Opini

Refleksi Hari Ibu: Perempuan Berdaya, Indonesia Maju?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Anisa Rahmi Tania

wacana-edukasi.com, OPINI– Hari ibu, konon menjadi hari spesial di bulan Desember setiap tahunnya. Hari ini diciptakan terkhusus untuk menengok kerja keras sosok Ibu yang selalu berkorban untuk keluarga tercinta. Ada yang memberi bunga yang cantik, ada pula yang menghadiahi sang ibu dengan pernak pernik, ada pula yang meliburkan ibunya dari berbagai pekerjaan domestik. Seraya menyenangkannya dengan jalan-jalan, dan lain-lain.

Perayaan ini pun digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Pada momen tahun ini KemenPPPA mengangkat tema “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Pada kesempatan ini Bintang Puspayoga sebagai Menteri PPPA menyerahkan 250 paket pemenuhan hak anak kepada anak-anak kampung Pemulung Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok. Paket bantuan tersebut berupa beras, pasta gigi, susu, dan biskuit anak. Beliau mengatakan hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemenuhan hak dasar anak. (www.kemenpppa.go.id, 14/12/2023)

Tema yang diangkat terkait dengan peran Ibu dalam memajukan bangsa. Jika menilik kata ini, kemajuan bangsa memang salah satunya sangat bergantung pada peran seorang ibu. Sayangnya arah pandang hari ini terhadap peran ibu tidak lagi sama.

Perempuan yang berdaya adalah perempuan yang berkarier. Perempuan yang berperan untuk bangsa adalah perempuan yang eksis di dunia bisnis dan menghasilkan materi. Inilah pandangan hari ini.

Tema ini diangkat seiring dengan upaya penegasan terhadap eksistensi kaum perempuan serta untuk menunjukkan kekuatannya dalam memajukan kehidupan bangsa. Hal ini untuk semakin mendorong kaum perempuan khususnya ibu untuk memberikan perhatian dan pengakuan terhadap pentingnya eksistensi mereka di sektor pembangunan.

Inilah upaya yang dilakukan selama 95 tahun diperingatinya Hari Ibu. Di mana gaung kesetaraan gender semakin nyaring di tengah masyarakat. Seakan manis, namun ketika ditelan rasanya pahit. Itulah ide-ide yang digaungkan para aktivis gender dan lainnya. Alih-alih memajukan bangsa, justru melahirkan banyak permasalahan baru.

Sistem Kapitalisme Menyeret Peran Ibu

Sebuah sistem kehidupan yang diterapkan negara tentu akan berpengaruh terhadap esensi kehidupan seluruh rakyatnya. Saat kapitalisme telah mengakar di tanah air ini, maka seluruh kehidupan rakyat pun terpengaruh olehnya. Satu hal yang mencolok adalah bagaimana arah pandang kehidupan mereka.

Materi menjadi inti dari segala permasalahan. Sehingga segala hal dinilai dengan materi. Segala tujuan dari tindakan atau perilaku melulu terkait materi pula.

Begitu pula dengan sosok seorang ibu. Kapitalisme nyatanya telah menyeret peran ibu. Di mana fitrahnya sebagai ummun warabatul baith dipaksa untuk keluar rumah. Mereka dianggap berdaya ketika mereka menghasilkan materi dari hasil keringat mereka sendiri. Di sinilah mereka digelari sebagai ibu yang berprestasi. Maka tak sedikit ibu melalaikan fungsi utamanya.

Untuk sebagian besar, pada akhirnya ini menjadi pilihan yang sulit karena tuntutan ekonomi keluarga yang tidak bisa ditunda. Namun bagi sebagian lainnya, tuntutan karier adalah untuk kepuasan pribadi dan prestasi pribadi.

