wacana-edukasi.com, OPINI– Viral sebuah video aksi perundungan (bullying) berupa pemukulan yang dilakukan oleh seorang remaja di media sosial dan grup Whatsapp. Kejadian tersebut diduga berlokasi di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Dalam video berdurasi 14 detik itu, terlihat seorang remaja memukuli seorang remaja lainnya, tak hanya memukul, pelaku juga terlihat menginjak kepala korban hingga beberapa kali. Padahal korban sudah terbaring ditanah dan terus berteriak minta ampun.(rejabar.republika.co.id,2/10/2023). Selain itu, berita lain seorang remaja di Depok berinisial NF (14), diduga diperkosa oleh sang pacar TMK (18), serta teman TMK berinisial RH (23) usai korban kabur dari rumahnya. Pemerkosaan diduga dilakukan pelaku secara bergantian di Kampung Babakan Rawa Kalong, Cimanggis, yang mana kontrakan tersebut di tempati oleh pelaku RH, pedagang somai keliling. (megapolitan.kompas.com, 2/10/2023).
Dua berita di atas hanya sebagian kecil peristiwa yang dialami remaja saat ini. Berbagai kasus perundungan, pergaulan bebas, tawuran, gangguan mental hingga puncaknya bunuh diri sebagai solusi agar masalah yang mereka hadapi cepat berakhir pun terjadi di negeri ini. Berbagai solusi untuk pemecahan persoalan remaja telah dilakukan oleh banyak elemen masyarakat mulai dari pemerintah melalui Lembaga yang ada di bawahnya, lembaga-lembaga sosial swasta dan lain sebagainya. Selain itu, pemerintah melalui kurikulum Pendidikan sebagai solusi juga telah dilakukan. Penyuluhan dan sosialisasi kenakalan remaja telah dilakukan di masyarakat maupun di sekolah-sekolah. Sayanganya semua itu, belum juga membuahkan hasil yang optimal. Masalah remaja semakin kritis dan kusut, dilihat dari data UNICEF tahun 2016 kenakalan remaja di Indonesia mencapai sekitar 50%. Angka kriminalitas di Indonesia semakin melonjak dari tahun ke tahun contohnya pada tahun 2022, yang pada saat itu angka kriminalitas naik menjadi 7,13% dari tahun lalu. Ada 31,6 kejahatan setiap jamnya, jika kita lihat pada tahun 2021 menurut Kapolri Listyo sigit Prabowo tingkat kejahatan pada saat itu meningkat 18,764 kasus menjadi 276,507 perkara dari sebelumnya 257,743 kasus pada 2021. Tingkat kriminalitas paling tinggi ada di Papua barat sebesar 289 per 100.000 penduduk diikuti oleh Jakarta dengan tingkat kriminalitas sebesar 277 per 100.000 penduduk. Sedangkan tingkat kriminalitas paling kecil ada di Jawa barat yakni 15 per 100.000 penduduk. (jurnalpost.com, 2/6/2023)
Krisis jati diri pada remajapun tidak bisa dipungkiri. Kondisi labilnya remaja dapat mempengaruhi aktivitasnya dalam memaknai hidup. Remaja hanya mengikuti pemahaman masyarakat atau persepsi dirinya sendiri tanpa standar yang jelas. Disisi lain,tak bisa dielakan bahwa standar keberhasilan dan kebahagiaan saat ini mengikuti standar ala hedonis dan liberalis yang membuat seseorang dapat melakukan apapun dan menghalalkan apapun demi mencapai tujuan yang ingin dicapainya tanpa melihat lagi apakah haram atau halal untuk dilakukan. Standar kebahagiaan hidup yang dimaknai dengan terpenuhinya segala akses kemewahan dan gemerlap dunia membuat remaja semakin terperosok dalam kenyamanan yang salah. “Serangan” media sosial yang membuat lalai remaja menambah zona nyamannya dalam aktivitas mubah, menjadi stimulus pergaulan bebas yang akhirnya tidak dapat dihindari dalam dunia maya sebagai salah satu sarana terwujudnya apa yang diinginkan. Belum lagi kemewahan yang diperlihatkan di dunia maya membuat semua “iri” ingin sama seperti orang yang dilihat di medsos. Kondisi tersebut,dapat menstimulus referensi gaya hidup. Pada akhirnya tidak sedikit dari remaja akhirnya mau melakukan apa pun demi memenuhi keinginan tersebut. Hal ini, jelas dapat menghasilkan sifat konsumtif. Inilah gaya hidup ala kapitalisme.
