Oleh: Sumariya (Anggota LISMA Bali)
wacana-edukasi.com, OPINI– Teknologi dibutuhkan manusia untuk kehidupan yang lebih baik, namun penguasaan teknologi tanpa pijakan yang shahih akan mengantarkan pada tingkat kejahatan dan kecurangan yang merugikan, bahkan mengakibatkan bencana bagi rakyat. Seperti kasus yang beberapa akhir ini terungkap. Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol. Susatyo Purnomo Condro, mengatakan bahwa kejahatan masa kini sudah bergeser dari serangan psikologis beralih ke teknologi, hal ini menurutnya mempengaruhi tugas Kepolisian. Dalam himbauannya kepada masyarakat, Kapolres Jakarta Pusat menekankan bahwa kejahatan menggunakan teknologi (cyber crime) marak menjelang Pemilu 2024. Ia menyebutkan bahwa ada pelaku yang memiliki ratusan akun palsu untuk meretas hingga 800 akun untuk menyebarkan berita bohong (hoax).
Tak hanya itu, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap kejahatan cyber dengan modus “love scaming” jaringan internasional yang beroperasi di Indonesia dan menyasar korban dari berbagai negara. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, mengatakan ada 21 pelaku yang ditangkap oleh pihaknya, dimana tiga diantaranya ditetapkan sebagai tersangka. Dengan kejahatan ini, mereka dapat meraup untung kurang lebih dari Rp40 miliar sampai dengan Rp50 miliar per bulan. Pemanfaatan teknologi untuk kejahatan dapat terjadi karena abainya negara dalam membina keimanan dan kepribadian rakyat.
Sikap negara yang demikian, sejatinya akibat penerapan sistem Sekularisme Kapitalisme, sebab sistem ini menjadikan agama dipisahkan dari kehidupan manusia. Alhasil orientasi kehidupan yang terbentuk tidak mempedulikan kebaikan atau pun keburukan, namun justru mendapatkan keuntungan materi sebanyak mungkin. Di sisi lain, hal tersebut juga menunjukkan ketidakseriusan negara dalam menghadapi kejahatan, ini terbukti kejahatan cyber ini berganti bermunculan. Pun ketika para pelaku kejahatan cyber terungkap dan tertangkap, sistem hukum Sekularisme Kapitalisme tidak membuat mereka jera. Ditambah negara Kapitalisme juga gagal menjamin kesejahteraan masyarakat. Wajar peluang kejahatan cyber demi meraup keuntungan terus meluas.
Sangat berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam, yakni negara Khilafah. Khilafah adalah pengurus dan pelindung bagi rakyatnya, sebagai pengurus (raa’in) Rasulullah SAW bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)
Adapun peran Khilafah sebagai pelindung (junnah), Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)
Oleh karena itu, membentuk kepribadian Islam yang kuat pada warga negara menjadi tugas khilafah dan hal tersebut akan diwujudkan melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Kepribadian Islam akan membentuk manusia memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsyiah) sesuai dengan Islam. Sehingga ketika seseorang berpikir dan beramal akan menggunakan standar halal haram, baik buruk, terpuji dan tercela, sesuai dengan Islam. Manusia dengan kepribadian ini akan sadar bahwa dirinya harus bermanfaat untuk umat serta Islam. Dengan demikian, semua keahlian dan potensi yang mereka miliki ditunjukkan untuk kebaikan.
Apalagi Allah SWT telah berfirman: “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah maha kuasa atas segala sesuatu.” (TQS. Al-Baqarah: 148)
Selain membina rakyat agar berkepribadian Islam, Khilafah juga menjaga agar penggunaan teknologi tidak salah arah dan membahayakan rakyat. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Islam, bab “Hadlarah Islam” menjelaskan bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan termasuk hasil madaniyah. Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindra yang bisa dilihat didengar dan diraba yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian, sifat teknologi adalah bebas nilai, tergantung dengan sistem kehidupan yang menghasilkannya dan akan senantiasa mengalami perkembangan dari masa ke masa.
Oleh karena itu, Khilafah akan menjaga agar penggunaan teknologi tidak salah arah dan membahayakan rakyat. Prinsip ini lahir dari perintah Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas rahimahullah. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh mengakibatkan madharat pada diri sendiri dan orang lain..” (HR. Ibnu Majah no.2341 dan disahihkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albani -Rahimahullah- dalam Shahih Al Jami’ no. 7517)
Adapun gambarannya sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Dr. Sharifuddin M. Zein dari University of Malaya pada International Conference of Islamic Civilization (ICIC) 2021. Beliau mengutip dari pernyataan Adam Smith dalam The Wealth of Nations, disebutkan “…Kekhilafahan tampaknya menjadi negara pertama di mana dunia menikmati tingkat ketenangan yang dibutuhkan oleh pengembangan ilmu pengetahuan. Di bawah perlindungan para Sultan yang dermawan dan agung itu, filsafat dan astronomi kuno Yunani dibolehkan dan didirikan di Timur. Ketenangan itu yang disebarkan oleh pemerintahan mereka yang lembut, adil dan religius di atas kerajaan mereka yang luas. Menghidupkan kembali rasa ingin tahu umat manusia untuk menyelidiki prinsip-prinsip penghubung alam.” Adam Smith, History of Astronomy, The Essays of Adam Smith (London 1869).
Negara juga membangun sistem perlindungan yang kuat dan baik untuk keamanan data maupun keselamatan rakyatnya, termasuk kepada para penjahat cyber mereka akan dikenai sanksi (uqubat) sesuai dengan level kejahatannya. Dengan demikian, teknologi di dalam Khilafah akan memuliakan umat manusia dan Islam, bukan menimbulkan kejahatan sebagaimana saat ini.
Wallahu a’lam bishshawab
Views: 14
Comment here