Oleh Novianti
wacana-edukasi.com, OPINI– Pencemaran udara menjadi isu yang sering diperbincangkan seiring dengan kerusakan yang makin nyata. Diantaranya adalah pemanasan global sehingga bumi bagai membara seperti yang terjadi di Eropa. Puluhan ribu orang kehilangan nyawa terutama dari kalangan orang tua. Situasi ini diperkirakan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) bertahan hingga akhir tahun. Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal WMO, mengatakan pola dengan trend buruk ini akan berlangsung hingga 2060.
Upaya menahan laju kerusakan iklim harus segera termasuk terkait pencemaran udara. Semua negara termasuk Indonesia dituntut berkomitmen mendukung upaya pengurangan penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi salah satu sumber polusi. Namun, baru-baru ini pelanggaran dilakukan Bank Dunia dengan pemberian bantuan keuangan untuk pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yaitu PLTU Suralaya di Banten.
Sebagaimana dirilis voaindonesia.com (14/09/2023) anak perusahaan Bank Dunia di sektor swasta, International Financial Corporation (IFC), memberikan dukungan tidak langsung melalui investasi ekuitasnya di Hana Bank Indonesia. Dukungan dalam bentuk pemberian dana bagi pengembangan PLTU Suralaya yang merupakan PLTU terbesar di Asia Tenggara.
Ada delapan unit pembangkit yang sudah beroperasi dan akan ditambah dua pembangkit lagi. Diperkirakan penambahan dua unit ini menghasilkan 250 juta ton karbon dioksida yang dilepaskan ke udara. Kelompok pemerhati lingkungan hidup menyampaikan bahwa ini mengancam kelangsungan hidup manusia karena menyumbang polusi dan pemanasan global
-Ancaman Kesehatan-
Dirilis dari trendasia.org (14/09/2023), masyarakat Banten telah mengadukan Grup Bank Dunia ke Compliance Advisor Ombudsman (CAO). Tidak hanya khawatir dampak buruk bagi kesehatan tetapi juga akan terjadi penggusuran pemukiman yang berada di lokasi perencanaan.
Dirilis bbc.com (14/08/2023), warga sekitar PLTU merasakan udara yang semakin panas, asap tebal kerap mewarnai udara pada saat perbaikan alat hingga gangguan penyakit kulit. Bahkan, warna air hujan yang tertampung berwarna hitam pekat akibat sudah bercampur dengan polutan.
Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang berbasis di Helsinki menegaskan bahwa kompleks PLTU Suralaya berdampak signifikan terhadap kualitas udara di wilayah tersebut. Dalam bulan-bulan terakhir, jumlah penderita kasus infeksi saluran pernafasan (ISPA) meningkat. Tidak hanya kalangan anak-anak tetapi juga orang dewasa berusia produktif.
Dalam riset terbarunya, CREA mengatakan polusi PLTU batu bara menyebabkan 1470 kematian setiap tahun dan menimbulkan kerugian kesehatan hingga Rp14,2 triliun. Angka kematian dan kerugian akan semakin meningkat menjadi 1640 jiwa dan Rp15,8 triliun jika seluruh PLTU itu menyeburkan gas polutan secara maksimal. (bbc.com, 13/09/2023).
Sayangnya, pemerintah tidak memikirkan persoalan ini dengan serius. Buktinya, rencana pembangunan PLTU tersebut terkesan dibiarkan meski protes sudah disampaikan oleh berbagai kalangan. Pemerintah mengabaikan penderitaan rakyat dan ancaman yang jelas-jelas sudah di hadapan mata.
-Kerakusan Industri-
Proses industrialisasi merupakan bagian dari strategi ekonomi sistem kapitalis yang selalu mengejar angka pertumbuhan. Karena itu, pembangunan fisik dan industri dideraskan dengan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA), teknologi, dan tenaga kerja, demi maksimalisasi keuntungan industri.
Dosen di The Open University, Leslie Mabon, menyebutkan emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil menjadi faktor penyumbang polusi udara. Aktivitas industrialisasi menggunakan bahan bakar fosil menyumbang emisi karbon dalam jumlah besar. Kondisi makin parah karena liberalisasi sistem keuangan mendorong industri-industri tumbuh dan menggurita secara dramatis.
