Opini

Rusaknya Fungsi Keluarga

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Dwi R Djohan (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, Opini– Warga Subang, Jawa Barat digegerkan dengan adanya tragedi pembunuhan seorang anak berusia tiga belas tahun yang ternyata pelakunya adalah ibu kandungnya sendiri yang bersekongkol dengan paman korban serta kakek korban. Kejadian ini dikategorikan sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang mengakibatkan anak meninggal. Tragisnya tubuh korban dibuang ke Sungai Bugis Anjatan dalam kondisi berlumuran darah dan tangan terikat.

Melansir dari Kompas.com (08/10/2023), peristiwa ini berawal dari korban yang bernama Rauf ini jarang pulang ke rumah akibat dari perceraian kedua orang tuanya sehingga dia memilih tinggal di luar rumah sebagai gelandangan dan menjadi pencuri. Hingga pada Selasa malam (3/10/2023), Rauf memilih pulang ke rumah dengan masuk melalui atap rumah. Lalu kakeknya menegurnya. Tidak terima ditegur, si kakek dipukul dan ternyata si kakek tidak terima dirinya dipukul akhirnya membalas memukul menggunakan gergaji yang mengenai kepalanya. Rauf ingin melarikan diri tetapi si kakek berteriak memanggil ibunya dan si ibu mendengarnya sehingga bisa menghadang Rauf agar tidak melarikan diri.

Setelah ditangkap, Rauf dibanting ibunya hingga mendapatkan luka yang serius. Si ibu menelepon paman korban dan memintanya hadir untuk membantunya. Setelah hadir, pamannya mengikat kedua tangan Rauf yang sudah tak berdaya dan menaruhnya di areal dapur. Si Ibu pergi ke tetangga untuk pinjam motor guna mengantarkan Rauf ke rumah ayahnya.

Di tengah perjalanan inilah tragedi ini berlangsung. Si Ibu mulai merenung jika Rauf dipertemukan dengan ayahnya dalam kondisi seperti ini maka si ibu pasti yang akan disalahkan. Maka segera si ibu mengatur strategi dengan paman korban yang menyertainya di motor agar membuang Rauf yang masih hidup saat itu untuk dibuang ke Sungai. Otomatis karena tangan masih terikat maka Rauf tidak bisa menyelamatkan diri bahwa untuk minta tolong pun tak sanggup karena si ibu menyumpal mulutnya dengan boneka milik adiknya. Hingga di pagi hari, warga menemukan jenazah Rauf.

Dari kejadian ini, maka dapat saya simpulkan bahwa kasus KDRT tidak hanya terjadi antara pasangan suami dan istri saja tetapi juga terjadi antara orang tua dan anak. Adapun faktor yang berperan bisa bermula dari faktor ekonomi, emosi hingga moral dan iman. Dan untuk kasus Rauf, semua faktor itu ada. Jadi hal seperti ini pun terjadi.

Bermula pada perceraian kedua orang tuanya, membuat Rauf haus kasih sayang orang tua sehingga memilih di luar rumah untuk mendapatkannya. Si ibu yang berusaha mencari nafkah tetapi tak juga bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga membuat emosinya labil saat Rauf yang tidak pernah pulang yang kemudian akhirnya pulang namun malah membuat kegegeran dengan kakeknya sehingga si Ibu tersulut emosinya. Kemana ayahnya?

Menurut hasil wawancara dengan Tribunnews.com (13/10/2023), ternyata ayahnya sudah setahun lebih tidak pernah berkomunikasi bahkan mengunjunginya dengan alasan karena Rauf tinggal bersama ibunya setelah perceraian terjadi. Tanpa disebutkan apakah karena tidak diperbolehkan si ibu atau memang si ayah tidak ada keinginan mengetahui kondisi anaknya.

Faktor yang lain yang berperan terjadinya KDRT adalah keberadaan iman. Anggota keluarga memiliki hak dalam pendalaman iman dan ini tugas dari kepala rumah tangga yaitu ayah. Jika terjadi perceraian maka tugas tersebut tetap berada di pundak ayah dengan cara pemantauan selalu baik komunikasi melalui sang ibu atau memantau secara langsung. Dan ini tidak ada pengawasan dari negara dalam pemenuhan hak ini. Jadi tidak kaget jika anak melarikan diri dari rumah karena tidak merasakan rumahnya aman, kasih sayang orang tua dan pemupukan iman sebagai penguat saat ada masalah dalam keluarga.

Dengan demikian jelas negara dengan sistem kapitaslime ini telah mendidik keluarga-keluarga dengan sekulerisme yaitu memisahkan agama dengan kehidupan. Negara saja memisahkan agama dengan cara mengatur pemerintahannya apalagi pada lingkup kecil seperti keluarga. Jelas ini berbeda dengan negara yang menganut sistem Islam. Karena dengan sistem Islam, negara akan mengatur dengan aturan sempurna yang sesuai dengan fitrah manusia dan menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, ketentraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah.

Jika terjadi seperti ini, maka negara yang mengingatkan kepada sang ayah akan tugas dan kewajibannya kepada si anak dan negara akan memudahkan si kakek dalam memenuhi kebutuhan si ibu karena sudah terjadi perceraian. Negara akan selalu memantau semua itu, jika terjadi pelanggaran maka negara akan bertindak tegas. Bukankah itu bentuk tanggung jawab negara akan fungsinya dalam menjaga keluarga? Semua itu bisa jika diterapkan sistem Islam secara menyeluruh.

Wallahu a’lam bisshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here