Oleh : Wirda Ummu Afzan ( Anggota Ngaji Diksi Aceh)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kasus bunuh diri pada anak sudah sangat menghawatirkan. Baru-baru ini, seorang bocah di Pekalongan, nekad mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Korban yang masih kelas 5 SD ini ditemukan oleh orang tuanya sudah tidak bernyawa di dalam kamar. Aksi nekad bocah SD itu diduga dipicu karena dilarang bermain HP. Padahal anak ini dikenal dengan sikap yang ceria tanpa ada masalah. Gurunya mengatakan sebelum kejadian sempat bersenda gurau dengan tamannya. Dikutip detik.com, (23/11/2023).
Kita melihat, anak-anak kita hari ini bermental rapuh. Karena masalah yang sepele yakni tidak dibolehkan bermain HP oleh orang tuanya nekad mengakhiri hidupnya. Hal ini tidak lepas dari tontonan yang jauh dari ajaran agama, seperti bermain game dan menonton film-film reinkarnasi, di mana tokoh game dan tokoh film dihidupkan kembali setelah kematian. Secara tidak langsung akidah anak-anak dirusak. Mereka berpikir setelah mati bisa dihidupkan kembali. Karena itu, apa yang ditonton oleh generasi saat ini harus diawasi, dan difilter agar tidak merusak akal generasi.
Selain itu, kecanduan anak terhadap hp pun menjadi akar masalah. Seperti bermain game yang menghabiskan waktu berjam-jam. Diharuskan upaya mengontrol, dan mengarahkan kegiatan anak yang baik. Hal ini dibutuhkan keterlibatan negara. Negara wajib mengawasi konten di jejaring sosial dan membuat kebijakan yang fokus pada pengembangan jati diri generasi, baik di tanah pendidikan, maupun dalam kehidupan sosial.
Kasus bunuh diri pada anak tidak boleh dianggap remeh. Faktor terbesar mendorong bunuh diri pada anak diakibatkan oleh nganguan kejiwaan yang muncul akibat adanya kesalahan dalam mengelola emosi, dan mental yang bermasalah. Terlebih kondisi anak jauh dari pendidikan Islam, sehingga mudah melakukan hal-hal yang instan, sehingga bunuh diri pun menjadi solusi. Fungsi akidah sebagai kontrol dalam berpikir jenis, dan memperbaiki nalar manusia telah tergantikan oleh ide-ide kebebasan yang lahir dari budaya liberalisme.
Semua ini, tak luput dari pengaruh paham sekularisme dalam kehidupan, di mana dalam paham ini aturan agama harus dipisahkan dari kehidupan. Karena ide sekularismelah orang tua akhirnya memberi kebebasan kepada si anak dalam menentukan keinginan, seperti bermain hp berjam-jam sampai akhirnya anak kecanduan, apalagi konten dan game di hp sangat tidak mendidik. Hal serupa juga terjadi di sekolah, pendidikannya tidak mencetak kepribadian anak, yang di tuntut adalah prestasi yang hebat. Anak-anak tidak dibekali pendidikan agama yang baik dan benar, karena itu generasi taat pun jauh dari angan. Alam sekularisme hanya melahirkan generasi bermasalah.
Islam sejatinya memberi perhatian besar pada generasi. Negara yang menerapkan Islam sebagai landasan kehidupan akan mengutamakan pembentukan generasi yang berkepribadian Islam. Begitu juga dengan pendidikan di sekolah, sangat mengutamakan pembentukan akidah yang kuat tuntuk menghasilkan generasi yang berpola pikir Islam dan pola sikap Islam. Dengan begitu, generasi akan menjadi pribadi yang kuat dan tidak gampang depresi. Akidah Islam inilah yang akan menjaga kewarasan mental generasi dan bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil. Wallahu alam bishshawab.
Views: 4
Comment here