Oleh: Azimatur Rosyida (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan menyatakan harga rumah di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) mengalami peningkatan pada semua jenis rumah, baik tipe kecil, menengah, maupun tipe besar. Rumah tipe kecil pada triwulan II mengalami peningkatan sebesar 2,22% yoy (www.cnbcindonesia.com, 04/09/23).
Millenial Generation Homeless
Muncul fenomena Millenial Generation Homeless, dimana anak muda tidak mampu membeli rumah gara-gara harganya selangit. Ketersediaan lahan sebagai tempat hunian pun berkurang. Sempitnya lahan perkotaan akibat pembangunan hutan beton, seperti gedung-gedung bertingkat, mal, rumah mewah, hingga pabrik, menyebabkan harga tanah makin melonjak tajam. Kawasan di Surabaya Barat, harga tanah belasan juta hingga 25 juta per meter persegi. Bahkan harga tanah di beberapa lokasi di Surabaya Barat bisa melebihi harga di Jakarta (www.jawapos.com, 23/10/23).
Sementara itu, jumlah penduduk di negeri ini tambah banyak. BPS memperkirakan, pada 2023 ini, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan akan terus meningkat menjadi 66,6%. Sayangnya, pertambahan penduduk yang pesat itu tidak sebanding dengan kemampuan mereka membeli rumah. Director Research & Consultancy Services Leads Property menyatakan rata-rata orang Indonesia membeli rumah harus menyiapkan budget Rp1—2 miliar, bahkan bisa sampai Rp5 miliar.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan ada 81 juta penduduk Indonesia kelompok milenial tidak mampu membeli rumah. Kurangnya gaji yang didapatkan hanya cukup untuk membiayai kebutuhan primer (pangan dan sandang) saja. Mereka tidak dapat menyisihkan uang untuk membeli hunian (papan).
Akibat Ketamakan Kapitalis
Program pemerintah, seperti kerja sama dengan pengembang, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), hingga bantuan bedah rumah nyatanya belum mampu menyelasaikan persoalan ini. Pemerintah menggandeng pengembang (developer) untuk mengerjakan proyek pembangunan rumah. Tentunya, ini menjadi kesempatan cuan bagi pengembang untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Mindset pebisnis kapital tidak akan mau rugi dan meraup keuntungan sebesar-besarnya. Ditambah lagi ketersediaan lahan yang makin sempit, padahal tanah dan tempat tinggal adalah kebutuhan mendasar manusia. Mau dijual dengan harga semahal apapun, pasti akan laku.
Hanya dalam paradigma sistem kehidupan kapitalis, kebutuhan dasar hidup menjadi barang yang dikomersilkan. Kapitalis makin untung, rakyat makin buntung.
Pemerintah juga berdalih akan memberikan subsidi untuk memberikan pengurangan suku bunga cicilan kepada peserta KPR, uang muka atau down payment (DP) rendah, dan tawaran-tawaran menggiurkan lainnya. Milenial justru akan merasa tidak tenang karena dihantui cicilan utang tiap bulannya. Yang ada tingkat stress semakin meningkat setelah beli rumah. Balum lagi memikirkan biaya-biaya kebutuhan pokok lainnya yang cenderung naik.
Milenial juga dipaksa terjebak pada riba bertahun-tahun lamanya. Sudahlah hidup sengsara, ketambahan dosa pula.
Hal ini semakin menunjukkan adanya hubungan harmonis antara pemerintah dengan pengusaha kapitalis. Pemerintah justru lepas tangan terhadap nasib rakyat. Rakyat hanya difungsikan sebagai sapi perah demi kepentingan kapitalis semata.
Pengaturan dalam Islam
Penguasa yang memiliki paradigma riayah adalah mutlak adanya. Tanpanya negeri ini akan sengsara karena diatur oleh sistem yang meliarkan manusia memenuhi ambisi demi harta dan tahta, yakni demokrasi kapitalisme. Penguasa yang memiliki paradigma riayah akan menjadikan kepengurusan urusan umat menjadi landasan berpikirnya dalam menetapkan keputusan.
Rasulullah SAW bersabda, “Imam (Khalifah) atau negara adalah pengurus (urusan umat/rakyat), dan hanya dia yang bertanggungjawab terhadap rakyatnya.”
Berangkat dari landasan tersebut Islam memiliki 2 hal untuk mengatasi masalah tempat tinggal. Pertama, sistem Islam memiliki paradigma bernegara yang membentuk seperangkat peraturan lengkap dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya dan harus memastikan kebutuhan dasar setiap masyarakat (sandang, pangan, papan) dapat terpenuhi. Rakyat bisa mendapatkan kebutuhan tempat tinggal yang layak dan dapat dijangkau.
Kedua, sistem ekonomi Islam mengatur konsep kepemilikan, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu pengelolaannya diserahkan kepada individu dengan batas yang telah ditetapkan syara’ (hukum Islam). Kepemilikan umum dan kepemilikan negara dikelola oleh negara melalui baitulmal. Sumber pendanaan dari pembayaran jizyah, ganimah, pengelolaan SDA, dll. Sumber pendanaan pembangunan rumah untuk rakyat bisa diambil dari baitulmal tersebut. Termasuk negara juga bertanggung jawab mengatur tatanan kota yang berorientasi kepada kebutuhan rakyat, bukan kapitalis. Sehingga penempatan lahan sesuai fungsinya. Tidak untuk dialihfungsikan demi memenuhi syahwat kapitalis hingga mengundang bencana lain, misal banjir, tanah longsor, panas ekstrim.
Pemimpin dalam sistem Islam akan membuka lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan. Misalnya, memberikan tanah yang terbengkalai kepada masyarakat yang bisa menghidupkannya agar bisa dimanfaatkan, memberikan modal kepada setiap orang yang membutuhkan modal berupa pemberian atau pinjaman tanpa bunga, mendirikan industri padat karya atau industri berat yang dapat menyerap banyak pekerja. Sumber pendanaan negara berasal dari pengelolaan baitulmal tersebut.
Dengan demikian konsep Islam mampu mengentas masalah tempat tinggal sehingga setiap individu rakyat bisa mendapatkan hunian terbaik. Berikut semua permasalahan yang muncul akibat penerapan sistem demokrasi kapitalis akan terselesaikan dengan penerapan sistem Islam. [Wallahua’lam]
Views: 8
Comment here