Oleh: Siti Komariah
wacana-edukasi.com, OPINI–“Seganas-ganasnya harimau, tidak akan memakan anaknya sendiri”. Peribahasa ini sangat bertolak belakang dengan fakta saat ini. Bagaimana tidak, kasus seorang ibu yang tega menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri telah marak terjadi.
Berita menggemparkan terjadi di Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Seorang anak berumur 13 tahun, Muhamad Rauf tewas di tangan ibu kandungnya sendiri, bersama kakek dan pamannya.
Rauf ditemukan di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu oleh warga setempat dalam kondisi tidak bernyawa dengan tangan terikat dan kepala penuh luka. Menurut Kapolres Indramayu, AKBP M Fahri Siregar mengatakan, ibu, kakek, dan paman korban bersekongkol menghabisi nyawa korban (kompas.com, 07/10/2023).
Fungsi Keluarga Mulai Tergerus
Jika kita mendengar kata “ibu” tergambar dalam benak bahwa dia adalah sosok mulia dengan cinta kasihnya yang tidak terbayarkan oleh apa pun. Ibu bagai sang surya yang memancarkan cahaya kasih sayang kepada anak-anaknya. Cahaya itu begitu menghangatkan dan juga memberikan ketenangan, ketentraman, serta kekuatan kepada jiwa-jiwa anaknya yang rapuh. Pintu maaf senantiasa terbuka lebar saat anak-anak melakukan kesalahan demi kesalahan. Kasih sayangnya luas bagai samudra tak terukur.
Begitupun dengan seorang ayah dan keluarga. Keluarga adalah harta paling berharga dalam kehidupan ini. Tiada tempat pulang terindah kecuali rumah kedua orang tua. Keluarga sejatinya adalah pelindung, pendidik, dan memberikan kebahagiaan bagi anak-anak. Di dalamnya anak-anak mengambil pelajaran awal sebelum mereka terjun ke ranah publik. Namun, sayang seribu kali sayang, cahaya itu mulai redup. Cahaya kedamaian itu tak lagi mampu menyinari dan menghangatkan, akan tetapi justru berubah menjadi api panas yang siap membakar. Mereka bisa berubah bagaikan monster yang sangat menakutkan.
Berbagai fakta miris seperti di atas, menunjukkan bahwa fungsi keluarga kian tergerus. Orang tua yang harusnya menyayangi dan menjadi garda terdepan untuk melindungi anaknya dari berbagai ancaman yang datang, namun justru nyawa anak hilang di tangan keluarganya sendiri. Ini memunculkan pertanyaan dalam benak kita, apa yang menyebabkan hilangnya fungsi keluarga? Mengapa bisa keluarga yang harusnya menyiapkan generasi masa depan justru berubah menjadi monster yang merusak generasi itu sendiri?
Kapitalisme Dalangnya
Pada dasarnya, berbagai tindakan-tindakan yang kian sadis dan tidak manusiawi oleh seorang ibu atau ayah kepada anak-anaknya disebabkan oleh sistem yang diterapkan dalam sebuah negara. Sistem tersebut telah berpengaruh besar terhadap perkembangan hidup masyarakatnya. Sistem itu adalah kapitalisme sekuler, yakni sistem yang telah memporak-porandakan seluruh tatanan kehidupan manusia, termasuk menyebabkan hilangnya fungsi keluarga.
Sistem kapitalisme berdasar pada pemisahan agama dari kehidupan. Artinya, agama hanya dijadikan sebagai ibadah ritual semata, sedangkan dalam tatanan kehidupan lainnya, seperti tatanan ekonomi, pendidikan, politik, agama tidak boleh diikutsertakan. Alhasil, rakyat jauh dari ajaran agamanya hingga menyebabkan banyak kerusakan di muka bumi ini, termasuk rusaknya tatanan keluarga.
Ada beberapa aspek yang saling keterkaitan antara satu dengan lainnya hingga menyebabkan rusaknya tatanan keluarga yang diakibatkan oleh sistem kapitalisme sekuler, di antaranya. Minimnya keimanan seseorang. Tidak dimungkiri bahwa keimanan seseorang kepada Tuhannya berpengaruh besar terhadap berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pembentukan moral hingga pengontrolan emosi seseorang juga tergantung dari ketaatan dan keimanan seseorang kepada Tuhannya. Dapat dikatakan, di saat seseorang melakukan perbuatan lalu tidak menyertakan aturan Tuhannya yakni tidak menghiraukan halal dan haram, pahala dan dosa. Maka, mereka akan berbuat semau mereka. Mereka akan mudah disetir oleh hawa nafsu semata.
