Oleh : D. Leni Ernita
wacana-edukasi.com, OPINI– – Rencana relokasi sebagian warga Pulau Rempang yang dijadwalkan pada Kamis (28/9/2023) urung dilaksanakan. Ratusan aparat kepolisian yang sebelumnya dipanggil untuk mengamankan pengosongan kampung-kampung di Rempang, Kepulauan Riau, disebut sudah dipulangkan.
Polda Kepulauan Riau menyatakan telah memulangkan 200 personel Satuan Brimob Polda Riau yang sebelumnya dikirim untuk mendukung pengamanan unjuk rasa warga Rempang yang bertugas di bawah kendali operasi (BKO). “Sudah dipulangkan lagi, hari ini pelepasannya. Mereka dikembalikan ke Polda Riau,” ujar Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad di Batam Kepulauan Riau, Kamis.
Warga pulau Rempang terus merasa cemas, karena terancam diusir dari tanahnya sendiri yang telah didiami selama berpuluh puluh tahun.Pasalnya pemerintah maupun Badan Pengusahaan (BP) batam hanya memperpanjang tenggat waktu pendaftaran dan bukannya membatalkan rencana pemindahan masyarakat dari kampung-kampung tua.
Masyarakat Rempang masih konsisten menolak keras penggusuran yang direncanakan oleh pemerintah, masyarakat Rempang berkumpul di beberapa posko dan membentangkan spanduk penolakan relokasi. Namun tetap saja hari demi hari warga Rempang masih terus merasa resah dan gelisah tidak menentu, mereka ketakutan setiap kali ada kendaraan masuk ke kampungnya.
Kepemilikan lahan oleh warga terancam oleh maraknya penggandaan sertifikat kepemilikan lahan. Banyak warga berkomplik karena sertifikat lahan ternyata dimiliki lebih dari satu orang. Ironinya, kejahatan penggandaan sertifikat lahan ini di lakukan mafia tanah yang justru bekerja sama dengan oknum pejabat Badan Pertahanan Negara.
Belum lagi Masyarakat Rempang kesulitan mendapatkan pasokan pangan karena Distributor ketakutan untuk memasok barang karena status tempat tersebut yang hendak dikosongkan, akibatnya persesdiaan bahan pangan pokok warga pun menipis.
Sementara itu, BP Batam hanya mengantongi surat keputusan menteri Agraria dan tata ruang BPN terkait pemberian HPL pada 31 Maret 2023.
Namun SK tersebut hanya berlaku sampai 30 September 2023. Jika dalam jangka tertentu sertifikat tidak terbit pengajuannya gugur.
BP Batam buru-buru mendesak warga di kampung tua agar segera keluar dari area itu, namun warga menolak kini BP di perpanjang masa pendaftaran relokasi warga hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Dalam kapitalisme, kepemilikan tanah tergantung pada selembar sertifikat. Kepemilikan tanah yang dihuni secara turun menurun bisa diklaim milik negara hanya karena tidak bersertifikat.
Adapun dalam Islam kepemilikan tanah yang sudah di huni dan di kelola berpuluh-puluh tahun tidak boleh di ambil oleh siapapun bahkan oleh negara sekalipun. Inilah diantara keadilan islam dalam mengatur tanah.
Walhasil kita mengetahui bahwa kasus Rempang ini mencerminkan kegagalan dari sistem kapitalisme dalam menyejahterakan rakyatnya. Penguasa di sistem kapitalis ini lebih mengutamakan kepentingan para pemilik modal dari pada kepentingan rakyatnya.
Berbeda dengan sistem Islam, salah satu yang diatur dalam ekonomi Islam adalah soal kepemilikan lahan. Dalam islam lahan memiliki tiga status kepemilikan. Pertama milik individu, kedua milik umum, ketiga lahan milik negara. Dengan pembagian ini terlarang bagi negara atau swasta untuk mengambil hak individu atau umum meski dilegalisasi oleh kebijakan negara. Hanya untuk lahan-lahan milik umum, islam menetapkan pengelolaannya wajib di handle oleh negara, justru agar manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh rakyat.
Kasus penggusuran tanah Rempang ini menunjukkan bahwa kedaulatan justru ada di tangan pengusaha kapitalis bukan rakyat.
Dalam sistem Islam, kedaulatan ada di tangan syarak dan tidak ada tawar menawar atau kompromi. Semua permasalahan akan diselesaikan dengan syariat Islam sehingga terwujudlah keadilan.
Tidak ada pihak yg dirugikan atau di anak emaskan sebagaimana para kapitalis di sistem demokrasi.
Negara dalam sistem Islam berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat. Negara akan melindungi rakyat agar terpenuhi kebutuhannya dan mencegah siapa saja yang hendak mengambil hak rakyat. Negara tidak boleh berbuat zalim kepada rakyat dengan alasan pembangunan, apalagi demi kepentingan para kapitalis.
Allah Swt. berfirman,
اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih.” (QS Asy-Syura: 42).
Khalifah Umar bin Khaththab pernah menegur Wali Mesir, Amr bin Ash yang hendak menggusur seorang Yahudi yang rumahnya menghalangi proyek pembangun masjid. Umar ra. mengirimi Amr ra. tulang busuk yang berasal dari belikat unta.
Di tulang itu, Umar menggoreskan huruf alif sederhana dari atas ke bawah yang dipalang di bagian tengahnya. Ini adalah tamsil agar Amr bin Ash berlaku adil. Amr pun membatalkan rencananya. Demikianlah profil negara yang melindungi dan mengurusi rakyatnya, bukan justru mengerahkan militer untuk mengusir rakyat.
Keadilan atas status kasus kepemilikan tanah Rempang ini pengaturannya hanya bisa dirasakan dalam sistem Islam kafah. Dalam Islam, negara adalah pelindung, pengurus, dan bertanggung jawab penuh atas apa yang diurusnya.
Sudah terlalu banyak kezaliman yang terpampang dalam penerapan ideologi kapitalisme. Hanya sistem Islam kafah yang dapat menjawab dan mewujudkan apa dan bagaimana seharusnya negara berlaku adil dan amanah kepada rakyatnya.
Wallahu’alam bishowwab
Views: 16
Comment here