Oleh: Hida Muliyana, SKM. (Pemerhati Kesehatan Masyarakat)
wacana-edukasi.com, OPINI–Setiap hari kita selalu mendengar berita kecelakaan lalu lintas dalam bertransportasi. Ada yang luka-luka hingga cacat, bahkan sampai ada yang meninggal dunia.
Seperti yang diberitakan melalui CNN Indonesia, Jumat, 15/12/2023 kemarin bahwa telah terjadi tabrakan antara mobil dengan kereta cepat whoosh. Terjadi di perlintasan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada kamis (14/12). Mobil tersebut melintas di perlintasan tanpa palang pintu. Dari kecelakaan ini mengakibatkan empat orang tewas. PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan penumpang imbas kecelakaan maut tersebut.
Selain itu, dikabarkan juga melalui liputan 6, Sabtu (16/12/2023) bahwa kepolisian Daerah Jawa Barat mengunggungkapkan terjadi kecelakaan bus PO Handoyo yang terguling di ruas Tol Cipali, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (15/12/2023) sore. Mengakibatkan 12 orang penumpang meninggal dunia. Diduga karena pengemudi kehilangan kendali atas kendaraannya.
Dari fakta kejadian yang diberitakan tersebut. Dapat kita lihat bahwa kecelakaan maut sering terjadi karena kelalaian manusia. Baik itu oleh pengemudi ataupun tidak terpenuhinya sarana yang menunjang keamanan berkendara, seperti tidak adanya palang pintu kereta.
Kecelakaan memanglah bagian dari musibah. Biasanya penyebabnya karena human error, overload dengan jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan manifestasi atau dana yang kurang untuk perawatan. Padahal semua itu bisa diminimalisir.
Sebenarnya akar masalah penyebab seringnya kecelakaan lalu lintas ini terjadi karena pengelolaannya diurus oleh sistem kapitalisme. Sistem ini membuat negara tidak memiliki visi melayani, cenderung lepas tangan dan menyerahkan segala urusan kepada pihak swasta. Semua atas nama kerjasama dan investasi. Sebagai contoh, kerjasama yang dilakukan negara kepada KCIC untuk pengadaan kereta cepat.
Pelayanan transportasi dalam sistem kapitalisme didasari oleh prinsip bisnis untung rugi. Akhirnya perbatasan palang pintu yang seharusnya ada disetiap perlintasan jalan bisa terabaikan. Karena sistem ini hanya memikirkan keuntungan semata bukan pada pelayanan dan keselamatan.
Ketika mementingkan keuntungan saja, hal ini menyebabkan pengendara sering abai terhadap standar keselamatan. Seperti memperbanyak jumlah penumpang melebihi kapasitas standar, ugal-ugalan saat menyetir. Semua itu sering kali dirasakan oleh masyarakat.
Padahal sikap ini bisa mengorbankan nyawa orang lain. Ada juga demi mengejar setoran seorang sopir mengabaikan batas kecepatan dalam mengemudi. Selain itu juga didapati sopir mengantuk, oleng dan human error lainnya.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam mengajarkan bahwa menjaga keselamatan manusia adalah bagian dari urusan politik negara. Sehingga negara memiliki tanggungjawab untuk menjaga kelematan masyarakatnya dalam bertansportasi. Ada tiga prinsip yang akan dijalankan oleh negara yang bersistemkan Islam untuk menjalankan pelayanan transportasi.
Pertama, pembangunan infrastruktur transportasi adalah tanggungjawab negara secara langsung. Pembangunan ini tentu membutuhkan biaya yang besar. Apalagi transportasi adalah bagian kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara. Jika pembangunan ini diserahkan kepada swasta maka akan terjadi praktik kapitalisasi.
Dana yang digunakan negara tentunya berdasarkan sistem ekonomi Islam, yakni melalui pos Baitul mal harta milik umum dan milik negara. Bukan melalui sistem pungutan pajak yang memaksa. Sehingga rakyat tidak dibebani dengan biaya transportasi, bahkan rakyat dapat menikmati secara gratis.
Kedua, perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Seperti daerah perkotaan dibangun infrastruktur transportasi umum yang aman dan nyaman, harga terjangkau bahkan gratis. Memudahkan akses masyarakat ke satu tempat ke tempat yang lain. Hal itu akan meminimalisir penduduk kota menggunakan transportasi pribadi. Juga meminimalisir terjadinya kemacetan dan kecelakaan.
Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi baru. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan, dan alat transportasi itu sendiri.
Dengan demikian masyarakat akan dimudahkan dalam mobilitas. Sebagaimana sejarah Islam dulu pernah membuktikan adanya teknologi transportasi kereta api pada abad ke 19. Negara membangun infrastruktur kereta api Hejaz Railway untuk memudahkan kaum muslim beribadah haji.
Ketika saat ini ada teknologi transportasi baru seperti kereta cepat maka negara tentu akan memenuhi transportasi tersebut untuk pelayanan kepada masyarakat. Dengan menerapkan tiga prinsip yang telah dijelaskan diatas.
Sementara itu, negara yang menjalankan sistem Islam menjadikan sopir adalah bagian dari pekerjaan. Dimana negara memastikan warganya yang berprofesi sebagai sopir akan bertanggungjawab menjalankan pekerjaannya secara profesional. Caranya dengan membuat indikator yang harus dipenuhi oleh pihak terkait. Seperti amanah, paham kapasitas kendaraan yang digunakan, paham batas kemampuan diri sebagai sopir dan sejenisnya. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya human error.
Demikianlah cara Islam dalam membangun infrastruktur transportasi yang aman, nyaman bahkan gratis. Juga meminimalisir terjadinya kecelakaan dari berbagai faktor yang telah dibahas diatas.Dengan cara ini pula aktivitas masyarakat akan berjalan dengan baik dan lancar. Semua bertujuan untuk kemaslahatan ummat, bukan keuntungan materi segelintir pihak. Wallahua’lam
Views: 19
Comment here