Opini

Menggunungnya Utang Indonesia

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Erdiya Indrarini (Pemerhati Publik)

wacana-edukasi.com, OPINI– Ngeri! Utang Indonesia semakin menjulang tinggi. Padahal, berbagai subsidi telah dicabut. Inikah pertanda negeri yang bangkrut? Atau negeri kaya sumber daya alam ini sedang sakit akut?

Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono. Bahwasanya, utang pemerintah sudah mencapai Rp 8.041 triliun per 30 November 2023, dan diprediksi akan mencapai Rp 8.500 triliun pada masa akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, Oktober mendatang. Hal itu disampaikan pada acara diskusi akhir tahun yang diselenggarakan di Gedung Tempo, Selatan, Jumat, 29 Desember 2023.

Yusuf membenarkan, jumlah utang tersebut masih aman. Tetapi menurutnya, hal itu akan menghambat berbagai agenda pembangunan terutama untuk pembangunan infrastruktur, pembangunan sosial, penanggulangan kemiskinan, jaminan sosial, dan pendidikan serta kesehatan.

Menurut Yusuf, banyak pembangunan di masa Presiden Jokowi yang “arahnya keliru” dan banyak anggaran besar yang ternyata bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetapi mengambil dari pihak swasta. Dampaknya, BUMN kita sekarang sakit, ekonominya memprihatinkan, dan terancam bangkrut. Karena dipaksa membangun infrastruktur yang tidak laku, atau yang sebenarnya ‘tidak layak’ secara ekonomi. Sehingga, saat ini kondisi keuangannya bleeding alias berdarah-darah. tempo.co, (30/12/2023)

Salah Kelola APBN

Berbagai subsidi sudah dihilangkan, BUMN diperas, dan dipaksa gerilya mencari investor. Namun, masih belum cukup untuk membiayai infrastruktur, bahkan, utang terus menggunung. Hal ini karena pemerintah salah dalam mengelola APBN. Yakni, anggaran masuk tidak sebanding dengan banyaknya anggaran belanja.

Selain itu, pemerintah juga sering membangun infrastruktur yang tidak penting. Sehingga, banyak infrastruktur yang sudah menelan biaya banyak, tetapi jangankan mengurangi beban rakyat, terpakai pun tidak alias mangkrak. Dengan demikian biaya yang sudah dikeluarkan menjadi terhambur sia-sia. Padahal, dana itu dari utang, tentu harus melunasi sekaligus membayar bunganya. Kebiasaan seperti ini akan semakin membebani APBN.

Di samping itu, jumlah utang yang sedianya untuk infrastruktur, dalam praktiknya tidak semua di alokasikan sesuai peruntukannya. Dampaknya, anggaran untuk infrastruktur selalu berkurang, sementara jumlah utang terus menjulang. Hal ini menjadi instrumen bahaya bagi perekonomian negara. Karena, utang malah banyak digunakan untuk konsumsi, bukan untuk produksi.

Akibatnya, pemerintah menjadi doyan impor dari pada ekspor. Padahal, kata bijak mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang memakai barang hasil produksi sendiri, bukan barang-barang impor. Artinya, bagaimana mungkin negeri ini menjadi bangsa yang besar jika masih tergantung pada impor?

Fatalnya, dengan tidak merasa bersalah Pemerintah malah gemar sekali mengekspor bahan mentah dari sumber daya alam yang melimpah. Padahal, jika diolah barang tersebut akan menghasilkan keuntungan luar biasa banyak yang bisa digunakan untuk kemakmuran dan pembangunan. Inilah yang disia-siakan oleh pemerintah

Karena itu, jika pemerintah ingin menaikkan jumlah anggaran untuk belanja, harusnya pemerintah juga meningkatkan jumlah produktifitas. Seperti dari Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, juga dari industri yang berbasis pemanfaatan SDA. Namun, hal ini tidak akan bisa dilakukan pemerintah selama negeri ini masih menerapkan sistem dari ideologi kapitalisme-demokrasi.

Mengapa Negeri Kaya Tetapi Terjajah Utang?

