Oleh: Umi Kalsum
(Muslimah Serasan Sekate)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Akhir Januari lalu, media sosial tengah ramai memperbincangkan bantuan sosial (Bansos) disertai logo Bulog yang ‘baru’ yakni stiker pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka. Begitupun saat beredar video viral yang memperlihatkan Presiden Jokowi membagikan Bansos kepada masyarakat Serang di dekat baliho pasangan Prabowo – Gibran, semakin membuat publik bertanya-tanya.
Ditambah lagi saat dua menteri Jokowi yaitu Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan mengajak masyarakat yang telah menerima Bansos untuk berterima kasih kepada Presiden Jokowi dan meminta mereka supaya mendukung putra Jokowi dalam pilpres 2024.
Wakil ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yakni Habiburokhman merasa paslonnya sedang difitnah dan berita yang ada hanyalah hoaxs dan 100% bohong. Namun, bantahan yang terlontar tidak mampu menutupi fakta yang terjadi di lapangan secara nyata dan vulgar. Bahkan, hal ini menuai kritik dari berbagai pihak, misalnya saja dari cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar. Beliau menilai hal tersebut memalukan dan menunjukkan kemiskinan etika. Setali tiga uang, pengamat politik Ray Rangkuti berkomentar: “jangan sampai bansos ini punya pengaruh yang signifikan bagi elektabilitas seseorang” (medcom.id, 28/01/2024)
Saat konferensi pers kinerja APBN per September 2023 di akhir tahun lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa APBN perlu memberikan perlindungan dengan penebalan bansos karena dampak El Nino yang berlarut-larut. Sehingga total alokasi anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp 496,8 triliun, jauh lebih besar dari anggaran 2023 sebesar Rp 433 triliun. Bahkan angka tersebut lebih besar dari tahun 2021 (Rp 468,2 triliun) dan tahun 2022 (Rp 460,6 triliun) saat masa pandemi Covid-19.
Bendahara negara tersebut menyatakan bahwa bansos adalah salah satu intervensi APBN sebagai shock absorber dalam menjaga daya beli masyarakat, terlebih saat harga pangan bergejolak. BLT tahun ini sebesar Rp 600 ribu/bulan selama Januari – Maret bakal dirapel pencairannya di bulan februari (cnnindonesia.com, 02/02/2024)
Rentan Penyelewengan dan Manipulasi Bansos_
Hasil temuan laporan investigasi harian Kompas pada Kamis (18/01/2024) menunjukkan bahwa banyak sekali kasus politisasi bansos oleh calon legislatif (caleg) di daerah pemilihan. Misalnya memanipulasi Program Keluarga Harapan (PKH) dengan maksud agar para pemilih mencoblos sang caleg nantinya.
Tak hanya dimanipulasi untuk politik, bansos juga kerap menjadi sasaran korupsi oknum pejabat. Masih segar di ingatan masyarakat, bagaimana bansos penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek pada 2020 diselewengkan oleh Menteri Sosial pada masa itu dan mengalir ke sejumlah pejabat Kementerian Sosial untuk kepentingan pribadi mereka.
Ini adalah bagian kecil dari keburukan dan kebusukan penerapan sistem sekuler demokrasi. Asas kebebasan berperilaku menjadikan seseorang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Penyalahgunaan jabatan dan anggaran negara pun dilakukan. Ambisi kekuasaan mampu membutakan hati dan akhirnya gelap mata. Tentu saja ini bukan hal yang mustahil terjadi. Kehidupan manusia saat ini telah mengabaikan aspek agama dalam mengatur perbuatan sehari-hari. Pada akhirnya mereka dengan mudah melanggar hukum.
Ditambah juga dengan kesadaran politik masyarakat secara umum masih begitu rendah dan bersifat pragmatis. Pemahaman mereka tentang dunia politik hanya sebatas meraih kekuasaan. Kondisi kemiskinan yang dirasakan mayoritas rakyat, membuat mereka mudah dimanfaatkan dalam masa-masa kampanye dan menikmati remah-remah pemberian dari para pelaku politik.
_
Rakyat Wajib Disejahterakan_
Sejatinya bansos bukanlah solusi tuntas mengentaskan kemiskinan. Yang ada justru menjadi alat untuk mengambil simpati rakyat dalam pesta lima tahunan. Setelah pesta usai, rakyat pun dilupakan, kembali berkubang dalam kemiskinan dan berjuang sendirian.
Sangat berbeda apabila yang mengurus rakyat adalah negara yang berideologi Islam kaffah. Problem kemiskinan akan diselesaikan dengan cara yang komprehensif mulai dari ketersediaan lapangan pekerjaan, penyediaan lahan pertanian, mekanisme zakat, kestabilan harga kebutuhan masyarakat, dan lain sebagainya.
Hakikat kekuasaan dalam pandangan syariat Islam adalah amanah yang sangat besar. Apabila ditunaikan secara adil menggunakan hukum-hukum yang bersumber dari Allah swt, maka kekuasaan akan menghantarkan seseorang mulia di sisiNya. Namun sebaliknya, apabila kekuasaan yang dimiliki justru menyebabkan kesulitan dan penderitaan pada orang lain, maka kehinaan yang akan ia peroleh kelak di akhirat nanti.
Dalam negara yang menerapkan sistem Islam sebagai landasannya, maka pemimpin yang dipilih adalah orang yang memiliki kepribadian Islam. Penguasa seperti ini akan berpikir dan bertindak sesuai dengan aturan syariat Islam. Sehingga rakyat pun diurus dan diedukasi berdasarkan hukum-hukum Islam. Termasuk dalam mewujudkan kesadaran politik rakyat dalam memilih kriteria seorang pemimpin.
Sejarah gemilang di masa peradaban Islam telah membuktikan bagaimana sosok pemimpinnya (Khalifah). Kualitas keimanan dan ketakwaan adalah sebuah hal penting yang mesti dimiliki sehingga ia akan sangat takut dengan azab Allah saat ada satu saja rakyat yang kelaparan. Inilah yang membuat Khalifah tidak perlu membangun pencitraan demi disukai rakyatnya. Sebab, rakyat merasakan pengurusan kebutuhan hidup mereka dipenuhi secara layak dan diupayakan yang terbaik. Dengan sendirinya, rasa cinta kepada pemimpin (penguasa) akan lahir secara alami.
Wallahu a’lam bisshowab.
Views: 34
Comment here