Oleh: Khairul Bariah, A.Md. (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Tindakan bullying di dunia pendidikan saat ini menjadi fenomena yang meresahkan. Bullying sendiri ada yang bersifat verbal maupun bersifat fisik. Kasus bullying yang sedang viral adalah bullying dan penculikan yang terjadi pada seorang siswa MAN Kelas 1 bernama MH (14). Pelajar di MAN 1 Medan menjadi korban dugaan penyiksaan oleh teman satu sekolah dan kakak kelas yang sudah alumni. Ia dipukuli, disuruh memakan sendal berlumpur, makan daun mangga dan dipaksa meminum air yang sudah diludahi sekitar 20 orang. Bukan hanya itu, punggung telapak tangannya juga disundut menggunakan kunci yang dibakar terlebih dahulu menggunakan korek api. Setelah dibakar, kunci sepeda motor panas tadi ditempelkan ke tangan dan dibentuk huruf PA hingga melepuh. (Tribun-Medan.com, 28 /11/2023)
Kasus serupa juga terjadi pada Siswa SDN Jatimulya 09, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat berinisial F (12) yang menjadi korban bullying oleh teman sekolahnya. F sebelumnya dirundung temannya dengan disliding yang membuat kakinya bengkak. Setelah menjalani pemeriksaan dokter, korban diketahui didiagnosis kanker tulang, lalu diamputasi. Hingga korban dinyatakan meninggal dunia pada Kamis (7/12/2023). Bahkan kasusnya terjadi di lingkungan sekolah itu sendiri. (detik.com, 09/12/2023)
Dari data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus bullying masih menjadi teror bagi anak-anak di lingkungan sekolah. Tercatat telah terjadi 226 kasus bullying pada tahun 2022. Lalu di tahun 2021 ada 53 kasus, dan tahun 2020 sebanyak 119 kasus.Sementara itu untuk jenis bullying yang sering dialami korban ialah bullying fisik (55,5%), bullying verbal (29,3%), dan bullying psikologis (15,2%). Untuk tingkat jenjang pendidikan, siswa SD menjadi korban bullying terbanyak (26%), diikuti siswa SMP (25%), dan siswa SMA (18,75%). Itu baru yang tercatat. Karena kita ketahui sebenarnya praktik bullying seringkali kita temui di berbagai lapisan lingkungan. Harus menjadi perhatian bersama besarnya dampak dari praktik bullying.
Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya dalam menyelesaikan fenomena bullying ini. Diantaranya dengan membentuk Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerja sama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF). Lembaga ini berkolaborasi dengan Direktorat SMP, SMA, SMK, dan dinas pendidikan melaksanakan program pencegahan perundungan berbasis sekolah atau dikenal dengan Roots.
Program Roots telah dilaksanakan rutin dalam dua tahun terakhir. Sejak tahun 2021, telah dilakukan pendampingan kepada 7.369 sekolah jenjang SMP dan SMA/SMK yang berasal dari 489 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia. Program tersebut juga telah melatih 4.517 fasilitator guru anti-perundungan di jenjang SMP, dan 9.273 guru pada jenjang SMA dan SMK. Melalui program Roots, Kemendikbudristek terus mendorong lahirnya siswa agen perubahan. Harapannya setelah mendapatkan materi dari modul pembelajaran saat Roots, mereka akan mampu menjadi penggerak upaya-upaya pencegahan terjadinya perundungan atau kekerasan di sekolah.
Berbagai macam upaya pemerintah dalam melibatkan satuan pendidikan untuk menyelesaikan persoalan ini sudah dilakukan. Namun bukannya berkurang, perundungan malah semakin marak. Bahkan pelakunya semakin berani dan bahkan ada yang merekam aksi bullying yang mareka lakukan.
Akar Masalah
Sebenarnya kasus bullying yang terjadi sekarang ini muncul dari sistem pendidikan sekuler-kapitalistik yang diterapkan di negeri ini. Bisa kita lihat dari kurikulum dan program-program pembelajaran di sekolah yang didorang oleh nilai-nilai sekuler dan liberal. Sehingga sekolah menjadikan kurikulum agama hanya diajarkan sekedar ibadah ritual saja. Sedangkan secara keseluruhan siswa dididik dengan nilai-nilai liberal dan kapitalis. Pada akhirnya siswa terbentuk menjadi pribadi yang egois. Mereka melakukan perbuatan sesuka hatinya tanpa menyandarkan pada nilai-nilai agama.
Output pendidikan saat ini akhirnya menjadikan peserta didik tidak memikirkan bahwa bullying akan merugikan orang lain. Mereka tidak lagi memikirkan dosa dan pertanggungjawaban atas perbuatan mareka kelak di akhirat. Mareka berlindung pada HAM yang mengagungkankan kebebasan individu dalam segala hal. Kondisi ini semakin rusak dengan tidak terkontrolnya sistem penataan media. Dimana para siswa bisa mengakses apapun yang mareka inginkan di media sosial. Banyak tontonan yang tidak mendidik bisa di akses dengan bebas. Bahkan banyak penayangan adegan kekerasan yang malah menjadi pemicu bagi mareka yang ingin melakukan hal tersebut. Serta kurangnya pendidikan Islam yang diajarkan orangtua di rumah, sehingga para siswa kosong akan nilai-nilai agama.
Islam Solusi Terbaik
Persoalan bullying harus dituntaskan hingga ke akar-akaranya agar hal serupa tidak terjadi lagi dan menambah deretan korban-korban lainnya. Satu-satunya sistem yang bisa memberantas rantai bullying hanya dengan sistem yang lahir dari akidah Islam. Hanya Islam yang mampu menyelesaikan persoalan kekerasan secara menyeluruh.
Islam menjadikan keluarga sebagai madrasah pertama dan utama dalam mendidik dan mengasuh anak-anak dengan akidah Islam. Ibu akan menanamkan keimanan kepada anak nya sejak dini serta mengajarkan mareka ilmu Islam hingga terbentuk pribadi yang Islami di dalam dirinya. Dengan adanya didikan Islam yang dibekali oleh keluarga, maka anak akan menjadikan syariat Islam sebagai standar perbuatannya. Mereka juga meyakini adanya hari pembalasan. Keyakinan ini bisa mencegah tindakan kejahatan serta keyakinan pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan.
Terwujudnya masyarakat yang Islami bisa menjadi tuntunan bagi anak-anak yang beraktivitas dilingkungannya. Adanya amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat bisa mengontrol sikap anak-anak sehingga semua tindakan bullying atau kriminalitas apapun dapat dihentikan.
Peran yang paling penting ada di negara. Dalam Islam, negara wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan perbuatan dosa, termasuk bulliying. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang andal sehingga terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat lainnya. Negara pun harus menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi rakyatnya secara berkualitas dan cuma-cuma.
Selain itu, negara akan menjaga agama dan moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, termasuk berbagai tayangan yang merusak di televisi atau media sosial. Walhasil jika sistem ini yaitu Islam terwujud insyaallah bullying dapat dicegah secara tuntas. Wallahu a’lam.
Views: 57
Comment here