Oleh: Lulu Nugroho (Muslimah dari Bandung)
wacana-edukasi.com, OPINI– Baru-baru ini terjadi peristiwa yang mengejutkan, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Forum Panti Kota Medan Besri Ritonga bahwa ada 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di Kota Medan. Kini mereka dipindahkan ke UPT Sentra Bahagia Kementerian Sosial RI di Jalan Williem Iskandar.
Mirisnya panti tersebut sudah beroperasi sekitar 8 bulan, tidak berizin atau ilegal. Polisi masih memeriksa kasus tersebut, sebab ada dugaan kuat ada keterkaitan antara panti di Jalan Pelita dan di Jalan Rinte.
“Ya diduga jejaring. Karena ada beberapa persamaan. Seperti di Jalan Rinte pengelolanya juga sepasang suami istri. Cara mendapatkan uangnya pakai media sosial,” ucapnya. Dari kedua panti asuhan yang diduga mengeksploitasi anak itu, total 40 orang (Detik.com, 23-9-2023)
_
Tidak Ada Tempat Aman dalam Sekularisme
_
Kondisi sosial ekonomi orang tua yang tidak memadai membuat mereka terpaksa menitipkan buah hatinya di panti asuhan. Namun apa daya, anak-anaknya yang sejatinya juga merupakan harta berharga milik umat, ternyata tidak mendapatkan pengasuhan yang layak. Bahkan mereka dieksploitasi demi menangguk materi bagi si pengelola panti asuhan tersebut.
Ini adalah buah penerapan sekularisme. Sesuai asasnya yang tegak di atas pondasi manfaat, tujuan utama sekularisme pun untuk memperoleh materi sebanyak-banyaknya. Maka ia akan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan uang. Media yang memiliki dua wajah, pun menjadi sarana pengantar keburukan, dalam sekularisme.
Hal itu yang dilakukan oleh pengelola panti asuhan. Kondisi anak-anak yang memprihatinkan dijadikan sebagai ajang mengemis online, untuk menimbulkan rasa iba dari warganet, sehingga banyak orang akan memberikan donasi. Sekularisme yang menegasikan peran Allah SWT, jauh dari perkara halal-haram. Manusia bebas melakukan perbuatan apa saja bahkan tak jarang menyakiti orang lain.
Sekularisme tidak akan pernah mendatangkan maslahat, selamanya akan menghasilkan petaka dan terjadi friksi di antara individu. Maka ketika negara tidak berfungsi sebagai pelindung, dengan membiarkan masing-masing keluarga mengelola kehidupan mereka sendiri, alhasil anak-anak, sebagai pihak yang lemah, akan menjadi korban.
Regulasi perlindungan anak serta penghargaan kabupaten dan kota layak anak, tampaknya belum menyentuh seluruh akar permasalahan. Keberadaan anak-anak terlantar menjadi bukti bahwa negeri ini perlu perubahan secara sistemik untuk mengatasi persoalan generasi.
Kemiskinan menjadi salah satu sebab lepasnya anak-anak dari pengasuhan orang tua atau karib kerabatnya. Kehidupan yang sempit membuat anak-anak terlantar, tanpa sosok orang tua sebagai pelindung. Alhasil dari sini akan muncul masalah baru, yakni generasi yang tidak memiliki kapabilitas mengemban tugas-tugas kebangkitan.
_
Islam Menjadikan Tempat Aman bagi Anak-Anak
_
Penerapan Islam kaffah sejatinya akan menjadi rahmat bagi semesta alam, termasuk anak-anak. Mereka tidak hanya membutuhkan pengasuhan yang baik, tetapi juga penjagaan fisik dan psikisnya dalam proses tumbuh kembang. Mereka pun tidak dapat dibiarkan sendiri, sebab akan binasa. Karenanya tatkala kedua orang tua tak berdaya, hak pengasuhan dan penafkahan akan bergeser pada kerabatnya.
Dalam Islam, terdapat konsep hadhanah atau pengasuhan anak dan wilayatul abi atau hak perwalian ayah. Keduanya termasuk kategori hifzh al-nafs atau menjaga jiwa. Maka tidak sembarang orang diserahi tanggung jawab tersebut. Orang-orang fasik dan kafir, tidak dapat diserahi tugas hadhanah. Sebab sifat-sifat buruk si pengasuh, akan diserap anak sehingga mereka pun akan tumbuh menjadi anak-anak dengan sifat yang rusak.
Ketiadaan kerabat yang mampu mengurusi anak, akan menjadikan kerabat yang jauh wajib mengemban tanggung jawab tersebut atau bahkan bisa jadi diambil alih oleh panti-panti asuhan. Panti tersebut berada dalam pengawasan dan pengelolaan negara. Sebagaimana sifat kepemimpinan Khilafah yakni menjadi junnah (perisai) dan raa’in (pengurus).
Pun menjadi tanggung jawab Khilafah untuk menjamin kehidupan warganya. Maka pengelolaan milkiyah am atau harta kepemilikan umum akan digunakan sebesar-besarnya untuk kehidupan masyarakat. Khilafah juga akan memberikan akses lapangan kerja, kepada para pemimpin keluarga, semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab di hadapan Allah SWT.
Tidak hanya itu, media di dalam kekhilafahan hanya akan menyampaikan hal-hal baik, serta konten yang bermanfaat, dan meninggikan kalimatullahi. Sehingga membentuk lingkungan yang kondusif, yang menjadikan masyarakat berlomba-lomba dalam kebaikan dan takwa.
Selain menegakkan aturan Islam, sanksi ta’zir pun akan diberlakukan bagi pelaku pelanggaran. Tujuannya agar tidak ada lagi oknum nakal yang merusak kehidupan anak. Negara menyiapkan mekanisme qadhi (hakim) dan syurthoh (polisi) agar Islam tegak di tengah kehidupan.
Sebagaimana pernah disampaikan Ustazah Ratu Erma Rachmayanti pada agenda Risalah Akhir Tahun (RATU) 2022, pada tanggal 31-12-2022, bertema ‘Peduli Generasi Pemimpin Umat’, “Tidak ada satupun tempat yang aman bagi anak-anak pada sistem sekuler.”
Maka satu-satunya jalan untuk mewujudkan kehidupan yang baik bagi buah hati umat, adalah dengan mengembalikan kehidupan Islam. Dengan Islam, seluruh tempat di muka bumi, adalah tempat terbaik bagi tumbuh kembang anak. Tsumma takuunu khilaafatan a’la minhajin nubuwwah.
Views: 10
Comment here