Di sisi lain,peran rumah tangga sebagai benteng yang terakhir remaja pun sedikit demi sedikit telah luntur. Ditandai dengan banyaknya angka perceraian yang membuat anak menjadi korban. Peran orang tua yang tidak optimal karena ketidakpahaman ilmu dan ketidak mampuan dalam mendidik membuat anak menjadi pihak yang paling dirugikan. Apalagi ditambah dengan kebutuhan hidup yang semakin sulit, membuat orang tua mengeluarkan tenaga lebih banyak di luar rumah demi terpenuhinya kebutuhan yang layak bagi keluarganya. Pada akhirnya urusan domestik dapat terabaikan,khususnya mendidik anak-anak mereka baik dari segi akhlak maupun agamanya.
Permasalahan remaja sepertil lingkaran yang saling menguatkan, sehingga sulit dipecahkan jika kita tidak memutusnya. Sungguh sangat kompleks,karena persoalan telah tercampur menjadi satu kesatuan dalam berbagai bidang seperti pergaulan bebas, sosial, pendidikan, ekonomi hingga pada rapuhnya kebijakan yang diterapkan. Jika sudah menyatu seperti itu, siapa yang harus disalahkan. Generasi yang seharusnya menjadi bekal masa depan sudah sangat rusak dan kusut untuk diluruskan. Problem remaja membutuhkan kepada pembenahan yang sistemik dan menyeluruh, dari hulu sampai hilir,dari negara hingga pada keluarga.
Sejatinya Islam sebagai agama sekaligus sebagai sistem yang memiliki pengaturan tatanan kehidupan yang lengkap dapat menjadi solusi paripurna. Dalam Islam, menyandarkan standar hidup pada Syariat adalah wajib. Sehingga manusia akan memliki standar yang jelas dan tujuan hidup yang jelas. Remaja yang merupaka bagian darinya akan memiliki semangat yang tak ada habisnya karena telah memiliki tujuan yang dicapainya dalam koridor syara. Selain itu, peran-peran dalam lingkaran remaja itu sendiri akan menjadi pendukung yang sempurna untuk pertumbuhannya. Meliputi di dalam rumah, lingkungan masyarakat,Pendidikan hingga pada aturan yang mendukung kesesuain tersebut.
Negara yang menjadi benteng utama harus terdepan dalam membenahi problem remaja. Dalam Islam pemimpin merupakan sebuah perisai yang wajib melindungi rakyatnya. Selain itu, negara wajib menjaganya baik secara fisik, jiwa, martabat dan aqidahnya. Negara juga wajib hadir dalam mengontrol kehidupan sosial, termasuk mengontrol semua sarana yang dapat menjebloskan remaja dalam kemaksiatan. Seperti katatnya tayangan-tayangan maupun konten-konten yang berbahaya bagi masyarakat. Karena pada dasarnya Islam berjalan pada aturan Allah termasuk dalam mengatur media, yakni sebagai alat untuk mendidik masyarakat bukan sebaliknya merusak masyarakat.
Islam pun tidak loyo dalam mengambil keputusan seperti sanksi yang tegas jika terdapat pelanggaran, Negara dalam hal ini menerapkan sanksi yang besifat jawabir dan jawazir yang berarti menebus dan mencegah. Islam juga mempunyai topangan yang sangat penting yakni individu yang taqwa, kontrol masyarakat yang tinggi, serta peran negara sebagai topangan utama. Tiga elemen inilah yang dapat menjaga remaja khususnya dalam menjalani kehidupan. Sehingga permasalahan yang sudah kusut dapat dipecahkan dan diselesaikan.
Sayangnya,dalam sistem kapitalisme negara seakan menjerumuskan remaja menjadi pribadi yang rendah, dengan menjauhkan agama dari kehidupan mereka dalam kehidupan, Maka sangatlah wajar jika permasalahan remaja mustahil berkurang bahkan hilang. Wallahualam.
Oleh : Supriyani, S.T.P (Aktivis Musliimah Bekasi)
Views: 34
Comment here