wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kakak perempuan berusia 7 tahun di Kabupaten Kubu Raya (KKR), Kalimantan Barat diperkosa oleh ayah dan kakek tiri serta tetangganya sejak masih berusia 6 tahun. Saat ini kakek tiri korban YN (70) sudah ditangkap dan sudah disidang namun dua pelaku lain, yaitu ayah tiri dan tetangganya sampai saat ini masih bebas (https://m.kumparan.com 01/01/2024).
“Terungkapnya dua orang pelaku lain selain kakeknya itu saat di persidangan, jadi harus ada laporan baru lagi untuk melakukan penangkapan. Saat ini kedua pelaku, ayah tiri dan tetangganya itu sudah tidak diketahui keberadaanya,” ungkap Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) Kalimantan Barat, Devi Tiomana saat ditemui Hi!Pontianak pada Senin, 1 Januari 2024.
Saat ini korban berada di bawah perawatan dan perlindungan YNDN karena mengalami penyakit kelamin yang tertular dari ketiga pelaku. “Kemarin sempat kami masukkan ke pondok pesantren, tapi penyakitnya kambuh. Jadi kami bawa kembali ke sini untuk dirawat dan diobati,” ujarnya.
Kasus kekerasan seksual pada anak tidak pernah ada ujungnya. Ironisnya, justru sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat dalam lingkup keluarga, seperti ayah kandung, ayah tiri, kakek, kakak korban, paman, dan teman dekat.
Kekerasan seksual muncul akibat pola pikir liberal (serba bebas). Ini karena pola pikir liberal memang dibiarkan tumbuh subur sebagai konsekuensi tegaknya sistem demokrasi dengan akidahnya, yakni sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Bagi demokrasi, kebebasan berperilaku adalah salah satu pilarnya sehingga segala sesuatu yang lahir dari demokrasi tidak akan jauh dari warna sekuler. Media juga turut menjadi pendukung maraknya pornografi dan pornoaksi. Lemahnya filter media yang nyatanya diperparah oleh tipisnya kadar keimanan individu, menunjang abainya keterikatan mereka pada standar halal-haram.
Mencermati pelaku yang mayoritas orang terdekat ini, justru terlalu berat, bahkan mustahil, mengandalkan keluarga sebagai tumpuan utama untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.
Demikian halnya keberadaan payung hukum yang akan memberikan keadilan bagi korban, harus menyajikan sanksi yang tegas dan memberikan efek jera bagi pelaku sehingga terwujud keadilan yang nyata.
Seluruh narasi dalam rangka menanggulangi kekerasan seksual jelas mustahil lahir dari sistem liberal, sistem yang menumbuh suburkan tindakan bejat itu. Sebaliknya, kita membutuhkan sistem yang memiliki standar halal-haram yang hakiki. Itulah sistem sahih, sistem Islam.
Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi kekerasan seksual, dalam hal ini terdiri atas tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.***
Halimah
Kuburaya-Kalbar
Views: 13
Comment here