Oleh Muzaidah (Aktivis Dakwah Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Ramadan segera tiba, tetapi harga beras dan sembako lainnya yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat justru ikut naik. Pada inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya kenaikan harga pada komoditas beras, gula, dan cabai merah keriting. KKPU menemukan kenaikan harga beras premium rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp16.900/kg dari HET yang ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp13.900/kg (katadata.co.id, 11/02/2024).
Tidak hanya naik, KKPU juga menemukan adanya kelangkaan komoditas gula konsumsi dan beras. Di pasar Cipahit, gula peremium hanya dijatah satu karton berisi 24kg per pekan. Sedangkan di Griya Pahlawan, konsumen hanya boleh membeli gula sebanyak 3kg per orang. Begitu pula dengan beras premium yang tidak banyak dijual dan ada pembatasan dari pemasok (tempo.com, 12/02/2024).
Kenaikan harga dan kelangkaan beras sudah lama menjadi permasalahan di Indonesia yang tidak kunjung terselesaikan. Masyarakat dibuat bingung mengatur pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Bahkan pengeluaran lebih banyak berpusat pada kebutuhan pokok dan tidak bisa dikelola untuk hal lainnya. Setahun terakhir harga beras terus naik, kenaikan harga beras pada 2023 mencapai 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Harga beras adalah Rp10.000 per kg atau Rp11.000 per ke untuk beras medium.
Padahal, beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Harga beras yang mahal tentu akan menyusahkan setiap masyarakat. Bagi yang tidak mampu akan kesulitan membeli beras yang kian mahal. Selama ini pemerintah mengklaim kebijakan bansos sebagai solusi terhadap kenaikan harga beras. Namun nyatanya, meski ada bansos, harga beras tetap naik. Apalagi tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos, temuan di lapangan menunjukkan bahwa banyak bansos salah sasaran.
Salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras. Rantai distribusi beras saat ini dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar beromzet triliunan rupiah dan memonopoli gabah dari petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi. Sehingga banyak penggilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah.
Perusahaan besar ini juga menguasai mulai dari sektor hulu hingga hilir. Dengan menggunakan teknologi canggih untuk menggiling padi dan menghasilkan kualitas padi yang premium. Dengan demikian, perusahaan besar mampu menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek. Namun, ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen.
Dengan memonopoli distribusi beras, perusahaan besar mampu mempermainkan harga dan menahan pasukan beras. Beras ditahan di gudang-gudang sehingga harganya naik dan baru bisa dilepas ke pasar ketika harga tinggi. Tidak hanya merugikan konsumen juga merugikan petani. Perihal ini yang mendapatkan keuntungan besar adalah perusahaan besar atau kapitalis yang memonopoli distribusi besar dari hulu hingga hilir.
Dalam sistem kapitalisme bagi pemilik modal yang mempunyai perusahaan besar maka mereka inilah yang mendapatkan keuntungan besar dibandingkan masyarakat baik yang mampu ataupun tidak mampu. Padahal, para pemodal memiliki modal besar karena bisa menyedot dana masyarakat melalui bisnis finansial ribawi pada lembaga keuangan bank dan nonbank dan pasar sekunder, seperti saham, obligasi, dan lainnya.
Solusi Islam
Beras merupakan kebutuhan pokok, salah satu komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara wajib mengelola beras dengan baik, mulai dari pro dukai sampai ke tangan rakyat. Negara harus memastikan pendistribusian ini dengan baik, yaitu monopoli, bebas dari penimbunan, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak.
Negara Islam (khilafah) mampu mewujudkan jaminan pengelolaan beras bahkan tidak ragu untuk menstabilkan harga sesuai kemampuan masyarakat, jika kondisi keuangan di Baitul mal terpenuhi maka khalifah (pemimpin) akan memberikannya secara cuma-cuma yang diberikan secara adil dan merata.
Pada sektor produksi, negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani. Bantuan bisa berupa lahan untuk ekstensifikasi, benih, pupuk, pestisida, alat pertanian, dan lainnya. Sedangkan pada sektor distribusi, khilafah akan memastikan tidak ada hambatan distribusi. Khilafah akan memperhatikan setiap rakyatnya terhadap adanya kebutuhan bantuan dari negara.
Perhatian khilafah kepada rakyat yang luar biasa pada penyediaan pangan merupakan wujud peran negara sebagai pelindung (perisai) pada semua rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Al-Imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (h.r. Muttafaqun ‘alayh).
Negara akan menindak tegas bagi siapa saja yang melakukan praktik monopoli dan menimbun beras maupun pada komoditas lainnya. Setiap pelaku yang melakukan pelanggaran tersebut akan mendapatkan sanksi yang membuat efek jera untuk pelakunya. Maka, tidak akan ada mafia pangan dalam khilafah. Semua persoalan kenaikan harga beras di Indonesia akan mampu terselesaikan selama sistemnya Islam (khilafah).
Wallahualam bissawab.
Views: 21
Comment here