Tak heran, karena sistem pemerintahan kapitalisme-demokrasi, sumber pemasukan APBN bersumber dari utang luar negeri dan pajak. Jika APBN mengalami defisit, dan dari pajak masih kurang, maka pemerintah akan berutang. Karena, utang adalah solusi bagi ideologi kapitalisme-demokrasi dalam mengatasi krisis ekonomi. Padahal, utang tersebut jelas ada bunganya, dan itu diharamkan dalam Islam. Akibatnya, bukannya menyelesaikan permasalahan rakyat, pemerintah malah mewariskan beban utang pada anak cucu. Jika sudah demikian, bagaimana keberkahan akan datang? Inilah kebobrokan sistem kapitalisme-demokrasi yang diterapkan negeri ini.

Padahal, dunia pun mengakui negeri ini memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Di antaranya dari tambang, energi, hasil hutan, pertanian, kekayaan laut, dan sebagainya. Hal ini harusnya menjadi modal untuk memosisikan diri menjadi negara makmur dan sejahtera.

Namun, semua itu sia-sia dan tidak berguna. Karena, kekayaan SDA tersebut diserahkan pengelolaannya kepada swasta, dan asing. Akhirnya, hanya bisa mengais pemasukan dari pajak dan utang. Sementara, diakui atau tidak, utang luar negeri adalah alat bagi penjajah untuk mencengkeramkan kekuasaan mereka di negeri-negeri jajahannya, terutama di negeri-negeri muslim.

Sistem Keuangan Islam

Sangat berbeda dengan ideologi kapitalisme-demokrasi yang mengandalkan pajak dan utang. Negara yang menerapkan sistem ideologi Islam memiliki banyak sumber pendapatan negara yang terkumpul di baitul mal atau semacam APBN. Setidaknya ada 3 pos besar yang menyokong APBN.

Pertama, dari zakat. Tidak semua orang dibebani zakat. Karena, kas ini hanya diisi oleh para muzakki, yaitu orang yang memenuhi kewajiban membayar zakat. Pos dari zakat ini banyak jumlahnya, dan hanya boleh disalurkan kepada 8 asnaf yang sudah ditentukan. Yakni fakir, miskin, mualaf, amil, riab, gharim, fisabilillah, dan ibnu sabil. Jadi, pos dari zakat tidak boleh untuk membangun infrastruktur atau yang lainnya.

Kedua, dari kas kepemilikan negara. Kas milik negara ini juga memiliki berbagai sumber. Di antaranya, jizyah, ganimah, fai, kharaj, harta tidak bertuan atau yang sudah tidak ada lagi ahli warisnya, juga harta yang dikembalikan dari orang yang berbuat curang,

Ketiga, dari kas kepemilikan umum. Kas ini didapat dari hasil pengelolaan SDA. Seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas, bahkan garam, sumber air, dan sebagainya. Semuanya itu dikategorikan sebagai harta yang dimiliki oleh rakyat atau milik umum. Karena milik umum, maka siapa pun tidak boleh memonopoli, termasuk negara, swasta, apalagi asing. Sebagai sabda Rasulullah saw.,

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal yaitu air, rumput dan api (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah saw. juga bersabda:

ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ

Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli yaitu air, rumput dan api (HR. Ibnu Majah).

Negara hanya berhak mengelola. Namun, hasilnya dikembalikan lagi ke rakyat berupa infrastruktur dan pembangunan-pembangunan lain termasuk sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, juga informasi dan transportasi. Semua itu bisa diakses setiap individu rakyat yang membutuhkan dengan mudah dan murah, bahkan gratis.

Demikianlah keuangan negara jika menerapkan sistem pemerintahan Islam. Kas negara atau APBN tidak akan pernah berkekurangan. Apalagi sampai berhutang riba ke luar negeri seperti yang dilakukan pemerintahan saat ini. Keuangan negara bahkan akan surplus, mengingat SDA negeri ini sangat berlimpah.

Dengan sistem seperti ini, maka pemerataan ekonomi akan terwujud. Kesenjangan pun perlahan hilang. Negara semakin berdaulat dan keberkahan dari Allah Swt. akan turun. Semua ini akan terjadi hanya jika negara menerapkan sistem pemerintahan Islam.

Wallahua’lam bissshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here