Oleh : Rakhmawati Aulia
wacana-edukasi.com, OPINI-– Kasus kriminalitas yang dilakukan oleh remaja adalah satu di antara sekian potret buram kegagalan dunia pendidikan dalam membina generasi masa depan. Kebrutalan remaja dalam tindak kriminalitas beragam bahkan semakin begis dan sadis, tanpa rasa bersalah.
Salah satunya peristiwa memilukan baru-baru ini yang terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur. Seorang siswa SMK yang masih berusia 16 tahun telah melakukan pembunuhan terhadap satu keluarga yang berjumlah 5 orang.
Dilansir dari Republika (Kamis, 08/02/2024), diduga motif pembunuhan yang terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu karena persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Pelaku pernah menjalin hubungan dengan korban yakni RJS (15). Namun mereka tak direstui oleh orangtua RJS karena remaja 15 tahun itu memiliki pasangan lain.
Sebelum melakukan aksinya, pelaku sempat minum minuman keras bersama temannya di lokasi yang tak jauh dari rumah korban. (Kompas.com, 07/02/2024). Pelaku sempat pulang, lalu menjalankan aksinya. Hingga melakukan pembunuhan terhadap korbannya dengan menggunakan parang tanpa ganggang.
Sungguh miris! Kasus pembunuhan yang terjadi menambah daftar panjang tindak kriminalitas yang dilakukan oleh remaja. Rusaknya akhlak remaja, bahkan jauh dari yang namanya memiliki kepribadian terpuji harusnya menjadi cambuk keras terkhusus dalam dunia pendidikan. Mengapa sampai lahir sosok generasi yang tega melakukan pembunuhan?
*Kegagalan Dunia Pendidikan*
Pendidikan sejatinya adalah pilar sebuah peradaban. Jika ingin melihat masa depan suatu bangsa, maka lihatlah sistem pendidikannya. Sebab dunia pendidikanlah yang akan memiliki peran dalam menentukan dan melahirkan generasi yang berkualitas dan memiliki kepribadian yang terpuji.
Namun tak seindah realita. Kurikulum sudah silih berganti, akan tetapi bukannya akhlak generasi semakin baik dan beradab malah semakin suram dan tak beradab. Menunjukkan bahwa sistem pendidikan negeri ini telah gagal dalam membina generasi agar memiliki kepribadian yang terpuji. Lantas di mana letak persoalannya?
Jika ingin menyelesaikan sebuah masalah, maka tentu tidak boleh hanya sekadar melihat dari permukaannya saja tapi harus melihat hingga dasar.
Sistem pendidikan yang diadopsi oleh negeri ini tentu tidak bisa dipisahkan dari sistem kehidupan yang mengaturnya. Jika menelaah secara mendalam, maka akan didapati bahwa sistem kehidupan hari ini berada dalam cengkeraman sekularisme. Asas yang membuat manusia memisahkan agama dari kehidupannya.
Kehidupan sekuler menjauhkan pelajar dari rasa kemanusiaan, hidup dengan hedonis, cenderung hidup dengan bebas dan tidak takut berbuat dosa, apalagi terhadap Tuhan. Sehingga wajar output generasi yang berada dalam asuhan sekularisme, hanya akan melahirkan generasi yang abai pada aturan-aturan agama, bermental lemah, miskin empati hingga memunculkan berbagai kasus kriminalitas. Salah satunya tindakan pembunuhan.
Akhirnya, kerusakan pada remaja terus terjadi secara sistemis. Sistem dalam pendidikan sekuler, tidak mendukung untuk melakukan penjagaan terhadap remaja dari kerusakan. Inilah derita akibat penerapan sistem sekularisme, mengorbankan generasi penerus, yang minim akhlak dan kehilangan identitas.
*Berkaca pada Generasi Islam*
Mungkin kita sudah sering mendengar kisah-kisah heroik bagaimana para pemuda Islam dalam usia yang sangat muda telah banyak mengukir prestasi yang begitu gemilang.
Sebut saja, Abdurrahman an-Nashir dari kekhilafahan Bani Umayyah menjadi pemimpin pada usia 22 tahun. Juga para tokoh pada masa kekhalifahan yang pada masanya begitu gemilang, seperti Thoriq bi Ziyad, Muhammad al-Fatih dan Shalahuddin al-Ayyubi. Bahkan, sebagaimana juga para alim ulama semisal empat imam mazhab dan para ilmuwan yang luar biasa, seperti Al-Farabi, Khawarizmi, dan lainnya.
Kita tentunya merindukan lahirnya generasi yang unggul seperti itu, tidak hanya dalam batas akademik tapi berkualitas dari berbagai aspek, terutama dalam kepribadian. Namun sayangnya generasi yang seperti ini tidak akan bisa lahir dari sistem sekularisme.
Kepribadian yang baik hanya akan lahir dari pola pikir dan pola sikap yang baik. Segala sesuatu yang baik itu sudah tentu berasal dari Zat yang Maha Baik yaitu Allah Ta’ala. Maka sudah selayaknya hanya menggunakan aturan Allah Ta’ala dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam masalah pendidikan.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah : 50)
Islam akan mampu melahirkan generasi yang beberkualitas, karena sistem pendidikan Islam yang dijalankan oleh Khalifah akan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab hingga tercapainya tujuan dari pendidikan Islam.
*Pendidikan Berbasis Sistem Islam*
Dalam Islam, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah Swt. Sistem pendidikan Islam mengharuskan akidah Islam menjadi dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam.
Dalam proses perkembangan generasi, maka dalam pendidikan berbasis sistem Islam memadukan tiga peran penting, yaitu :
Pertama, ketakwaan individu dalam pendidikan keluarga. Kedua, kontrol masyarakat dengan mengedepankan budaya beramar makruf nahi mungkar. Ketiga, negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah di segala aspek kehidupan. Negara menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam untuk membentuk generasi berkepribadian Islam.
Namun, ketiga pilar ini akan bisa menjalankan perannya dengan optimal ketika sistem kehidupan yang digunakan adalah sistem kehidupan yang berasal dari Allah Ta’ala saja (sistem Islam). Sehingga, menjadi kebutuhan yang sangat mendesak untuk menerapkan sistem Islam dalam kehidupan hingga terwujudlah generasi gemilang yang merupakan aset peradaban. []
Views: 9
Comment here