Oleh Nuraina
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Adanya momentum pesta demokrasi atau pemilu mendorong para kandidat atau caleg melakukan berbagai kampanye. Baik itu berupa pemasangan spanduk serta melakukan berbagai pertemuan dengan berbagai kalangan masyarakat. Tentu demi kesuksesan kampanye para caleg tidak tanggung-tanggung akan mengeluarkan dana yang sangat banyak, maka tidak heran anggaran yang besar harus bisa dimiliki setiap caleg.
Dilansir dari Liputan6.com, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya tren peningkatan pembukaan rekening baru menjelang Pemilihan Umum 2024. Tercatat ada 704 juta pembukaan rekening baru. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp 195 miliar dari luar negeri ke 21 rekening bendahara partai politik atau parpol sebanyak 9.164 transaksi. Dalam konferensi pers Refleksi Kerja PPATK 2023 angka ini cukup fantastis karena meningkat dibandingkan jumlah transaksi 2022 yang hanya Rp 83 miliar dengan jumlah 8.270 transaksi di semua wilayah di Indonesia.
Ivan Yustiavandana selaku kepala Pusat PPATK juga menuturkan ditemukan laporan transaksi besar dari luar negeri yang melibatkan para daftar caleg terdaftar (DCT). PPATK menganalisa 100 DCT. Hasilnya, kata ivan, PPATK menemukan adanya penerimaan senilai Rp 7,7 triliun. “Jadi terhadap 100 DCT yang tadi datanya sudah kita dapatkan ada penerimaan senilai Rp 7.740.011.320.238. Jadi orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu,” ujar Ivan. Kepala Biro Humas PPATK, Natsir Kongah mengatakan langkah PPATK mengungkap aliran dana luar negeri ke parpol sebagai bentuk kepedulian untuk menjaga demokrasi Tanah Air.
Dari 100 DCT, Ivan mengatakan PPATK menemukan transaksi pembelian barang mencapai ratusan miliar rupiah atau sekitar Rp 592,52 miliar. “Ada laporan transaksi pembelian barang yang ini secara tidak langsung kita ketahui ada kaitanya dengan upaya kampanye dan segala macam,” tegas Ivan. Menko Polhukam yang juga cawapres nomor urut 3 Mahfud MD meminta KPK, kejaksaan dan kepolisian untuk menindaklanjuti temuan tersebut “Kan sudah ditindaklanjuti. Oleh PPATK dilaporkan ke KPK, ke kejaksaan, ke kepolisian. Kita tunggu,” kata Mahfud dikutip dari Detikcom, di Madura, Jatim, Kamis (11/1/2024).
Sistem Demokrasi Sebagai Ajang Berbagai Kepentingan
Sistem Demokrasi meniscayakan hukum dibuat oleh manusia. Halal-haram tidak jadi standar penilaian. Semuanya dilihat dari segi manfaat bahkan kepentingan. Inilah sebabnya sistem demokrasi disebut sistem yang cacat dan tidak akan pernah melahirkan solusi. Konsekuensinya, hukum akan berubah-ubah sesuai kepentingan para pembuatnya dan manfaat materi yang mereka lihat. Tidak heran apabila yang benar menjadi salah dan perkara salah menjadi benar. Hukum dapat diperjualbelikan, moralitas diabaikan, bahkan agama dibuang dari praktik kehidupan. Semuanya demi uang ataupun kepentingan.
Alih-Alih Demokrasi menciptakan kenyamanan serta keamanan bagi tempat tinggal manusia, malah melahirkan penguasa atau pejabat yang haus akan kedudukan dan kuasa. “ Prestasi “ buruk para pejabat jahat dalam demokrasi selain banyak memproduksi UU yang tidak mampu menuntaskan permasalahan rakyat dan negara, namun rela menzalimi rakyat demi keberlangsungan kepentingan.