Akan tetapi apa dampak terjadi? Tidak bisa dipungkiri, data menunjukkan grafik perceraian terus menanjak. Di tahun 2022 kasus perceraian menurut laporan statistik Indonesia mencapai 516.334 kasus. Ini adalah rekor yang tertoreh sepanjang enam tahun ke belakang. Artinya dari tahun 2017 hingga 2022 terus terjadi peningkatan. (Databoks.katadata.co.id, 01/03/2023)

Bagaimana dengan nasib para anak dan generasi? Dilansir dari kompas.id (25/03/2023), setelah Indonesia darurat narkoba, kini seks bebas menjadi masalah utama di kalangan remaja Indonesia. Hal ini disampaikan kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Dari total penduduk Indonesia, sebanyak 26,7 persen remaja telah terjebak seks bebas. Bahkan perilaku ini sudah dianggap biasa di kalangan mereka.

Selain itu, Indonesia pun tengah mengalami darurat kekerasan terhadap anak. Hal ini ditandai dengan maraknya perundungan ataupun tawuran antarpelajar.

KPAI mencatat terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak hingga Agustus 2023. Kasus terbanyak adalah kasus kekerasan seksual yakni 487 kasus. Sementara kasus kekerasan fisik/psikis sebanyak 236 kasus. Kasus lainnya, seperti kasus perundungan diterima KPAI sebanyak 87 kasus. (metro.tempo.co, 16/10/2023)

Tentu permasalahan ini bukan hanya kelalaian fungsi seorang ibu saja. Namun, hilangnya peran ibu di tengah keluarga menambah berat kasus yang ada.

Islam Muliakan Ibu

Dalam Islam, sosok perempuan terutama Ibu adalah sosok yang dimuliakan. Perempuan berdaya merupakan mereka yang mendidik generasi dengan sepenuh hati. Dengan bekal pendidikan berkualitas yang disediakan Negara secara cuma-cuma, setiap perempuan siap mendidik penerus peradaban ini. Maka, Ibu menjadi kunci dari tegaknya peradaban gemilang. Karena kualitas generasi tergantung dari madrasah yang dibangun pertama kali di rumah. Hal tersebut dilaksanakan oleh Ibu dan dikomandoi oleh sang ayah.

Inilah mengapa Islam tidak mewajibkan perempuan bekerja. Karena ketentraman sebuah rumah tangga ada pada sosok ibu. Jika ia terlalu lelah bekerja di luar, terlalu banyak hal yang menjadi beban pikirannya maka bisa dipastikan rumah tangganya tidak akan tentram. Imbasnya pada anggota keluarga yang akan merasakan ketidaknyamanan.

Maka dibutuhkan sinergi dari negara dan para kepala keluarga untuk memenuhi hak-hak kaum perempuan terutama seorang ibu. Mereka dicukupi semua kebutuhannya, mereka disayangi dan diayomi. Sehingga terlihat semua aspek terlibat dalam memajukan bangsa sesuai dengan fungsinya. Tidak dengan memaksakan dari fitrah yang sudah ada.

Oleh karena itu, untuk berdaya dan maju tidak mengharuskan eksistensi dan totalitas kaum perempuan dalam perekonomian. Tetapi dibutuhkan kemandirian negara (tidak tergantung pada asing). Juga menempatkan sistem kepemilikan sesuai dengan syara. Dimana segala sumber daya alam tidak untuk diperjualbelikan. Sumber daya alam wajib dikelola negara yang seluruh hasilnya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat tanpa pandang bulu.

Setiap kepala keluarga, diberikan sumber mata pencaharian sesuai dengan potensinya oleh negara. Negara memastikan perusahaan atau industri-industri membuka lapangan pekerjaan untuk para laki-laki, bukan untuk perempuan. Kecuali untuk bidang pekerjaan tertentu. Hal itu pun dilakukan sesuai dengan fitrah perempuan, tanpa melalaikan tugas utamanya dan tetap menjaga kehormatan perempuan. Begitulah sistem Islam memuliakan perempuan dan memfungsikannya sesuai dengan tuntunan syara, bukan tuntutan materi.

Wallahu’alam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here