Opini

Saat Penguasa Menjadi Pengusaha

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Ima Khusi

Wacana-edukasi.com, OPINI– Udah pada tahu, ‘kan? Di jagat media sosial, viral dengan berbagai macam video. ada yang menayangkan tentang anak-anak sekolah dasar beserta guru yang berlarian sembari berteriak ketakutan karena menghindari gas air mata, ada juga yang menayangkan bentrokan antara aparat dengan masa pendemo yang melempar batu, dengan judul bertuliskan “Bentrok Pulau Rempang” dan masih banyak lagi tayangan serupa.

Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya ada apa? Dan kenapa nama Rempang baru-baru ini begitu viral di jagat maya. Sehingga nama pulau yang ada di Batam Kepulauan Riau ini mencuat dan membuat publik penasaran. Apalagi, akibat konflik antara warga Rempang dengan aparat TNI dan Polri ini, benar-benar telah menarik perhatian publik. Karena disebut-sebut ada ketidakadilan dalam masalah ini.

Akar Masalah

Viralnya kasus Rempang memang berawal dari pemberitaan tentang bentrok warga dengan aparat TNI dan Polri, dan semua itu terjadi karena para aparat ini datang untuk meminta warga mengosongkan lahan atas perintah BP Batam. Sehingga, masalah perebutan lahan di pulau Rempang akhirnya mencuat kepermukaan. Warga yang menolak penggusuran di Pulau Rempang ini disebut-sebut melakukan perlawanan dengan melempari batu para aparat, yang kemudian dibalas aparat dengan menembakkan gas air mata.

Dilansir dari CNN Indonesia (12/9/2023), sebenarnya rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City ini mencuat sejak 2004. Kala itu pemerintah menggandeng PT Makmur Elok Graha sebagai pihak swasta melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam bekerjasama, dan di masukkan ke dalam Program Strategis Nasional tahun ini, yang ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp381 triliun pada tahun 2080, sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI nomor 7 tahun 2023.

Di kawasan Rempang juga akan dibangun pabrik milik perusahaan China Xinyi Group yang disebut-sebut merupakan pabrik terbesar kedua di dunia. Di mana nilai investasi proyek tersebut diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun. Sehingga berdasarkan situs BP Batam, dari seluruh lahan pulau Rempang yang luasnya sebesar 16.500 hektar, proyek ini akan memakan 45,89 persen lahan pulau Rempang atau sekitar 7.572 hektar.

Dari rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City inilah, akhirnya muncul konflik antara warga Rempang yang menolak relokasi akibat terdampak pengembangan proyek Eco City ini dengan aparat.

Bagaimana seharusnya?

Sebenarnya konflik lahan seperti Rempang ini sudah seringkali terjadi di negeri ini, kasusnya pun selalu berulang-ulang terjadi. Meskipun terjadi di daerah yang berbeda tapi penyebabnya selalu sama yakni perebutan lahan atau klaim kepemilikan tanah antar masyarakat, pihak pemerintah, korporasi, ataupun dengan perusahaan. Dan dari kasus-kasus konflik lahan ini yang selalu menjadi korban pastilah masyarakat selaku pihak yang lemah.

Hal ini tentu menjadi sesuatu yang lumrah terjadi pada sistem kapitalis sekuler yang dianut negeri ini, karena bagaimanapun pemerintah di sistem kapitalis sejatinya adalah penguasa yang hanya akan terus mengorbankan rakyat demi kepentingan pribadi, dan demi mencapai keuntungan tertinggi. Dan pemerintah selaku penguasa dari rakyat tidak akan pernah bisa melindungi hak-hak rakyat, menjadi penjaga ataupun pengayom. Mereka justru akan bertindak sebagai pengusaha yang ingin menguasai segala sesuatunya atas nama investasi.

Hal ini sungguh jauh berbeda dengan saat sistem Islam diterapkan. Segala sesuatu yang menjadi hak rakyat pasti akan dipenuhi bahkan dilindungi. Siapa pun yang menjadi pemimpin ataupun pejabat tidak bisa semena-mena terhadap rakyatnya. Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab yang dikenal dengan khalifah yang sangat adil dan tegas. Khalifah Umar begitu sangat peduli pada rakyat kecil dan sangat keras terhadap pejabat yang bertindak sewenang-wenang.

