Oleh: Muslimah Arabiul
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Pada masa modern hari ini, perempuan yang sukses seringkali identik dengan “Independent woman” atau perempuan yang bekerja dan berdaya secara ekonomi . Pernyataan ini sejalan dengan ungkapan Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin mengatakan, perempuan saat ini semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender (kompas. com, 08/01/24).
Pemahaman tersebut bersumber dari pengadopsian nilai-nilai kesetaraan gender yang memandang kesuksesan perempuan adalah ketika perempuan mampu mengadopsi semua peran laki-laki. Maka tidak mengherankan apabila menapaki karir di dunia kerja untuk mencapai kemandirian finansial merupakan gambaran kesuksesan yang banyak dicita-citakan perempuan hari ini.
Di sisi lain, menjalankan amanah domestik keibuan seringkali dianggap sebagai penyia-nyiaan bakat perempuan, menjadi pihak yang dinafkahi dipandang sebagai kebergantungan perempuan kepada laki-laki yang dinilai merendahkan dan tidak memberdayakan perempuan. Ditambah lagi dengan banyaknya fakta perempuan yang terpaksa bekerja dikarenakan beberapa faktor seperti bercerai atau tidak adanya tanggung jawab laki-laki sebagai kepala keluarga seringkali menjadi penguat argumen bahwa perempuan memang seharusnya mandiri secara finansial agar tidak diremehkan oleh laki-laki.
Memang benar, di lingkungan masyarakat hari ini banyak ditemukan perlakuan deskriminatif perempuan atas laki-laki. Akan tetapi, keadilan yang tidak mampu dirasakan perempuan sejatinya bukanlah kesalahan laki-laki semata melainkan diterapkannya sistem kehidupan kapitalisme hari ini. Upaya pemberdayaan perempuan sebagai penggerak ekonomi faktanya tidaklah mengubah banyak nasib perempuan. Karenanya, segala nasib buruk yang diterima perempuan dari faktor ekonomi sejatinya bukanlah kesalahan laki-laki melainkan diterapkannya sistem ekonomi dengan kebijakan pasar besar kapitalisme.
Sebut saja kasus kemiskinan yang ada Indonesia ternyata masih tergolong tinggi walaupun Indeks Pembangunan Gender (IPG) dikatakan meningkat.
Berdasarkan pengamatan Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Kemiskinan pada September 2021 sebesar Rp486.168,- per kapita per bulan jika dibandingkan Maret 2021, Angka Kemiskinan ini naik sebesar 2,89 %. Kenaikan angka dan persentase penduduk miskin pada Maret 2020 dan September 2020 semakin memburuk akibat pandemi Covid-19 yang sudah memasuki Indonesia.
Sistem ekonomi kapitalisme menganut basis ekonomi ribawi, privatisasi sumber daya alam, perampasan tanah secara massal, penghapusan perlindungan negara terhadap industri-industri lokal, dan berbagai kebijakan lainnya yang secara nyata melumpuhkan ekonomi negara dan menguatkan kebergantungan kepada pihak asing. Pada pasal 97 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, diatur besaran saham yang harus didivestasikan yaitu saham paling sedikit 20% dimiliki Indonesia dan pemengang saham sebanyak 90%, Fakta ini menunjukkan keuntungan dari pihak asing.
Solusi Islam
Dalam Islam, pemberdayaan perempuan tidak dipandang dari seberapa besar peran perempuan dalam mendobrak ekonomi. Islam juga tidak memandang perempuan sebagai pihak yang lebih rendah dari laki-laki. Perempuan merupakan pusat keluarga, jantung masyarakat, dan pendidik generasi masa depan. Nafkah perempuan dari lahir hingga dewasa ditanggung oleh ayahnya. Saat menikah, nafkah perempuan ditanggung oleh suaminya, hingga perempuan terlantar yang tidak ada pihak keluarga yang mampu menafkahi maka akan ditanggung langsung oleh negara. Potensi inilah yang sesuai dengan fitrah perempuan dan dapat mengantarkannya kepada kesuksesan hakiki dan ridho Allah.
Laki-laki sebagai penggerak ekonomi pun tidak dianggap sebagai beban sebab negara telah menyediakan lapangan kerja yang luas bagi laki-laki. Selain itu, kebutuhan pendidikan, kesahatan, dan pelayanan umum pun sudah dijamin murah bahkan gratis oleh negara. Sehingga laki-laki dapat menafkahi keluarga mereka dengan mudah.
Selain itu, negara menetapkan sistem ekonomi Islam berdasarkan syari’at Islam. Islam mengharamkan adanya privatisasi sumber daya alam terlebih bagi pihak asing yang karenanya kekayaan tersebut merupakan milik umat secara umum.
Allah Swt berfirman:
“Sungguh Allah sekali-kali tidak akan menjadikan bagi orang-orang kafir jalan untuk menguasai orang-orang muslim.” (QS An-Nisa[4]: 141)
Terdapat pula hadits Rasulullah saw:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Berbeda dengan Kapitalisme yang memberikan kebebasan kepemilikan kepada individu, Islam membagi kepemilikan menjadi tiga: Pertama, kepemilikan individu (private property). Kedua, kepemilikan umum (collective property). Ketiga kepemilikan negara (state property). Kekayaan sumber daya alam yang hasilnya melimpah seperti tambang, minyak, dan yang serupa dikategorikan kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu atau korporasi.
Negara merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola harta milik umum untuk hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Melalui hasil ini negara dapat mencukupi segala kebutuhan rakyatnya seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan fasilitas umum secara murah bahkan gratis.
Views: 6
Comment here