Apalagi saat ini, sistem kapitalisme yang diterapkan telah nyata menjauhkan peran agama dari kehidupan manusia. Standar kebahagiaan dalam hidup manusia terfokus pada materi semata, bukan rida Sang Pencipta. Bangunan keluarga bukan lagi berlandas pada visi akhirat, namun pada visi dunia saja. Maka tidak heran, emosi seseorang sangat mudah tergoyah diakibatkan minimnya keimanan. Alhasil, manusia bisa berbuat nekat dan sadis, walaupun kepada darah daging mereka sendiri.
Kemudian karena faktor ekonomi. Tidak terpenuhinya kebutuhan hidup dalam keluarga menjadi salah satu pemicu terjadinya kegaduhan dalam rumah tangga. Tidak dimungkiri akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat rakyat harus terseok-seok untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sempitnya lapangan pekerjaan juga menjadi penyumbang retaknya hubungan keluarga. Di mana, suami belum mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya akibat gaji yang minim, sedangkan pengeluaran rumah tangga begitu tinggi.
Apalagi saat ini ditambah dengan gaya hidup hedonis membuat standar kehidupan bukan lagi terpenuhinya kebutuhan hidup saja. Akan tetapi, pemenuhan gaya hidup juga. Tidak ada perbedaan antara keinginan dan kebutuhan dalam keluarga. Alhasil, akibat tekanan ekonomi terkadang anak sering menjadi sasaran empuk kemarahan orang tua, bahkan tidak jarang juga mereka menganggap anak hanyalah beban ekonomi bagi kehidupannya, sehingga anak menjadi korban ekploitasi hingga pembunuhan oleh keluarganya sendiri.
Selain itu, sistem ini juga telah membuat peran negara jauh dari tanggung jawabnya sebagai periayah urusan rakyat. Rakyat harus terseok-seok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Di sisi lain, sanksi hukum pun begitu lemah terhadap berbagai tindak kriminalitas. Sebab, sanksi yang diberikan bukan berdasar pada syariat Allah, melainkan pada akal manusia yang terbatas dan lemah. Hal ini berpengaruh besar pada merebaknya kriminalitas di negeri ini. Sebab, hukuman yang diberikan tidak menimbulkan efek jera, baik bagi pelaku maupun orang lain.
Islam menguatkan Fungsi Keluarga
Jika kapitalisme telah menghancurkan fungsi keluarga, berbeda dengan Islam. Islam justru menguatkan fungsi keluarga, sebab di dalam keluarga ada aset berharga yang wajib dijaga yakni tumbuhnya generasi-generasi penerus masa depan bangsa. Keluarga merupakan awal terbentuknya karakter generasi kehidupan, sehingga Islam betul-betul menjaga fungsi keluarga tersebut.
Islam mewajibkan kaum muslim untuk membentuk keluarga berlandaskan pada visi misi Islam. Pondasi keluarga hanya semata-mata meraih rida Allah swt. bukan yang lainnya, sehingga para orang tua dan anak mengetahui hak dan kewajiban mereka di rumah sesuai dengan koridor syariat Islam. Saling mengajak dalam kebaikan dan saling mengingatkan dalam kemaksiatan.
Dalam mewujudkan fungsi keluarga yang kuat, Islam mendukungnya dengan berbagai penerapan sistem lainnya yang berasas pada akidah Islam, mulai dari sistem pendidikan Islam hingga sistem politik Islam. Sebagai contoh, dengan penerapan sistem ekonomi Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan per individu rakyat. Hal ini dilakukan dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Selain itu juga dengan pengelolaan SDA yang melimpah oleh negara sendiri dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Kemudian, penerapan sistem pendidikan Islam yang berkurikulum akidah Islam. Di mana, pendidikan Islam akan mampu mencetak generasi-generasi yang siap menjadi pejuang atau agen of change suatu bangsa. Sistem sanksi yang akan memberikan efek jera bagi pelaku penganiayaan dan pembunuhan, serta kriminalitas lainnya. Begitu pula dnegan penerapan – penerapan sistem pendukung lainnya yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan sesuai dengan koridor syariat Islam. Dengan demikian, fungsi keluarga akan benar-benar kuat dna melahirkan generasi-generasi yang kuat pula serta manusia yang berakhlak baik. Wallahu A’alam Bissawab
Views: 28
Comment here