Opini

Islam, Solusi Masalah Rohingya

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Yarni Faakhirah (Aktivis Dakwah Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Sungguh tersayat hati ini melihat kondisi saudara kita yaitu muslim Rohingya. Di negaranya mereka disiksa, akhirnya meninggalkan negaranya untuk mempertahankan nyawa. Berdesakan diatas kapal, dengan bekal seadanya, terombang-ambing di tengah laut mencari negara yang mau menerima. Hingga tibalah di Indonesia, negara muslim terbesar di dunia berharap mendapatkan pertolongan, namun nyatanya yang ada hanya penolakan.

Sejak 14-21 November 2023 ada 1.084 pengungsi Rohingya yang datang ke Sabang, Aceh. Mereka datang dengan meminjam kapal milik warga Bangladesh. (Detik.com, 4-12-23).  Awalnya warga setempat sempat memberikan bantuan kepada para pengungsi, namun setelah memberi bantuan mereka menyuruh pengungsi untuk berlayar kembali, dengan alasan mereka kerap membuat masalah, seperti melarikan diri dari penampungan hingga mengeluh saat menerima makanan. (CNN, 8-12-23)

Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Indonesia pada dasarnya tidak ikut menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang pengungsi. Karenanya, sah-sah saja jika pemerintah ingin menolak kedatangan para pengungsi. (CNN, 8-12-23)

Hipokrisi PBB

Penindasan terhadap muslim Rohingya mulai gencar sejak peristiwa kudeta militer Myanmar pada 1962. UU tahun 1982 melepaskan mereka dari status kelompok minoritas muslim yang diakui. Penindasan melalui pembatasan gerak dan pekerjaan serta penolakan atas kewarganegaraan mereka dialami sebagian besar muslim Rohingya yang tinggal di Rakhine.

Banyak muslim Rohingya yang menjadi korban tindakan keras militer Myanmar seperti penganiayaan, hingga pembunuhan oleh ekstremis Buddha Myanmar pada tahun 2017. Anehnya, dunia masih terdiam melihat kejahatan Myanmar. Dukungan dunia tidak banyak memengaruhi nasib Rohingya yang masih berada dalam ketidak pastian. Bahkan, Thailand, Malaysia, dan Bangladesh menolak kehadiran pengungsi Rohingya di tanah mereka.

Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) beberapa tahun lalu pernah mengatakan negara-negara ASEAN sedang bermain-main dengan nyawa orang. PBB yang menyeru berbagi krisis kemanusiaan, namun malah tidak pernah bertindak keras dan tegas terhadap kejahatan Myanmar atas Rohingya. Konflik dalam negeri yang membuat Rohingya terusir dari negerinya tidak kunjung terselesaikan oleh PBB dengan memberikan sikap keras terhadap pemerintah Myanmar.

PBB selalu mengutamakan HAM, tetapi sesungguhnya gagal memperjuangkan hak kemanusiaan yang semestinya didapat warga Rohingya. Inilah hipokritnya lembaga dunia semacam PBB yang hanya mampu bersuara namun minim aksi jika menyangkut kepentingan kaum muslim.

Mengungsinya Rohingya ke Bangladesh tetap menyulitkan mereka, karena banyak dari mereka kekurangan makanan, keamanan, pendidikan, hingga kesempatan kerja di kamp pengungsi yang penuh dan sesak. Wajar akhirnya mereka melarikan diri dari kamp tersebut, dan berlayarlah ke Indonesia dan negara lainnya.

Butuh Persaudaraan, Bukan Hanya Sekedar Kemanusiaan
Sebagai negeri muslim terbesar, Indonesia seharusnya punya motivasi lebih dari sekedar kemanusiaan untuk menolong pengungsi Rohingya. Seharusnya, motivasi utama adalah persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah).

Dalam tataran normatif hingga teknis, Indonesia juga tidak terkendala untuk memilih mengambil tanggung jawab lebih besar pada pengungsi Rohingya. Tidak ikutnya Indonesia dalam menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967-nya, tetap menjadikan Indoensia bisa memberikan perlindungan bagi pengungsi.

Jika Indonesia memiliki kemauan, pasti ada jalan. Sayangnya, hal ini sulit terwujud untuk menjadikan pengungsi Rohingya sebagai saudara seiman karena tidak adanya dorongan yang lebih besar untuk menjadikan mereka sebagai saudara. Nilai nasionalisme dan Islam moderat, yang diperparah dengan atmosfer islamofobia telah melemahkan cita-cita persaudaraan Islam.

