wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Indonesia, negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) ternyata belum mampu bemberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Minimnya lapangan pekerjaan di negeri ini menyebabkan angka kemiskinan yang tinggi. Oleh karenanya tidak sedikit masyarakat yang memilih jalan pintas mencari peruntungan ke negeri orang menjadi buruh migran, termasuk di antaranya kaum perempuan.
Dilansir dari voaindonesia.com (20/12/2023), komnas Perempuan menemukan sejumlah Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKN) di Indonesia masih mengelola tempat penampungan dan pelatihan calon pekerja migran seperti layaknya rumah tahanan. Selain itu, hasil pemantauan tersebut menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) belum mampu memberi perlindungan seperti yang diharapkan dan masih menempatkan perempuan pekerja migran dalam posisi yang lebih rendah serta rentan seperti saat belum adanya regulasi tersebut.
Negara Kapitalis-liberal Gagal Menjamin Kesejahteraan Rakyatnya
Fakta di atas adalah cerminan gagalnya negara kapitalisme-liberal menjamin kesejahteraan rakyatnya. Parahnya lagi perempuan di sistem ini dipaksa menjadi tulang punggung keluarga. Terlebih kondisi ini nyatanya didukung oleh negara, negara menjadikan perempuan sebagai sumber devisa, bahkan mirisnya sebutan ‘pahlawan devisa’ disematkan kepada para pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Sebutan tersebut seolah menjadi sebuah penghargaan luar biasa, namun sejatinya hanyalah sebuah paradoks.
Sebutan yang seolah mulia tersebut kerap kali tidak seimbang dengan perlindungan yang mereka dapatkan dari pemerintah. Karena faktanya tak jarang kita dengar kabar pilu yang menimpa para buruh migran khususnya buruh migran perempuan, mulai dari penyiksaan, pelecehan, bahkan ada yang sampai kehilangan nyawa di negeri orang.
Sulitnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki di negara kapitalis ini menjadi pemicu banyaknya perempuan yang terpaksa menjadi tulang punggung menggantikan peran laki-laki sebagai pencari nafkah. Sementara itu lapangan kerja tidak banyak tersedia karena pengelolaan SDA di negeri ini dikelola oleh asing atau swasta. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme-liberal, dan menjadi bukti gagalnya negara mengurus urusan rakyatnya.
Islam Solusi bagi Buruh Migran Perempuan
Fakta di atas sangat bertentangan secara diametral dengan sistem Islam. Sistem Islam dengan negara Khilafah nya akan menerapkan Syariat Islam secara kaffah. Khilafah akan menjalankan fungsi nya sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi semua warganya, sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”
Khalifah bertanggungjawab mengurus seluruh urusan umat, memberikan kesejahteraan, termasuk membuka lapangan pekerjaan untuk para pencari nafkah.
Negara Khilafah akan menjamin kebutuhan dasar bagi rakyatnya, baik kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara Khilafah juga akan mengelola SDA secara mandiri dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk menjamin kemaslahatan mereka. Dengan begitu tak akan muncul kesenjangan ekonomi, karena semua orang akan dijamin kebutuhan sandang, pangan dan papannya.
Pengelolaan SDA akan membuka peluang lapangan pekerjaan yang sangat besar, mulai dari tenaga ahli hingga non ahli, jadi tak akan ada pengangguran dengan alasan tidak adanya lapangan pekerjaan. Sehingga tak akan ada lagi perempuan yang nekat mencari nafkah terlebih harus ke luar negeri. Jika tak ada wali yang mampu menafkahi maka Khilafah akan bertanggungjawab menjamin kebutuhan pokoknya secara langsung. Dengan begitu para ibu kan fokus untuk menjalankan kewajiban utamanya yaitu sebagai al umm wa robbatul bait, yang mengurus keluarga dan anak-anaknya.
Terbukti selama 13 abad Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan mekanisme di atas para ibu dalam negara Khilafah mampu mencetak generasi gemilang seperti Salahuddin Al Ayubi, Iman Syafi’i, dan ulama-ulama besar lainnya.
Bukankah ini membuat kita merindukan hidup sejahtera dalam naungan Khilafah Islam? Masa kegemilangan itu akan kembali terulang jika sistem Islam kembali diberlakukan dalam kehidupan, sebagai pengganti sistem kapitalis-liberal saat ini. Wallahu a’lam bi ash-shawab
Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
(Pemerhati Sosial dan Media)
Views: 21
Comment here