Opini

Stunting Parah Karena Kemiskinan Merajalela

Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irohima

wacana-edukasi.com, OPINI– Stunting menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani karena berkaitan dengan masa depan bangsa. Saat ini, stunting masih menjadi salah satu kasus yang dominan terjadi di masyarakat yang belum terselesaikan karena banyaknya kendala. Di tengah status Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia tenggara dan terbesar ke-17 di dunia tahun 2022, kita dihadapkan pada fakta yang miris yaitu satu dari lima anak di bawah dua tahun di Indonesia mengalami kekurangan gizi kronis.

Permasalahan stunting di Indonesia serta penanganannya yang belum optimal, disoroti oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, dan beliau meminta agar pemerintah melibatkan masyarakat untuk mendorong program stunting karena menurut Rahmad Handoyo, seringkali ditemukan persoalan penyediaan makanan-makanan bergizi untuk anak-anak di daerah yang masih dibawah standar. Padahal dana yang digelontorkan pemerintah cukup banyak. Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany bahkan mengungkap adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting di tingkat daerah. Perilaku korupsi inilah yang menjadi salah satu sebab lambatnya penurunan angka prevalensi stunting ( BERITASATU, 1/12/2023 ).

Stunting adalah masalah gizi dan nutrisi yang kronis, selain ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak dari standar, anak-anak stunting juga mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif seperti lambat berbicara hingga sering sakit. Angka stunting dengan kasus kurangnya tinggi badan dari standar umum di Indonesia mencapai 21.6% pada 2022, tertinggi kedua setelah Timor Leste. Indonesia juga dinyatakan oleh UNICEF sebagai negara berkembang dengan prevalensi stunting tinggi karena dari 88 negara di dunia Indonesia masuk ke dalam lima besar.

Stunting bukan hanya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi, kelahiran prematur dan infeksi, tapi juga bisa disebabkan oleh usia sang ibu saat hamil, ibu yang kekurangan gizi, kondisi sosial, ekonomi, budaya, pendidikan yang kurang mendukung serta sistem pangan, perawatan kesehatan, infrastruktur layanan air dan sanitasi yang kurang layak. Anak-anak di pedesaan lebih beresiko terkena stunting daripada anak-anak di kota, ini disebabkan karena infrastruktur terkait dan akses layanan kesehatan di daerah pedesaan masih minim.

Berbagai dampak negatif dari stunting diantaranya, tinggi badan kurang dari standar, cacat dan angka kematian bayi meningkat, penurunan kinerja dan perkembangan kognitif, peningkatan risiko infeksi, dan perkembangan psikomotor yang buruk. Dalam jangka panjang, penderita stunting berpotensi memiliki IQ rendah yang efek domino nya berlanjut pada kecilnya kesempatan mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang layak. Anak penderita stunting juga rawan terkena penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan kanker.

Tingginya angka stunting di Indonesia tentu disikapi banyak pihak dengan langsung melakukan penanganan. Tapi sayang, meski sudah diterapkan kebijakan dengan banyak program, masalah stunting tak juga terselesaikan karena penanganannya tak menyentuh akar masalah. Seperti program penyediaan makanan tambahan untuk anak-anak di daerah yang justru dalam pelaksanaannya kerap ditemukan makanan yang masih jauh dibawah standar gizi. Di sisi lain, ada dana besar yang dialokasikan untuk menangani stunting, namun mirisnya dana besar ini justru dikorupsi.

Penyebab umum munculnya kasus stunting sebenarnya adalah kemiskinan. Ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses kebutuhan dasar, air bersih, kesehatan, pendidikan serta yang lainnya menjadi poin utama dalam masalah ini. Sejatinya stunting dan kemiskinan sangat erat kaitannya. Gizi yang cukup, dapat diperoleh dari makanan layak yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna, sedangkan kita masih didera oleh persoalan kemiskinan yang semakin hari semakin meningkat, jangankan memenuhi keutuhan asupan yang bergizi, kebutuhan makan sehari-hari level yang sederhana pun sangat sulit dipenuhi. Ketidakstabilan ekonomi dan melambungnya harga kebutuhan sehari-hari serta maraknya korupsi membuat harapan negeri untuk bebas dari stunting hanyalah ilusi.

Persoalan kemiskinan yang semakin ekstrem melanda negeri ini merupakan buah dari penerapan sistem Kapitalisme. Dalam sistem Kapitalisme, terdapat kebebasan tanpa batas dalam hal kepemilikan, sistem ini meliberalisasi seluruh sumber daya, termasuk sumber daya yang harusnya menjadi milik umum. Dalam Kapitalisme, sumber daya alam semisal tambang yang harusnya menjadi milik umat dan dikelola oleh negara dan digunakan sebagai sumber pendapatan untuk kepentingan rakyat, nyatanya bisa dikelola bahkan dimiliki oleh individu atau swasta. Padahal hasil pengelolaan seluruh sumber daya dan kekayaan alam secara mandiri bisa digunakan untuk mencukupi seluruh kebutuhan rakyat, namun dalam kapitalisme, hasil pengelolaan sumber daya akan kembali pada swasta sebagai pengelola atau pemilik. Walhasil kekayaan hanya akan terkonsentrasi pada segelintir pemilik modal besar saja. Dan konsep inilah yang menyebabkan kemiskinan semakin merajalela, kaum pemilik modal besar akan semakin kaya dengan besarnya keuntungan dari hasil pengelolaan sumber daya, sementara masyarakat kecil yang tak punya kekuatan semakin terpuruk dan akrab dengan kemiskinan dan derita. Banyaknya program yang dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan juga kerap merangkul pihak swasta yang jelas-jelas orientasi mereka hanyalah keuntungan bagi pengusaha bukan pada kemaslahatan rakyat.

Terbukti, sistem ekonomi Kapitalisme telah gagal dan tidak akan pernah menyelesaikan persoalan, karena sepanjang sejarah kapitalisme berkuasa kemiskinan justru tak pernah hilang ataupun berkurang, tapi justru diabadikan. Diperlukan solusi yang tepat dalam penyelesaian kemiskinan, dan solusi tepat lagi mumpuni dalam hal ini adalah dengan menerapkan syariat Islam. Kenapa Islam ? karena Islam memiliki aturan kepemilikan yang jelas dan tepat. Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
Kepemilikan individu yang dibolehkan dengan cara sesuai syariat seperti hasil kerja, warisan, hadiah dan lain sebagainya.
Kepemilikan Umum, yaitu sumber daya yang terkait dengan hajat hidup orang banyak seperti tambang, hutan, air dan lain-lain akan dilarang untuk dimiliki dan dimonopoli oleh individu ataupun pihak swasra/asing, karena termasuk dalam aset milik rakyat. Hanya negaralah yang harus mengelolanya.
Kepemilikan negara seperti ghanimah, jizyah dan kharaj, yang pengelolaannya akan diwakilkan kepada Khalifah.

Dengan aturan kepemilikan yang jelas dan didukung oleh negara yang berperan optimal dalam memenuhi kewajibannya sebagai periayah umat serta adanya jaminan tercukupinya kebutuhan secara adil dan merata maka kemiskinan sudah tentu akan teratasi dan kasus stunting tak akan terjadi lagi.

Wallahualam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here