Para pengusaha berdalih dengan adanya industri, lapangan kerja tersedia sehingga dapat membantu menyejahterakan masyarakat. Ini menjadi dilema bagi penguasa, antara kepentingan ekonomi dan politik. Tapi umumnya akan berakhir uang adalah pemenangnya.
Membuka pergerakan ekonomi tanpa batas mengandung bahaya bagi manusia dan lingkungan. Lalu muncul gagasan mendorong industri yang ramah lingkungan atau dikenal industrj hijau. Tetapi, ini bukan solusi karena produk-produk atau proses ramah lingkungan berbiaya mahal dan akan dibebankan kepada para penggunanya.
-Gagalnya Kapitalisme-
Dalam buku Kapitalisme Yang Layak tulisan Sebastian Dullien, Hansjorg Herr, dan Christian Kellermann, banyaknya industri tidak berkorelasi dengan keberhasilan pembangunan. Tatkala lingkungan tidak dapat bertahan menghadapi konsep angka pertumbuhan perekonomian dan mengancam kehidupan manusia, pembangunan malah melahirkan tragedi demi tragedi dan bencana.
Pencemaran udara merupakan tragedi kemanusiaan dan bukti kegagalan sistem kapitalis . Sistem yang berorientasi pada keuntungan ini tidak mampu menjamin pasokan udara yang dibutuhkan mahluk hidup. Udara dipenuhi oleh partikel halus yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Partikel yang umumnya terdiri dari kalium, cadnium, air raksa dan logam berat lainnya melayang di udara lalu akan terhirup. Saat masuk dalam tubuh, berisiko menimbulkan gangguan sistem saraf pusat, hipertensi, iritasi mata-hidung-tenggorokan, penyakit paru, hingga gangguan sistem reproduksi. Bukankah ini merupakan pembunuhan masal secara perlahan yang dilegalkan?
-Solusi Islam-
Di dalam Islam, industri harus berpadu secara harmonis dengan negara melalui berbagai kebijakan yang merujuk pada syariat Islam. Dengan tugas sebagai pelayan masyarakat, negara memberi izin pembangunan industri berdasarkan analisis kebijakan yang berpihak pada masyarakat dan obyek usahanya dibatasi. Hal-hal yang diharamkan tidak akan dizinkan meski dengan dalih investasi atau pembukaan lapangan kerja.
Pengelolaan SDA ada dalam tanggung jawab negara untuk pemanfaatan dan harus dikembalikan pada rakyat. SDA adalah milik umum dan haram hukumnya menyerahkan kepemilikan umum kepada individu, swasta, atau asing. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal yaitu air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah). “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli yaitu air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah).
Ruang bagi para pengusaha bisa dalam bidang pangan, tekstil, kendaraan, dan kebutuhan lainnya. Perizinan bagi industri mempertimbangkan kemaslahatan bagi umat dan lingkungan. Di sisi lain, Islam mendidik masyarakat agar membeli berdasarkan kebutuhan bukan didorong keinginan semata. Konsep qona’ah, mubazir, zuhud, menjadi pengendali agar manusia tidak terjerumus dalam gaya hidup hedonis.
Sistem ekonomi Islam tidak mengejar angka pertumbuhan sehingga industri tidak didorong untuk mendongkrak kinerja negara. Keberadaan industri dalam rangka meningkatkan kualitas penerapan syariat Islam dan memenuhi kebutuhan yang layak. SDA dan lingkungan terjaga dari nafsu eksploitasi para pemilik modal karena batasannya sudah jelas.
Dalam sistem Islam, pertumbuhan industri terjadi secara alami, jika jumlah manusia bertambah maka kebutuhan bertambah. Dengan sendirinya ekonomi tumbuh dan dibangun di atas sektor riil sehingga pertumbuhan benar-benar nyata.
Pembangunan industri yang diprioritaskan adalah yang mendukung tugas utama negara yaitu dakwah dan jihad. Pusat-pusat kajian dan riset untuk menopang industri berat bagi pertahanan dan keamanan diselenggarakan.
Inilah konsep pembangunan hakiki yang berkesinambungan, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Hanya sistem Islam yang dapat mencegah kerusakan bumi. Sudah saatnya sistem kapitalis ditinggalkan agar generasi akan datang mendapat warisan bumi hijau dan dilimpahi keberkahan .
Views: 32
Comment here