Dikisahkan dalam “The Great of Two Umars”, khalifah Umar pernah menegur dengan keras Gubernur Mesir, Amr ibn Al-Ash karena telah menzalimi seorang yahudi tua. Di mana Gubernur Amr ibn Al-Ash menginginkan tanah kosong yang terdapat gubuk reot yang hampir roboh milik yahudi tua untuk mendirikan masjid yang indah dan megah. Saat Amr mengungkapkan rencananya tersebut dan meminta si yahudi tua untuk menjualnya, si yahudi tua menolaknya dengan tegas, meskipun Amr menawarkan bayaran tiga kali lipat. Sehingga akibat penolakan tersebut Amr menetapkan kebijakan untuk membongkar gubuk dan mendirikan masjid di atas lahan itu dengan alasan demi kepentingan bersama.

Yahudi tua yang tidak bisa berbuat apa-apa itu pun akhirnya melaporkan hal tersebut pada khalifah Umar bin Khattab di Madinah dan menceritakan semua peristiwa yang menimpanya, serta kesewang-wenangan yang diterimanya dari gubernur Mesir Amr ibn Al-Ash.

Mendengar hal itu Khalifah Umar bin Khattab pun marah besar dan meminta si yahudi untuk mengambil tulang di tempat sampah, yang lantas kemudian Khalifah Umar menggores huruf alif dari atas ke bawah, lalu memalang di tengah-tengahnya dengan ujung pedang pada tulang tersebut. Kemudian, tulang itu diserahkannya kepada si Yahudi untuk diberikan kepada Amr ibn Al-Ash.

Setibanya di Mesir, si yahudi menyerahkan tulang tersebut kepada sang Gubernur, dan begitu Amr menerima tulang itu, mendadak tubuhnya menggigil dan wajahnya pucat ketakutan. Sehingga sang Gubernur memerintahkan pada bawahannya untuk membongkar masjid yang baru siap itu, dan supaya dibangun kembali gubuk lelaki Yahudi tersebut.

Yahudi tua yang kebingungan melihat reaksi dari Gubernur Amr pun lantas bertanya, mengapa Amr sangat ketakutan dan langsung menyuruh membongkar masjid yang baru dibangun, begitu menerima sepotong tulang dari Khalifah Umar.

Kemudian Amr menjelaskan, “Wahai orang yahudi ketahuilah, sesungguhnya tulang itu hanya tulang biasa. Namun, karena dikirimkan oleh Khalifah, tulang itu menjadi peringatan keras bagiku, yang seolah-olah berkata, ‘Hai Amr! Ingatlah siapa pun kamu sekarang dan betapa tinggi pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti berubah menjadi tulang busuk, karena itu bertindaklah adil seperti huruf alif yang lurus, adil ke atas dan adil ke bawah. Sebab jika kamu tidak bertindak demikian, pedangku yang akan bertindak dan memenggal lehermu!'”

Dari kisah ini bisa di simpulkan betapa adilnya seorang pemimpin dalam sistem Islam. Mereka takkan mengambil hak rakyat, apalagi tanah yang jelas-jelas ada pemiliknya hanya untuk kepentingan pribadi atau untuk investasi sebagaimana yang telah menimpa masyarakat Rempang. Pemimpin di sistem Islam adalah penguasa yang menjadi junnah bagi rakyatnya, bukan penguasa yang menjadi pengusaha.

Oleh karena itu kita tidak bisa berharap keadilan akan dirasakan oleh rakyat dari suatu negara yang menerapkan sistem buatan manusia. Karena sesungguhnya hanya dengan penerapan syariah Islam melalui institusi khilafahlah yang bisa memberikan perlindungan menyeluruh dan berkeadilan untuk seluruh umat manusia. Jadi, sudah seharusnya kita bergegas menuju penerapannya. Dengan penerapan syariah Islam, Allah Swt. pasti akan mendatangkan keberkahan berlimpah untuk umat manusia.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here