Oleh : Heny era
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Rencana relokasi Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau terus menimbulkan konflik antara warga Pulau Rempang dengan aparat gabungan yang akan mematok dan mengukur lahan. Konflik yang diwarnai kekerasan hingga mengakibatkan korban luka-luka, bahkan trauma pada anak-anak setempat itu dipicu oleh penolakan warga terhadap proyek yang mengharuskan sekitar 7.500 warga setempat direlokasi. Kendati demikian Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco yang digarap oleh PT MEG akan terus berlanjut, hanya saja rencana relokasi sebagian warga diurungkan. (Republika.id 29/9/2023).
Walaupun rakyat telah menolak dengan keras namun rasa cemas terus menghantui karena bisa saja sewaktu-waktu terusir dari kampung mereka. Juga terkait ganti rugi yang dijanjikan seperti kompensasi rumah pengganti, uang tunggu, dan hunian sementara warga belum disiapkan, maka hal ini menjadi pertimbangan warga untuk relokasi. Tentu kondisi rakyat Rempang yang terancam terusir dari tanah tempat tinggalnya menyisakan pertanyaan bagi kita perihal jargon “kedaulatan ditangan rakyat” yang saat ini tidak dirasakan rakyat Rempang. Kronologi kasus ini menunjukkan kedaulatan telah berpindah pada para pengusaha.
Demikian konflik agraria yang berulang kali terjadi negeri. Keberpihakan pemerintah kepada para kapitalis menyengsarakan rakyat kecil. Penggusuran dengan mengerahkan anggota militer tentu menzalimi rakyat walaupun dengan alasan pembangunan. Kasus ini merupakan ujian besar atas konsep kedaulatan rakyat yang telah diadopsi negeri, siapa sejatinya yang berdaulat ketika rakyat justru banyak dirugikan dalam berbagai kasus sengketa tanah/kasus agraria.
Permasalahan serupa pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, Umar pernah menegur Wali Mesir, Amr bin Ash yang hendak menggusur seorang Yahudi karena rumahnya menghalangi proyek pembangun masjid. Umar ra. mengirimi Amr ra. tulang busuk yang berasal dari belikat unta, dan menggoreskan huruf alif sederhana dari atas ke bawah yang dipalang di bagian tengahnya. Yang berarti agar Amr bin Ash berlaku adil. Kemudia Amr pun membatalkan rencananya.
Demikianlah merupakan profil pemimpin negara dalam melindungi dan mengurusi rakyatnya tanpa pembedaan. Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas urusan rakyat termasuk menjaga hak-hak rakyat, karena kalau bukan negara siapa yang akan memberikan perlindungan kepada rakyat?
Views: 20
Comment here