Opini

Kereta Cepat Jakarta Surabaya, untuk Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nunik Krisnawati, S.E.

wacana-edukasi.com, OPINI– Pemerintah berencana melanjutkan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya, setelah proyek kereta cepat Jakarta-Bandung usai. Dengan adanya kereta cepat ini, waktu tempuh Jakarta-Surabaya hanya diperlukan 4 jam. Proyek kereta cepat ini rencananya melintasi Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo hingga Surabaya.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, perencanaan kereta cepat Jakarta-Surabaya sedang disusun dan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) (finance.detik.com, 28/10/23).

Dalam merealisasikan proyek kereta cepat tersebut Presiden Jokowi akan terbang ke China. Menteri BUMN, Erick Thohir mengungkapan, bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke China dalam rangka membahas proyek kereta cepat juga akan membahas kerjasama percepatan energi terbarukan, infrastruktur, juga perdagangan.

Erick menuturkan, bahwa Indonesia harus membangun infrastruktur baik itu kereta api, jalan tol, pelabuhan, maupun bandara untuk menjadi negara maju dan itu membutuhkan waktu hingga 8-10 tahun.

Erick juga mengungkapkan alasan Indonesia menggandeng China dalam proyek kereta cepat ini, karena perkeretaapian Indonesia yang dikelola oleh INKA belum mampu menguasai alih teknologi dalam proyek keceta cepat. Perusahaan milik negara (INKA) tersebut baru dapat memproduksi rangkaian kereta (trainset) LRT Jabodebek, itupun masih banyak menuai protes terkait pintu pendek, pintunya buka tutupnya masih telat. Jadi Erick menegaskan akan tetap menggandeng China untuk kerja sama dengan INKA dalam merealisasikan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya (kumparan.com, 15/10/23).

Menelisik pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung banyak permasalahan yang muncul. Dari lamanya waktu pembangunan hingga biaya yang membengkak. Awalnya biayanya sebesar US$ 5,13 miliar atau Rp76 triliun, tetapi perlahan berubah menjadi US$ 6,071 miliar (CNBC Indonesia, 16/08/23).
Biaya pembangunan proyek kereta cepat ini 75% berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan 25% merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China. Konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60% dan 40% berasal dari konsorsium China untuk pembagiannya.

Proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya memiliki jarak lebih panjang daripada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Tentu ini akan memakan waktu yang lebih lama juga biaya yang lebih besar. Pembangunan infrastruktur kereta api cepat memang menjadi konsep revolusioner di bidang perkeretaapian dalam negeri. Hanya saja, wacana proyek kereta cepat di tengah ketersediaan berbagai sarana transportasi arah Surabaya, jelas mengundang pertanyaan. Untuk siapa proyek kereta cepat ini dibangun?

Pembangunan ala Kapitalisme

Proyek kereta api cepat yang menggelontorkan dana besar tentu akan berimbas pada perawatannya yang mahal juga. Sehingga untuk menikmati fasilitas kereta cepat ini nantinya rakyat pun akan merogoh kocek yang tidak sedikit. Harga tiket kereta cepat Jakarta-Bandung saja sebesar Rp250.000; apalagi Jakarta-Surabaya, pasti rakyat harus bayar lebih mahal.

Melihat fakta ini, tentu tidak semua rakyat mampu membayar mahal untuk menikmati fasilitas kereta cepat. Sebagaimana proyek jalan tol, hanya segelintir orang saja mampu menikmati fasilitas kereta cepat ini, yakni orang yang punya modal.

Proyek kereta cepat tak lepas dari pembangunan yang dilakukan oleh kapitalisme. Ciri pembangunan negara kapitalisme adalah bukan untuk kemaslahatan rakyat. Namun, pembangunan yang bisa dikomersilkan. Ditambah konsep kebebasan pada sistem kapitalisme, membuat para pemilik modal bisa mengendalikan kebutuhan hajat publik atas nama investasi. Akhirnya rakyat tidak bisa menikmati infrastruktur tersebut dengan murah dan aman.

Selain itu, publik bisa melihat pembangunan infrastruktur berpusat hanya di tempat-tempat tertentu, seperti hanya di pulau Jawa. Padahal infrastruktur transportasi di Pulau Jawa dibandingkan dengan wilayah lain lebih mudah dan variatif.

Pembangunan Dalam Sistem Islam

Dalam Islam, negara menjalankan semua kebijakan berdasarkan syariat Islam. Maka dalam infrastruktur, mulai dari konsep pembangunan sampai pembiayaannya tidak akan lepas dari hukum syariat yang berlaku terhadapnya.

