Oleh Gizca Rukmana (Aktivis BMIC)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Realisasi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tahun 2023 di Kalimantan Barat Kalbar seluas 18.573 hektare. Dari sisi wilayah, realisasi program PSR di Kalbar itu, meliputi Kabupaten Ketapang, Sambas, Bengkayang, Landak, Sanggau, Sekadau, Melawi dan Kubu Raya. Program PSR menghadapi kendala di lapangan (https://www.emitennews.com/news/realisasi-peremajaan-sawit-rakyat-di-kalbar-18573-hektare-hadapi-kendala-di-lapangan).
Percepatan realisasi di lapangan menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya harga sawit masih tergolong tinggi, sehingga masih banyak yang mundur dari usulan program PSR. Kemudian proses melengkapi berkas surat tanah yang terkendala di bank. SDM tim pendamping terbatas untuk melakukan verifikasi kelompok di lapangan dan proses pemetaan kebun dan sinkronisasi data antar lembaga terkait masih jadi tantangan.
Melihat lebih jauh kebijakan Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Keppres No. 9/2023 tentang Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Yang mana Keppres tersebut mengatur usaha untuk mempercepat penanganan pemutihan lahan. Satgas ini diperintah untuk memperbaiki peremajaan sawit rakyat dan meningkatkan produktivitasnya.
Namun, mampukah pemerintah mempercepat program peremajaan sawit rakyat (PSR) ini dengan teknologi budi daya dan bioteknologi yang ramah lingkungan dan mendatangkan keuntungan bagi para petani sawit.
Sebenarnya sudah terjawab dari peta pemain perkebunan sawit selama ini. Bahwa dominasi korporasi tidak bisa tersaingi. Para petani dan pekerja sawit terus gigit jari. Meski minyak sawit merupakan penyumbang devisa ekspor nonmigas terbesar senilai 27,3 miliar dolar pada 2021, tetapi tidak menjamin kesejahteraan bagi para petani sawit.
Meski rezim yang berkuasa terus berganti dan regulasi kebijakan ikut berganti, kemiskinan yang mendera petani terus berlangsung. Masalah utama yang dihadapi petani ialah kepemilikan lahan yang minim, keterbatasan modal, lemahnya penguasaan teknologi, serta lemah pula posisi tawar dalam penjualan hasil panen. Peran negara selama ini hanya sebagai regulator. Operatornya diserahkan pada korporasi.
Apalagi difasilitasi UU Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU Pertanahan atas nama investasi. UU yang melegalkan pembentukan Bank Tanah, makin menyuburkan mafia tanah. Selain itu, ketika petani menjualkan hasil panen, adanya tengkulak, pengepul, cukong, hingga kartel memainkan harga. Hal ini semakin merugikan petani.
Penegakan hukum hanya pepesan kosong, tak pernah berpihak pada petani. Justru melindungi korporasi dan oknum pejabat yang juga memiliki usaha sawit. Regulasi yang ditetapkan pemerintah justru mewujudkan pemiskinan struktural pada petani. Hidup petani sawit menjadi makin sulit.
Di dalam sistem Khilafah, khalifah akan memberikan bantuan kepada petani seperti sarana produksi (saprodi), infrastruktur penunjang modal, teknologi, dsb. Hal itu untuk memaksimalkan pengelolaan lahan. Semua anggaran ditopang oleh baitulmal.
Khilafah mendorong pelaksanaan riset oleh Perguruan Tinggi dan lembaga riset untuk menghasilkan bibit unggul dan teknologi serta inovasi yang dibutuhkan petani. Produk yang dihasilkan akan ditujukan bagi kemaslahatan petani, bahkan untuk petani yang tidak mampu bisa dibagikan secara gratis.
Demikian pula dalam tawar menawar harga dilakukan secara adil dan saling rida antara petani dengan pembeli. Mekanisme pasar terjadi secara sempurna tanpa distorsi. Untuk mewujudkan hal itu, Khilafah akan mengawasi, tidak menetapkan harga, melakukan operasi pasar syar’i, dan menghilangkan berbagai pungutan pajak barang.
Khalifah akan memberi sanksi tegas pada pelaku kartel dan melarang praktik tengkulak. Khilafah juga akan menghapus pasar komoditas yang menyebabkan kecurangan dalam pembentukan harga. Kelima hal inilah yang dibutuhkan para petani. Pengaturan yang adil untuk menjamin keberlangsungan hidup dan usaha mereka.
Keruwetan tata kelola sawit hanya bisa teratasi jika menjalankan aturan pengelolaan pertanian dalam Islam. Sebesar apa pun pengaruh oknum pejabat selama masih menerapkan sistem demokrasi kapitalistik tidak akan membuahkan hasil apa pun selain kegagalan. Asa petani semestinya digantungkan pada Islam bukan yang lain.
Views: 12
Comment here