Opini

Pernyataan Berbahaya, Utang Aman dan Terkendali

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Masitha, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan)

wacana-edukasi.com, OPINI– Utang negara-negara berkembang menggelembung, bank dunia atau World Bank pun mengingatkan resiko utang yang semakin menggunung. Dikhawatirkan membuat negara tersebut mengalami krisis khususnya negara yang perekonomiannya belum stabil.

Namun, wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, sejauh ini rasio utang Indonesia masih terbilang cukup aman. Rasio utang pemerintah saat ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38.11 persen.

Adapun jika mengacu pada Undang-undang Nomor 1 tahun 2003 tentang keuangan negara, batas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB ditetapkan sebesar 60 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, utang pemerintah yang telah mencapai Rp8.041 triliun atau dengan rasio terhadap PDB sebesar 38.11 persen pada November 2023 masih terkendali.

Bahkan ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Hendi Subandi, mengatakan bahwa rasio utang luar negeri Indonesia masih tergolong aman. Ia pun memasukkan kategori utang Indonesia sebagai utang produktif, karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang memberikan dampak positif jangka panjang.

Pernyataan Berbahaya

“Utang terkendali dan berdampak positif.” adalah pernyataan berbahaya, sebab PDB sejatinya tidak menggambarkan kemampuan pemerintah dalam membayar utang. Jadi, alasan bahwa rendahnya rasio terhadap PDB dianggap aman adalah salah dan menyesatkan. Bahkan ekonomi kapitalisme sendiri menyalahkan teori tersebut.

Banyak juga beralasan bahwa utang tersebut jauh dibawah negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang dengan rasio utang terhadap PDB lebih dari 200 persen. Hal ini menjadi justifikasi negara lain termasuk Indonesia yang rasio utangnya jauh di bawah negara-negara maju tersebut bahwa tidak ada masalah berutang selama posisinya masih aman.

Padahal tentu saja kondisinya berbeda, pasalnya negara-negara maju selain memiliki utang juga memberikan utang kepada negara lain yang tentu saja terjadi pada Indonesia sebagai negara berkembang. Demikian juga yang mengatakan jika utang digunakan untuk biaya produktif cenderung aman terbantahkan. Pasalnya, Indonesia sudah termasuk dalam jebakan utang, dimana utang tersebut bukan untuk pembiayaan produktif membayar utang. Mirisnya, bukan lagi membiayai pokoknya, melainkan digunakan untuk membayar bunga utang.

Utang luar negeri sudah dilakukan negeri ini sejak masa kemerdekaan, bahkan disinyalir kuat kemerdekaan yang didapat bangsa ini berupa pengakuan dari kedaulatan negara penjajah, hanya merupakan bebasnya negeri ini dari penjajahan fisik. Sebab, penjajah Belanda mensyaratkan kemerdekaan tersebut dengan kewajiban menanggung utang Belanda. Inilah utang pertama negeri ini, padahal itu adalah utang Belanda yang tak lain untuk menjajah Indonesia. Dari filosofis utang negeri ini saja nampak bahwa utang luar negeri sejatinya tidak aman karena hanya dijadikan sebagai alat penjajahan ekonomi atas negara pengutang.

Memasuki orde baru, utang negeri ini semakin massif. Hal itu ditandai oleh hadirnya para investasi asing terhadap sumber daya alam Indonesia yang berbasis utang, hingga memasuki era reformasi hari ini. Utang dalam sistem kapitalisme meniscayakan bunga utang, hal ini pula yang menjadikan utang tidak akan pernah dalam posisi aman apalagi pembayaran utang dibebankan pada APBN, dimana sumber APBN berasal dari pajak rakyat. Rakyat sendiri tidak menikmati utang tersebut, hidup mereka semakin sulit sebab pemerintah semakin mengurangi subsidi pendidikan, kesehatan, pupuk, dan lain-lain. Sementara utang yang semakin meroket pokok dan bunganya mutlak dibayarkan oleh APBN.

Inilah gambaran sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan negara miskin, mengalami ketergantungan pada negara asing dan hal ini tentu membahayakan kedaulatan negara. Dunia akan terus memberikan penilaian positif terhadap utang suatu negara, selama paradigma yang digunakan adalah kapitalisme. Maka yang diuntungkan hanyalah negara pengutang.

Kemandirian dalam Sistem Islam

Seharusnya negara mandiri secara ekonomi, namun kemandirian negara dalam ekonomi hanya terwujud dalam penerapan Islam kaffah, hal ini telah terbukti secara historis. Negara yang dibangun oleh Rasulullah saw. Memiliki sistem keuangan yang kokoh dan sistem politik yang kuat sehingga bisa menjadi negara yang berdaulat dalam mensejahterakan setiap rakyatnya. Karena kesejahteraan dalam Islam dijamin per individu setiap rakyatnya.

Kesejahteraan rakyat akan terealisasi melalui sistem keuangan Daulah Islam melalui Baitul Mal. Baitul Mal berfungsi mengatur harta yang diterima oleh negara dan alokasi atau distribusi kepada yang berhak menerimanya.

Ada 3 sumber pemasukan Baitul Mal:
Pertama, Pos fa’I, kharaj dan jizyah.
Kedua, Hasil pengelolaan aset kepemilikan umum, seperti barang tambang, hutan, dan lain-lain.

Ketiga, Sumber pendapatan lain, seperti zakat harta, zakat ternak, zakat pertanian, perniagaan, emas dan perak.

Tiga pos ini akan mengalirkan harta ke Baitul Mal karena bertumpu pada sektor produktif. Harta Baitul Mal juga selalu mengalir karena tidak terjerat utang ribawi, rakyat juga tidak terbebani karena negara Islam tidak menerapkan sistem pemungutan pajak di berbagai sektornya.

Sistem ekonomi Islam juga membagi harta kekayaan menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Semuanya memberikan kontribusi terhadap Baitul Mal dan terbesar adalah harta milik umum yaitu SDA yang dikelolah oleh negara.

Jika sistem Islam yang diterapkan maka Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bisa surplus. Sebagaimana yang terjadi pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid, terjadi surplus yang jumlahnya setara dengan jumlah penerimaan APBN Indonesia bahkan lebih. Inilah bukti keadilan pengelolaan harta dalam sistem Islam, sekaligus bukti kekokohan dan kemandirian sistem keuangan negara Islam. Wallahu a’lam bisshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here