Surat Pembaca

Berutang demi Kereta Cepat

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah meneken perjanjian fasilitas dengan Cina Development Bank untuk pembiayaan cost overrun atau pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KCJB).

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), KAI menyebut, pencairan pinjaman telah diterima pada 7 Februari 2024. Pencairan pinjaman ini terdiri dari dua fasilitas yang totalnya mencapai Rp 6,9 triliun.

Sungguh miris, negara rela menambah hutang demi selesainya proyek kereta cepat. Adanya hutang tersebut tentu menuntut pengembalian dana yang besar dari negara kreditur. Konsekuensinya, biaya penggunaan infrastruktur harus pemerintah naikkan. Jika demikian, pengguna yang notabene adalah rakyat akan semakin terbebani dengan kenaikan-kenaikan biaya tersebut.

Perlu disadari, pembiayaan berbasis utang ini juga bisa menimbulkan bahaya yang lebih besar, yakni berpindahnya kepemilikan infrastruktur strategis kepada pihak asing. Kita bisa melihat contohnya, Bandara Kualanamu dijual ke India oleh pemerintah untuk membayar hutang ke pihak kreditur.

Seyogyanya negara menjadi pihak utama yang mengelola infrastruktur milik publik dan tidak boleh memberikan celah pihak asing untuk mengendalikan negara melalui jerat utang. Investasi berkedok utang jelas merupakan jebakan yang menjadi alat politik negara kreditur untuk menekan negara-negara debitur. Ini akan berpotensi menggerus kedaulatan negeri. Maka sudah selayaknya pemerintah menolak untuk tunduk pada skema utang semacam ini.

Islam melarang menawarkan investasi pada sejumlah infrastruktur publik, seperti jalan, pelabuhan, ataupun bandara Dalam Islam, tidak semua barang dapat diusahakan oleh individu, apalagi pihak asing. Harusnya negaralah yang mengelola infrastruktur milik publik.

Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur publik merupakan bagian dari kepemilikan umum, tidak boleh ada individu yang memilikinya. Ini berbeda dengan sistem kapitalisme di mana kepemilikan umum ini bisa diserahkan kepada swasta atau individu. Sebaliknya, dalam pandangan Islam, negaralah yang berwenang untuk mengelola harta milik umum.

Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam sebuah hadis, “Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud). Dalam penuturan Anas ra. pada hadis tersebut terdapat tambahan  redaksi “wa tsamanuhu haram” (harganya haram). Artinya, terlarang untuk diperjualbelikan.

Mayang Trisna Wardani
Mahasiswa Pascasarjana
Bogor

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here