Oleh: Normah Rosman (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Dalam pidatonya pada Minggu, 17 Desember 2023, di Universitas Negeri Padang, Mahfud MD, menggungkapkan data yang mengejutkan terkait kasus korupsi di Indonesia. Ia juga mengatakan jika 84 persen koruptor yang tertangkap KPK merupakan lulusan perguruan tinggi. Berdasarkan data dari KPK, sekitar 1.300 koruptor yang telah ditangkap dan dipenjara, mayoritas dari mereka yang berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi. Namun, Mahfud MD, juga menegaskan jika pernyataan tersebut bukan berarti jika perguruan tinggi gagal melahirkan lulusan (jateng.tribunnews.com, 17/12/2023).
Pada kesempatan itu Mahfud MD juga menegaskan, jika seseorang yang menyandang gelar sarjana belum tentu memiliki intelektualitas. Menurutnya, ijazah sarjana hanya sebagai tanda keahlian seseorang di bidang ilmu tertentu. Bahkan menurutnya sarjana merupakan status yang menunjukkan keahlian tertentu, berbeda dengan intelektualitas yang merupakan kemuliaan moral. Seorang sarjana akan berhasil jika dalam kehidupan masyarakat ia menjadi orang yang intelektual. Karena gelar sarjana kadang digunakan sebagai alat untuk menipu.
Perguruan Tinggi Dan Koruptor
Sungguh miris, mayoritas koruptor adalah mereka yang mempunyai latar pendidikan lulusan perguruan tinggi. Tentu saja hal ini mencerminkan betapa rendahnya kualitas pendidikan yang ada di negeri ini. Perguruan tinggi gagal dalam mencetak generasi yang berkepribadian mulia, yaitu berkepribadian Islam. Dengan tingginya tingkat korupsi dari kalangan kaum berpendidikan menjadi bukti kegagalan perguruan tinggi. Di mana data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan jika 84% koruptor merupakan lulusan perguruan tinggi. KPK sendiri telah menangani 85 kasus tindak pidana korupsi selama periode 1 Januari hingga 6 Oktober 2023. Dengan perkara terbanyak berupa gratifikasi yang mencapai 44 kasus atau setara 51,76%.
Semua ini tak lepas dari kurikulumnya yang senantiasa mengacu pada bisnis, yang merupakan ciri khas dari kapitalisme. Hal ini nyata dengan adanya program Knowledge Based Economic (KBE) yang mengacu pada ekonomi yang digerakkan dengan pengetahuan yang menggunakan tren teknologi mutakhir. Knowledge Economic sendiri dikenal sebagai pengendali utama produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, yang difokuskan pada peran dan pemanfaatan informasi, teknologi serta pembelajaran untuk kemajuan teknologi. Padahal sejatinya Indonesia bukan kekurangan orang-orang yang pintar maupun ahli, tapi kekurangan orang-orang yang jujur dan amanah.
Indonesia Surga Bagi Koruptor
Sudah menjadi rahasia umum jika Indonesia merupakan surga bagi para koruptor. Tingginya tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia tentu bukan tanpa alasan. Ringannya hukuman koruptor, rendahnya moralitas pelaku, dan mudahnya memperjual belikan hukum sehingga membuat para koruptor tidak segan untuk korupsi lagi dan lagi. Dalam sistem kapitalisme, para koruptor tidak akan jera untuk melakukan korupsi, tapi semakin ketagihan untuk melakukan korupsi. Adapun faktor lain yang menyebabkan tingginya korupsi adalah budaya korupsi yang mewabah di lingkunga pemerintahan. Lingkungan pemerintahan yang rusak cenderung ikut merusakkan integritas para pegawai yang semulanya jujur. Adanya keteladanan yang buruk dari pimpinan sehingga mendorong para pegawai untuk turut melakukan korupsi.
Islam Mencegah dan Memberantas Koruptor
Islam menjadikan aqidah Islam sebagai asas kurikulum pendidikan. Begitu juga pada bidang kehidupan yang lain, yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sosial, politik, ekonomi, sanksi dan sebagainya. Semuanya berlandaskan pada aqidah Islam, yang berarti Khilafah akan menerapkan seluruh aspek kehidupan hanya dengan menggunakan aturan Islam. Pendidikan Islam yang diterapkam oleh Khilafah, bertujuan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam, dengan pola pikir dan pola sikap Islam.
Selain itu juga faqih fiqin (penguasaan terhadap ilmu agama), juga menguasai ilmu sains dan teknologi, serta kreatif dan inovatif dalam konstruksi teknologi, juga memiliki jiwa kepemimpinan. Dengan demikian ilmu agama akan menjadi prioritas utama dalam sistem pendidikan Islam. Karena pemahaman akan aqidah Islam akan membentuk generasi yang memiliki ruh atau kesadaran hubungan akan dirinya terhadap Sang Pencipta dan Pengatur. Mereka akan senantiasa menyandarkan perbuatannya pada syariat Islam, karena semua amal perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak di hadapan Allah Swt.
Pendidikan Islam tak berorientasi pada materi yang hanya menjadikan generasi sibuk memperkaya diri sendiri dan individualis, yang tanpa memperhatikan manfaat ilmu mereka terhadap umat dan Islam. Generasi yang dididik dengan sistem pendidikan Islam akan banyak berkontribusi untuk kemaslahatan umat manusia dan memberikan kebaikan bagi dunia, sebagai wujud dari rahmatan lil alamin. Sistem politik Khilafah, yang berjalan juga akan menutup celah terjadinya korupsi. Apalagi sistem ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan individu per individu.
Islam mensyariatkan kepemimpinan dan kekuasaan sebagai amanah, yang mana kelak akan dipertanggungjawabkan tak hanya di hadapan manusia di dunia, tapi juga di hadapan Allah Swt di akhirat nanti. Dengan demikian pemimpin atau pejabat yang terpilih adalah orang yang amanah, profesional, dan bertanggungjawab terhadap tugas yang diembannya. Ia akan senantiasa berupaya secara optimal agar sesuai dengan perintah syariat. Tak hanya itu, negara Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas, yang mampu mencegah terjadinya korupsi secara tuntas. Penerapan sanksi Islam akan memberikan efek jawabir, yakni pelaku akan jera dan dosanya telah ditebus, juga memberikan efek zawajir, yakni efek yang dapat mencegah perbuatan jahat di masyarakat. Demikianlah mekanisme Islam yang luar biasa dalam mencetak generasi unggul dan berkepribadian Islam, sekaligus dapat mencegah terjadinya kasus korupsi. Wallahu a’lam.
Views: 22
Comment here