Legalisasi kepemimpinan dalam demokrasi berdasarkan suara mayoritas. Oleh karena itu dibutuhkan dana besar untuk mendapatkan suara. Sehingga membuka peluang para pemilik modal berpartisipasi dalam pemilu. Tentunya setelah mengeluarkan dana mereka ingin mendapatkan bagian. Akibatnya parpol dalam sistem demokrasi kehilangan idealismenya. Bahkan rawan dibajak oleh kepentingan pemodal baik dalam negeri maupun asing. Sehingga ketika terpilih bukan mengurusi kepentingan umat malah memuluskan agenda-agenda pihak yang telah memberi pendanaan. Hasilnya kita bisa melihat arah pembangunan penguasa memperbesar investor asing. Seperti pembuatan kereta api cepat, proyek Rempang Eco City dan pembangunan infrastruktur lainya.
Suatu keniscayaan juga dalam demokrasi, publik akan menjumpai politik oligarki yang dibangun partai politik berkuasa. Sehingga menyebabkan tingkat kemiskinan dan kejahatan juga semakin meningkat. Masyarakat sulit mencari pekerjaan padahal negeri ini sangat kaya akan SDA. Rakyat melarat di negeri sendiri karena aksi pejabat jahat yang tidak amanah dalam mengelola SDA adalah satu dari banyak konsekuensi sistem demokrasi.
Pemilu Dalam Sistem Islam
Pemilu dalam sistem Islam hanya dijadikan sebagai cara atau uslub bukan metode mutlak atau baku dalam pengangkatan kepala negara. Dalam sistem islam metode mutlak pengangkatan kepala negara adalah bai’at syar’i. Imam an-Nawawi, dalam kitab nihayah al-muhtaj ila syarh al-Minhaj juz VII halaman 390 telah berkata.
“ Akad imamah (khilafah) sah dengan adanya baiat atau lebih tepatnya baiat dari Ahlul Halli wal’aqdi….yang mudah untuk dikumpulkan. “
Dalam kitab Ajhizah Daulah Khilafah terdapat penjelasan tentang bagaimana berlangsungnya pemilu besar dalam sistem Islam. Dimana itu terjadi ketika proses pengangkatan Utsman menjadi seorang khilafah. Pada masa itu khalifah Umar Bin Khattab mengalami sakit keras akibat penusukkan. Kemudian Umat (kaum Muslim) meminta Umar Bin Khattab menunjuk penggantinya namun khalifah Umar menolaknya. Akan tetapi umat terus mendesak sehingga beliau menunjuk enam orang sebagai penggantinya (al-‘ahd, al-istikhlaf) dan memerintah mereka memilih salah seorang dari mereka untuk menjadi khalifah setelah beliau meninggal dalam jangka waktu maksimal tiga hari.
Setelah khalifah Umar wafat, para calon khalifah itu melakukan pemilihan (ikhtiar) terhadap salah seorang diantara mereka menjadi khalifah. Disinilah proses pemilu (al-intikhab) sebagaimana mestinya dilakukan. Pada masa itu terpilih nama Ali dan Utsman sebagai calon khalifah. Kemudian Abdurrahman Bin Auf menanyakan pendapat kaum Muslim siapa yang mereka kehendaki antara Ali dan Utsman. Beliau bertanya pada umat (kaum Muslim) baik laki-laki maupun perempuan dalam rangka menggali pendapat masyarakat, beliau tidak hanya melakukanya pada siang hari tetapi juga malam hari. Sehingga terpilihlah Utsman Bin Affan sebagai khalifah, umat kemudian melakukan bai’at in‘iqad kepada calon terpilih untuk menjadi khalifah dan dilakukan bai’at tha’at oleh umat secara umum kepada khalifah atas dasar bai’at umat inilah Utsman menjadi khalifah bukan proses penunjukkan enam orang sebelumnya.
Khalifah juga wajib memenuhi tujuh syarat agar kompeten mengemban tugas ketatanegaraan (kekhalifahan), tujuh syarat tersebut adalah muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu mengemban tugas kekhalifahan. Dalam sistem lslam khalifah dipilih bukan untuk menjalankan keinginan dan hukum manusia tetapi untuk menjalankan hukum Allah Ta’ala. Kewajiban seorang penguasa (al-hukkam) adalah menerapkan syari’at Islam semata (Q.S. Al-Maidah : 48,49), penguasa haram menjalankan hukum yang bukan syari’at Islam sebagaimana pemimpin dalam sistem demokrasi saat ini. Kemudian proses pemilihan pemimpin sederhana, efektif, efisien dan hemat biaya. Wallahu’alam bissawab.
Views: 17
Comment here