. Termasuk pengelolaan SDA yang di dalamnya ada minyak dan gas.
Sistem ekonomi Islam mengkategorikan SDA ke dalam harta milik umum. Bukan karena zatnya, namun karena sifatnya. Yaitu jika dikuasai oleh segelintir orang maka akan menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya. Di samping itu, hadits Rasulullah Saw. menjadi dalil tentang adanya harta milik umum. “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Terhadap harta milik umum, Islam mewajibkan kepada negara untuk mengelolanya. Haram menyerahkan pengelolaannya atau menjualnya pada swasta. Negara juga diharamkan mengambil keuntungan dari harta milik umum.
Pada pengelolaan BBM misalnya, negara akan mengolah dan membagikannya secara gratis kepada rakyat. Jika pun ingin menjualnya maka harga BBM hanya sebesar biaya produksi. Termasuk jika ingin menjualnya ke luar negeri maka hasil penjualannya wajib dikembalikan kepada rakyat. Pengembalian keuntungan itu bisa berupa uang tunai atau penyediaan layanan publik yang berkualitas dan gratis untuk rakyat.
Rakyat akan mudah mengakses fasilitas umum seperti kesehatan, pendidikan, transportasi dan keamanan secara gratis dengan kualitas terbaik. Selain itu, hasil ekspor BBM juga bisa dikembalikan dalam bentuk penyediaan perumahan gratis untuk rakyat.
Jika demikian, bagaimana rakyat tidak makmur? Gaji hasil bekerja hanya digunakan untuk kebutuhan makan sehari-hari. Tak dihabiskan untuk membayar listrik, air, pendidikan, kesehatan dan transportasi umum. Sebab semua sudah disediakan negara dengan harga murah bahkan gratis.
Namun, pengelolaan SDA yang orientasinya untuk kemakmuran rakyat hanya mampu dilakukan oleh Khilafah. Negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah. Wallahu a’lam []
Views: 12
Comment here