Hal yang tidak disukai secara politik di tengah upaya pelemahan politik Islam di dalam negeri adalah dengan menolong saudara muslim. Akhirnya, posisi tawar Indonesia yang kuat secara politik di kawasan—sebagai pemimpin defacto ASEAN—tidak membawa manfaat apa pun bagi entitas muslim, termasuk entitas Muslim Rohingya.

Persaudaraan Muslim Hanya Bisa Diterapkan dalam Sistem Islam
Malapetaka yang besar jika pengungsi Rohingya diterima sementara di Indonesia sebagai bentuk kemanusiaan dari pada ukhuwah. Sebab, umat Islam telah gagal membela saudara muslim yang lain, salah satunya muslim Rohingya. Pengabaian ini menjadi pelanggaran syariat secara nyata.

Allah Swt. telah berfirman dalam QS Al-Hujurat: 10 yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin adalah bersaudara. Makna persaudaraan dalam Islam digambarkan indah dalam sabda Rasulullah saw., “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah bagaikan satu jasad, jika salah satu anggotanya menderita sakit, maka seluruh jasad juga merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa tidur dan merasa panas.” (HR Bukhari dan Muslim)

Padahal Islam telah membuktikan dan menyuburkan nilai kemanusiaan kepada sesama manusia dan persaudaraan yang mendalam dengan sesama muslim. Sejarah pun telah menunjukkan banyak bukti para Khalifah, penguasa kaum muslim dalam memberi teladan untuk pelaksanaan nilai ini.

Seperti Sultan Bayezid II yang mengirim angkatan laut Ottoman di bawah komando Kemal Reis ke Spanyol untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi yang terusir dari Spanyol dengan adanya Dekrit Alhambra pada 31 Juli 1492. Sultan mengirimkan pengumuman ke seluruh wilayah dalam otoritasnya untuk menyambut para pengungsi dan memberi izin untuk menetap di wilayah Ottoman dan menjadi warga negara. Sultan Bayezid mengancam hukuman mati kepada seluruh orang yang mengancam para Yahudi dengan keras atau menolak mereka dari negeri muslim. Inilah bentuk pembelaan atas nama kemanusiaan yang terbaik. Jika nilai kemanusiaan saja dijunjung tinggi maka nilai persaudaraan muslim tentu nyata adanya.

Solusi untuk Rohingya
Rohingya dan negeri muslim lainnya membutuhkan pemimpin dan tempat yang mampu menjamin nyawa manusia dan kehormatan Islam. Kemudian adanya ikatan akidah dan ukhuwah Islamiyah dapat menjadikan umat bersatu tanpa adanya sekat-sekat bangsa, suku, dan ras. Persatuan umat Islam ini akan terwujud dalam Khilafah sekaligus melindungi umat dari kejahatan; membela kaum yang terancam dan tertindas dari tanah kelahiran; serta menyatukan seluruh negeri Islam dalam satu wadah.

Sandang, pangan, papan bahkan pekerjaan bagi laki-laki agar bisa menarkahi diri dan keluarga nya akan dipenuhi oleh Khilafah. Pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan juga akan dijamin oleh Khilafah. Ketika konflik budaya terjadi antara pendatang dengan warga lokal, Khilafah akan mendamaikan keduanya. Asas akidah serta sikap saling mengenal dan menolong di antara keduanya akan menghilangkan sekat-sekat bangsa, suku, ras dan golongan yang mungkin ada.

Selain itu, Khilafah akan melakukan pendekatan politik maupun militer (jihad fi sabilillah) terhadap pemerintahan Myanmar yang terbukti melakukan genosida terhadap muslim Rohingya. Khilafah akan mengamankan muslim Rohingya yang masih ada di Myanmar dan membebaskan wilayah Rakhine yang sudah lama menjadi tempat tinggal mereka.

Dengan demikian, solusi ini hanya akan bisa terwujud dengan tegaknya Khilafah. Oleh karenanya, umat Islam memiliki tanggung jawab untuk berjuang mewujudkan Khilafah, selain tetap memberikan pertolongan bagi muslim Rohingya yang berada di sini sebagai kewajiban kita.
Wallahualam bishowabb

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 58

Comment here