Opini

Bunuh Diri Marak, di Sistem Rusak

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Mia Annisa (aktivis muslimah Babelan)

wacana-edukasi.com, OPINI– Jika dulu negeri Jepang dan Korea paling banyak mendapatkan sorotan soal tingginya angka bunuh diri. Nampaknya, dering alarm kasus bunuh diri di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Laman-laman berita dan sosial media semakin sering menampilkan banyak ditemukannya kasus bunuh diri. Baik itu yang masih berusia sekolah hingga mahasiswa.

Seperti yang terjadi baru-baru ini dilakukan oleh seorang mahasiswi di salah satu universitas di Semarang. Yaitu NJW 20 tahun warga Ngaliyan, Jawa tengah. Menurut Kapolsek Semarang Tengah, Kompol Indra, sekitar pukul 17.20 WIB, NJW tewas dengan cara melompat dari lantai 4 mall Paragon ketinggian kurang lebih mencapai 20 meter. Tak berselang lama, kepolisian juga menemukan kasus mahasiswi yang mengakhiri hidupnya di kamar kos. EN berusia 24 tahun seorang mahasiswi yang berasal dari Kalimantan Selatan. ( news.republika.co.id, Jum’at, 13/10/2023)

Tidak hanya itu kasus bunuh diri juga ditemukan di daerah Malang dan juga Bogor. Seorang pemuda berinisial AT 20 tahun ditemukan tewas gantung diri di sebuah pohon pada Kamis (10/12/2023) di lahan sekitar rumahnya sekitar pukul 05.30 WIB. Adapun hal yang membuat AT nekat gantung diri, menurut keterangan polisi karena alasan depresi. Di Bogor Pria paruh baya berinisial IR (51) ditemukan tewas gantung diri di rumahnya, Kampung Kupu-kupu, Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jumat (13/10/2023).

Sepertinya temuan kasus tindakan nekat mengakhiri hidup dalam waktu yang berdekatan seolah sedang menjadi tren di Indonesia. Bahkan, pihak Kepolisian RI merilis data, dari bulan Januari sampai Juli 2023, kasus bunuh diri meningkat sebanyak 31,7 persen atau 640 kasus yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. ( radargresik.jawapos.com, Senin, 16/10/2023)

Rilis data ini semakin diperkuat, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019, Indonesia memiliki rasio bunuh diri sebesar 2,4 per 100 ribu penduduk. Angka ini menunjukkan bahwa ada dua orang di Indonesia yang melakukan bunuh diri dari 100 ribu jiwa di tahun itu. Dengan asumsi jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa, maka kasus bunuh diri pada tahun tersebut diperkirakan sebanyak 6.480 kasus.

Selain itu WHO juga menyatakan Indonesia yang termasuk negara dengan berpenghasilan kecil menengah sekitar 75 persen penduduknya tidak mendapatkan terapi. Misalnya penderita dengan gangguan jiwa berat, skizofrenia 0,18% yaitu sekitar 495 ribu orang membutuhkan pengobatan jangka panjang. ( ugm.ac.id/id, Jum’at, 13/10/2023)

Jika ditelisik rentetan peristiwa maraknya kasus bunuh diri banyak disebabkan oleh gangguan kesehatan mental. Seperti depresi, gangguan kesehatan serta masalah kejiwaan lainnya. Gangguan kesehatan mental tidak muncul dengan sendirinya berbagai problematika kehidupan yang menghimpit negeri dengan mayoritas muslim di bidang pendidikan misalnya biaya pendidikan semakin mahal, sedangkan setelah lulus sekolah atau kuliah mereka harus dituntut untuk terjun ke dunia kerja sedangkan di sisi lain banyak terjadi PHK dan pengangguran. Di bidang sosial, gaya hidup elit dengan lifestyle selangit tapi kantong tak memenuhi syarat, akhirnya membuat orang semakin merasa frustasi demi memenuhi gengsi.

Tak pelak mereka yang terkena depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga memiliki keinginan untuk melakukan bunuh diri.

Semakin lengkap ketika konten-konten self harm bertebaran di jagad maya, seperti menyayat-nyayat pergelangan tangan dan membentur-benturkan diri ke tembok. Nyaris tanpa cela bisa dikonsumsi dan dinikmati oleh siapa saja, semakin menjadikan generasi hilang arah. Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah).

Jika menyakiti diri saja sudah tidak boleh apalagi sampai pada tindakan bunuh diri, sebagaimana Firman Allah SWT.

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu, dan barangsiapa kesalahan demikian dengan hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. an-Nisa: 29-30)

Maraknya tindakan bunuh diri semua bermuara karena rusaknya tatanan kehidupan, agama tidak lagi dijadikan sebagai sumber rujukan. Manifestasi bahwa kehidupan sejatinya bertujuan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT nyatanya sudah banyak tidak dipahami oleh generasi muslim hari ini. Pada akhirnya ketika manusia ditimpa masalah, ujian. Seketika menjadi galau, khawatir, cemas bahkan berujung pada rasa futur (putus asa) dengan mengakhiri hidup.

Padahal selama hayat masih dikandung badan, manusia tidak lepas dengan yang namanya ujian. “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? ” (QS Al-‘Ankabut: 2)

Ruang keimanan yang seperti inilah seyogianya harus senantiasa dihadirkan pada diri seorang muslim. Pertama, sepelik apapun masalahnya mampu mengelolanya dengan benar. Memiliki manajemen stres dengan cara mengetahui sumber masalah lahirnya stres sehingga stres tidak terjadi secara terus-menerus.

Kedua, berbekal keimanan yang shahih harapannya mampu membentuk syakhsiyyah Islamiyyah sehingga seseorang memiliki ketahanan mental yang kokoh, tahan banting, militan, tidak gampang menyerah serta putus asa. Menyikapi segala sesuatu baik dan buruknya semua berasal dari Allah SWT di luar wilayah (lingkaran) yang manusia tidak kuasai.

Ketiga, maraknya kasus bunuh diri tidak hanya dipandang sebagai problem krisis identitas secara personal tetapi negara disini juga harus aware (menyadari) bahwa kerusakan ini terjadi akibat rusaknya tatanan kehidupan yang diterapkan yaitu kapitalisme sekuler. Negara dalam sistem Islam harus memberikan jaminan kesejahteraan di segala lini kehidupan. Sistem ekonomi Islam akan terintegrasi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga tidak akan ada lagi seseorang menghadapi tekanan karena beratnya menanggung ekonomi keluarga, sulitnya mendapatkan pelayanan gratis dan murah di bidang kesehatan. Hingga problem-problem lainnya negaralah yang secara otomatis akan bertanggungjawab secara penuh. Wallahu’alam bi shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 24

Comment here