Oleh Neng Mae
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Menurut LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) harta kekayaan Bupati Bandung, Dadang Supriatna meningkat drastis. Kenaikan sebesar Rp.600 juta dalam setahun dinilai wajar oleh tokoh pemuda Kabupaten Bandung Tubagus Topan Lesmana. Pada tahun 2021 jumlah total kekayaan Kang DS Rp.8.884.850.872 sedangkan pada tahun 2022 sebesar Rp.9.492.804.928, selain berupa tanah dan bangunan harta kekayaan Kang DS juga berupa uang kas, kendaraan roda empat, dan sejumlah alat-alat berat.
Menyoal harta kekayaan di era ini merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting dalam kehidupan, apa-apa butuh uang. Misalnya saja untuk mendapatkan pendidikan yang baik, tentunya perlu uang yang banyak, biaya perawatan di rumah sakit, biaya kelahiran, biaya melaksanakan ibadah haji, biaya memenuhi kebutuhan pokok dan lain sebagainya.
Apalagi jika yang disorot adalah harta kekayaan seorang pemimpin yang meningkat drastis hanya dalam satu tahun, tentu menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Padahal kondisi ekonomi rakyatnya sedang tidak baik-baik saja.
Inilah yang dikhawatirkan di sistem demokrasi kapitalisme saat ini, ketika amanah yang rakyat berikan malah dijadikan sumber penghasilan untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Sudah menjadi rahasia umum, seseorang yang ingin menduduki suatu jabatan dalam sistem demokrasi butuh biaya yang sangat mahal harganya. Sehingga ketika jabatan sudah diraih maka yang jadi tujuan utama adalah bukan mensejahterakan rakyatnya, tapi bagaimana supaya bisa mendapatkan uang dari jabatannya untuk mengganti biaya yang sudah dikeluarkan ketika kampanye dulu. Maka banyak pemimpin yang berprilaku koruptif dan bersenang-senang di atas penderitaan rakyat yang lemah dan miskin.
Karena memang tujuan yang diajarkan sistem ini hanya berkisar pada materi dan kemanfaatan. Akhirnya pemimpin yang lahir dari sistem ini seperti pedagang, menggunakan jabatannya sebagai alat bertransaksi untuk mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya, tidak peduli itu halal atau haram. Karena dalam pemahaman mereka materi di atas segalanya.
Dengan kata lain sistem ini membuka celah korupsi, walaupun ada aturan dan UU bisa direvisi sesuai kepentingan, juga minimnya pengawasan dan belum ada penindakan hukum yang tegas pada pelaku korupsi, alhasil korupsi semakin merajalela.
Sebetulnya dalam Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi kaya, tapi tentu saja ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu harta yang didapatkan harus dengan cara yang benar, halal dan digunakan untuk kebaikan. Begitu pula halnya dengan kekayaan seorang pemimpin, jangan sampai harta yang didapatkan hasil dari korupsi, karena di akhirat kelak harta tersebut akan meminta pertanggungjawaban.
Oleh karena itu dalam Islam tidak boleh memilih pemimpin asal-asalan, ada beberapa syarat untuk menjadi pemimpin yang ideal, pertama, mempunyai akidah yang lurus. Kedua, mempunyai wawasan luas. Ketiga, mempunyai dedikasi tinggi untuk mengabdi pada umat. Keempat, mempunyai komitmen yang kuat terhadap ajaran Islam.
Dengan menyandarkan loyalitas kepemimpinannya pada ketaatan Allah SWT dan Rasul-Nya, memfungsikan Badan Pengawas Keuangan secara optimal, menegakan sistem sanksi Islam yang diberikan sesuai kejahatannya baik berupa penjara, pengasingan, hingga hukuman mati, mampu memberikan efek jera. Sehingga mampu menghindarkan pemimpin dari perbuatan memperkaya diri sendiri dan kelompoknya yang dapat merugikan rakyat.
Jika membandingkan kepemimpinan di masa Rasulullah dengan jaman sekarang sangat jauh berbeda, saking sederhananya, Rasulullah hanya memiliki tiga baju gamis saja. Tapi fakta sekarang, pemimpin sibuk pamer kekayaan.
Maka dari itu, dengan menerapkan sistem pemerintahan Islam akan lahir pemimpin yang mensyukuri nikmat yang Allah Ta’ala berikan, tanpa tergiur menumpuk harta kekayaan yang merugikan rakyat dan sistem ini mampu menuntaskan segala problematika kehidupan yang semakin pelik.
Wallahu’alam bishawab.
Views: 11
Comment here