Opini

TikTok Shop Dilarang, Pedagang dan UMKM Senang?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Carmini, S.E.

wacana-edukasi.com, OPINI– Direktur Program Institute For Development Of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan pelarangan terhadap tiktok yang menyediakan fitur belanja online, tidak akan memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Pasalnya para penjual maupun konsumen masih punya banyak alternatif untuk bertransaksi melalui platform e-commerce lainnya. Sebagaimana diketahui, pemerintah resmi melarang Tiktok Shop beroperasi, seiring dengan terbitnya Permendag No. 31/2023 yang mengatur perdagangan secara elektronik, “jadi dilarang satu ya enggak masalah, ” kata Esther dalam diskusi publik secara virtual. (Bisnis.com, 3/10/2023)

Pengamat media sosial, Enda Nasution menilai dengan keluarnya peraturan yang membuat Tiktok harus menutup fitur Tiktok Shop di dalam aplikasinya, menandakan bahwa pemerintah membuat kebijakan karena semata memiliki kekuasaan atau sekadar hadir. Tidak dengan data dan analisa ekonomi mendalam demi kepentingan publik dan kalangan UMKM. “Narasi yang diangkat melindungi UMKM tapi tidak mengindahkan UMKM lainnya yang justru hidup karena adanya fitur shop itu,” tuturnya kepada Tirto, Rabu, 4/10/2023.

Melihat hal tersebut, sudah seharusnya bagi negara untuk mampu mengidentifikasi dengan tepat persoalan yang terjadi di lapangan, sebelum membuat kebijakan ataupun solusi tepat untuk masyarakat. Karena faktanya sebagian masyarakat yang menggunakan tiktok untuk media jual beli, merasakan keuntungannya.

Adapun terkait dengan banyak masuknya barang impor dengan harga sangat murah, ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk mengawasi dan memperketat impor dari luar. Sehingga tidak merugikan UMKM yang ada di Indonesia saat ini. Apalagi saat ini sedang digencarkan transformasi digital termasuk rencana digitalisasi UMKM. Sehingga tentunya dibutuhkan adanya pendampingan literasi digital untuk para pelaku UMKM.

Perlu jadi perhatian juga oleh pemerintah di Indonesia, dari 21 juta UMKM di Indonesia yang terhubung oleh digital, mayoritas yang dijual merupakan produk dari Cina. Jika tidak segera ditangani dengan peraturan yang tepat, pasar digital Indonesia akan didominasi produk Cina. Hal ini menjadikan nasib UMKM di Indonesia sangat terombang ambing karena berada di tengah peraturan pasar bebas yang bersaing dengan pengusaha (korporasi) raksasa. Sedangkan sebelumnya sejumlah e-commerce dalam negeri yang menjalin kerjasama dengan e-commerce global sudah menjadi hambatan bagi produsen dalam negeri.

Saat ini Tiktok Shop dengan agenda menjual sendiri produknya yang merupakan produk asing, akan menambah hambatan UMKM dalam negeri. Sedangkan UMKM adalah pemain dengan modal kecil di pasar. Apabila UMKM bermain dengan pengusaha bermodal besar, maka tidak perlu menunggu lama UMKM akan bangkrut dan gulung tikar. Meskipun negara memberikan beberapa insentif berupa listrik dan bantuan langsung tunai kepada UMKM tidak akan berhasil jika disisi lain penguasa masih membebaskan produk impor masuk dengan bebas dan mudah hingga menguasai pasar.

Sehingga menjadi hal yang wajar, UMKM yang menggantungkan hidupnya dari usaha ini tidak kunjung mendapatkan kesejahteraan disebabkan UMKM tersebut bertarung sendiri tanpa didukung secara optimal oleh penguasa. Inilah nasib UMKM di bawah penerapan sistem kapitalisme. UMKM dijadikan tumbal untuk menyelamatkan ekonomi kapitalisme yang semakin hari semakin terpuruk. Hal ini menunjukkan bahwa negara bertindak sebagai pelayan korporasi.

Berbeda jika kita hidup di bawah naungan sistem Islam. Kondisi tersebut tidak akan terjadi jika Islam diterapkan secara menyeluruh. Islam bukan hanya sebagai agama, tapi juga ideologi yang mengatur seluruh sendi kehidupan termasuk mengatur ekonomi juga di dalamnya perdagangan. Dalam ekonomi Islam dijelaskan bahwa perdagangan merupakan aktivitas jual beli. Hukum hukum jual beli tentang pemilik harta bukan hukum tentang harta.

Setiap orang yang memiliki kewarganegaraan negara Islam maka termasuk warga negara Islam meski mereka seorang non muslim. Sedangkan yang tidak memiliki kewarganegaraan Islam adalah orang asing baik Muslim maupun non Muslim. Pedagang yang memiliki kewarganegaraan Islam boleh melakukan jual beli di dalam negeri dan terikat syariat perdagangan. Misalnya tidak melakukan penipuan, penimbunan, menjual barang haram dan hal terlarang lainnya. Pedagang berkewarganegaraan Islam boleh melakukan perdagangan luar negeri atau ekspor impor tanpa memerlukan surat ijin. Namun, jika komoditi yang di jual berdampak bahaya maka komoditi ini dilarang.

Dalam Islam juga akan diberlakukan cukai terhadap negara kafir seperti mereka memberlakukan cukai terhadap negara Islam. Cukai tidak diberlakukan bagi pedagang yang berkewarganegaraan Islam untuk komoditas yang diimpor atau diekspor.

Negara akan mengelola SDA milik rakyat. Apalagi sistem ekonomi Islam mewajibkan negara mengelolanya untuk dikembalikan kepada rakyat. Karena itu, hanya dengan sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh dalam sendi kehidupan yang bisa mewujudkan kesejahteraan bagi umat, termasuk di dalamnya adalah para pedagang dan UMKM. Kesempitan hidup akan terurai, berkah dari Allah pun akan turun.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here