Oleh Meitya Rahma
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Surga dunia, tapi bikin di akhirat merana. Apalagi kalau bukan kesenangan dunia. Kesenangan dunia yang membuat racun bagi kesehatan seperti halnya miras, narkotika dan sejenisnya. Walaupun barang haram namun tetap juga masih ada yang mengkonsumsi. Lebih kaget lagi barang haram ini diedarkan di lapas. Tak hanya sebagai pengguna saja, si tahanan ini juga mengendalikan peredaran barang haram tersebut. Seperti yang telah diberitakan di media sosial ada tahanan di Lapas Semarang diduga mengendalikan peredaran narkoba di Demak. Hal ini terungkap dari hasil penangkapan seorang pengedar sabut FW (25).
Dari tangan tersangka polisi berhasil mengamankan sabu sekitar 15,3 gram. “Selain pengguna, pelaku juga menjadi kurir sabu. Total berat bruto sabu yang diamankan sejumlah 15,31 gram,” menurut Kasatresnarkoba Polres Demak, AKP Tri Cipto (Detik.com,31/8/2023).
Ia menyampaikan, berdasarkan keterangan dari tersangka FW dikendalikan oleh tahanan di Lapas. Tersangka di jerat dengan pasal 114 ayat (2) subsidair pasal 112 ayat (2) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara,” tuturnya. Polres Demak juga berhasil menangkap penjual pil anjing AJ. Tri mengatakan modus pelaku mencari barang di online shop kemudian dikirim ke alamat sementara itu pelaku, AJ, mengatakan bahwa ia melakukan pengedaran obat tersebut lantaran kebutuhan ekonomi. Ia memperkirakan telah meraup untung sekitar Rp 4 juta selama 6 bulan (Detik.com,31/8/2023).
Ironis sekali, lapas adalah tempat bagi para pelaku kejahatan menerima hukuman, namun ternyata efek jera pun tak dirasakan. Bukannya jera dengan hukuman yang dijalani, tapi ternyata membangun jaringan narkoba dari dalam lapas. Lapas dimanfaatkan oleh narapidana menjadi tempat untuk mengasah keahlian (kejahatan). Karena bertemunya para napi yang dulu mungkin seprofesi saling bertukar pengalaman. Namun juga tak dipungkiri, juga masih ada para napi yang benar-benar insyaf menjalani pembinaan akhlak, mendapatkan ketrampilan sebagai bekal keluar penjara.
Tapi kebanyakan para narapidana yang masih belum insyaf malah menimbulkan masalah-masalah sosial yang baru. Lalu apakah aparat di lapas tidak tahu ada pengedar narkoba di dalam lapas? Tentunya tdak mungkin kalau petugas lapas ini tidak tahu. Para narapidana ini bisa bekerjasama dengan petugas lapas. Maka wajar kenapa para tahanan tidak bisa insyaf, tidak kapok.
Memang sistim perundang-undangan di negri kita belum bisa memberikan efek jera. Hukuman minimal 5 tahun penjara, dengan berbagai remisi, maka tak jadi 5 tahun. Kortingan hukuman biasa dilakukan ketika hari besar negara ( peringatan kemerdekaan, dll). Denda uang pun masih bisa dibayar oleh pelaku. Maka segala bentuk hukuman ini ternyata tidak bisa membuat para pengedar narkoba ini kapok.
Hanya Islam yang bisa membuat pelaku maksiat seperti para narapidana ini bertobat sebenar- benarnya bertobat. Karena dalam Islam hukumannya tegas. Dalam Islam hukuman sebagai jawabir (penebus) dan jawazir (pencegahan). Hukum syariat berfungsi sebagai jawabir ( penebus) maksudnya adalah ketika orang-orang yang melakukan tindakan kriminal mereka dihukum, maka dosa mereka di dunia telah terhapus.
Sedangkan fungsi jawazir adalah untuk sarana pencegah terjadinya perbuatan tindak kriminal yang baru. Inilah salah satu keistimewaan diberlakukannya hukum syariah Islam. Hal ini tidak akan kita temui di luar daripada hukum Islam. Dengan berfungsinya hukum syariat sebagai jawabir dan jawazir ini keamanan, ketentraman masyarakat pun terkondisikan. Maka sebenarnya hukum di negeri ini belum dapat memberi efek jera apalagi pencegahan.
Views: 12
Comment here