Dalam Islam, secara umum infrastruktur diartikan sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan oleh semua orang. Sehingga masuk dalam kategori “marafiq al-jama’ah” yang haram dimonopoli oleh individu, seperti jalan raya, laut, udara dan sejenisnya. Karena bagian dari “marafiq al-jama’ah” maka seluruh bagian insfrastruktur tersebut wajib disediakan oleh negara, dan infrastruktur ini merupakan fasilitas umum maka menggunakannya gratis tanpa dipungut biaya.

Untuk mewujudkan konsep pembangunan seperti hal di atas, Islam telah menetapkan strategi pembiayaannya. Dalam kitab “Al-Anwal fi Dawlah al-Khilafah” karya al-‘Allamah Syekh ‘Abd al-Qadim Zallum menjelaskan bahwa strategi pembiayaan infrastruktur diperoleh dari memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum. Seperti, minyak, gas, tambang, dan semisalnya. Maknanya adalah Khalifah boleh mengkhususkan beberapa hasil sumber penghasilan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu seperti fosfat, emas, tembaga dan sejenisnya untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

Adapun dalil kebolehan Khalifah mengambil stategi tersebut adalah hadis Rasulullah Saw. : “Tidak ada hak untuk memproteksi kecuali milik Allah dan Rasulnya” (HR. Abu Dawud).

Rasulullah Saw. juga mencontohkan dalam Af’al (perbuatannya) yakni Rasulullah Saw. pernah memproteksi tanah an-Naqi, tempat yang terletak di Madinah Al-Munawaroh untuk tempat menggembala kuda” (HR.Abu Ubaid).

Kebijakan yang sama juga pernah dilakukan oleh Abu Bakar ketika menjadi Khalifah. Beliau memproteksi ar-Rabdzah yang dikhususkan untuk menggembalakan unta zakat. Begitu pula dengan Khalifah Umar bin Khatab, beliau tidak hanya memproteksi ar-Rabdzah juga memproteksi ladang gembalaan lain yaitu as-Syaraf. Ar-Rabdzah adalah salah satu ladang gembalaan di suatu daerah. Maka untuk mengurusi ladang tersebut Khalifah mengangkat budaknya yang bernama Hunaiyyi.

Dari dalil tersebut dapat dipahami bahwa para Khalifah diperbolehkan memproteksi beberapa kepemilikan umum untuk kemaslahatan masyarakat. Maka negara boleh memproteksi kepemilikan umum untuk pembiayaan infrastruktur. Sebab infrastruktur itu untuk kemaslahatan publik.

Selain memproteksi kepemilikan umum Khalifah juga boleh menarik pajak (dharibah) kepada kaum muslimin, namun dengan beberapa catatan. Pertama, kas Baitul Mal tidak mencukupi atau kosong. Kedua, infrastruktur memang penting dan genting untuk diadakan. Misal pembangunan jembatan yang menghubungkan dua daerah yang terisolasi, pembangunan sekolah, pembiayaan jihad dan pembangunan jalan untuk daerah yang terisolir. Bukan untuk membiayai pembangunan kereta api cepat seperti sekarang yang notabene tidak penting dan genting.

Dharibah dalam Islam berbeda dengan pajak dalam kapitalisme. Dharibah akan diambil dari warga Daulah Khilafah khusus kepada Muslim saja. Pun tidak semua kaum muslim dibebani dharibah. Hanya orang-orang yang memiliki kelebihan harta setelah kebutuhan pokok mereka terpenuhi saja. Sedangkan warga negara yang tergolong kafir dzimmi tidak dipungut dharibah.

Adapun meminjam dari negara asing atau lembaga keuangan global seperti IMF, Word Bank atau sejenisnya sebagai strategi pembiayaan infrastruktur, haram diambil oleh Khilafah. Strategi ini akan membahayakan kedaulatan negara. Karena jika terjadi gagal bayar infrastruktur yang dibangun akan diambil oleh negara yang memberi pinjaman. Selain itu, infrastruktur juga akan dikomersialisasi sehingga hanya rakyat tertentu saja yang bisa menikmatinya. Dan lebih dari itu transaksi ini pasti mengandung riba yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Demikianlah konsep pembangunan dan pembiayaan infrastruktur dalam negara Khilafah. Semua itu diwujudkan untuk kemaslahatan rakyat semata.

Allahu ‘alam bi Showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here